Pendidikan

FSGI Sebut Guru Cukur Rambut 14 Siswi di Lamongan Harus Dijerat UU Perlindungan Anak

Rabu, 30 Agustus 2023 - 19:01 | 105.40k
Ilustrasi - gunting rambut.
Ilustrasi - gunting rambut.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam tindakan seorang guru SMPN di Lamongan yang mencukur paksa rambut bagian depan 14 siswi pada Rabu (23/8/2023). Foto-foto beberapa siswi dengan kepala botak ini telah beredar luas.

Tindakan ini dilakukan oleh seorang guru berinisial EN sebagai bentuk hukuman karena siswi-siswi tersebut tidak mengenakan ciput atau dalaman jilbab. Penting untuk dicatat bahwa sekolah tersebut tidak memiliki peraturan yang mengharuskan siswi untuk mengenakan ciput.

Advertisement

"Memberikan sanksi tanpa adanya aturan yang dilanggar adalah pelanggaran HAM," kata Retno Listyarti, Ketua Dewan Pakar FSGI, Rabu (30/8/2023).

FGSI menilai, tindakan guru ini juga dapat dianggap sebagai perbuatan tidak menyenangkan, karena dapat merendahkan, mempermalukan, dan berpotensi membuat trauma pada 14 anak korban, terutama karena mereka masih di bawah umur dan dilindungi oleh UU Perlindungan Anak. 

"Dengan kata lain, guru tersebut dapat dijerat oleh UU Perlindungan Anak," ucapnya.

Heru Purnomo, Sekjen FSGI, mengutuk penggunaan hukuman dan kekerasan oleh guru dalam mendisiplinkan siswa, sementara seharusnya pendekatan disiplin positif digunakan dalam kasus pelanggaran di sekolah.

"Miris kasus ini terjadi justru ketika KemendikbudRistek sedang giat-giatnya menghapus 3 dosa besar dipendidikan sebagaimana ketentuan dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan,” ujar Heru. 

Terkait kasus ini, Federasi Serikat guru Indonesia (FSGI) menyampaikan rekomendasi sebagai berikut :

1. FSGI mendorong Inspektorat Kabupaten Lamongan untuk memeriksa guru pelaku dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan  dalam menangani kasus ini, karena penyelesaiannya sama sekali tidak menggunakan hukum positif atau peraturan perundangan terkait perlindungan anak dan Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Satuan pendidikan, padalah tindakan si oknum guru jelas masuk kategori tindak kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik (membuat pitak) dan kekerasan psikis karena anak korban pasti merasa direndahkan, dipermalukan dan ketakutan. Kekerasan fisik, psikis dan perundungan diatur dengan tegas dalam Permendikbud 46/2023 tentang PPKSP. 

2. FSGI mendorong KOMPOLNAS memeriksa pihak kepolisian Lamongan yang telah menangani kasus ini dengan restorative justice dalam UU Perlindungan Anak, padahal prinsip restoratif justice tidak bisa diterapkan ketika pelaku adalah orang dewasa dan korbannya adalah anak di bawah umur.  Guru pelaku bukan usia anak, tapi korbanya semua usia anak. Restoratif Justice adalah ketentuan penyelesaian kasus anak yang berkonflik dengan hukum dalam UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dimana posisi anak adalah pelaku dan korbannya bisa sesama anak dan atau orang dewasa.  Kasus ini justru sebaliknya,  pelaku orang dewasa dan 14  korban usia anak. 

3. FSGI mendorong Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi penanganan kasus ini dan transparansi dalam proses penanganannya, apalagi muncul juga isu-isu lain seperti penjualan seragam sekolah dan pemaksaan menggunakan jilbab bagi siswi yang beragama islam (padahal ini sekolah negeri bukan sekolah berbasis agama tertentu), oleh karenanya,  kedua hal ini perlu diusut tuntas kebenarannya dan sampaikan ke public. Jika ternyata benar maka harus ada sanksi pada sekolah dan mengubah aturan yang mewajibkan karena jelas melanggar Permendikbud No. 46 Tahun 2023 tentang PPKSP.  Penegakan hukum sangat penting agar ada efek jera. 

4. FSGI mendorong Itjen Kemendikbudristek dengan Pokja Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan segera turun tangan, datang kelokasi, dengarkan suara para korban, wawancara secara acak dengan sejumlah siswa dan perwakilan orangtua. Jadi, dalam penanganan kasus ini Kemendikbudristek jangan hanya mendengarkan pihak sekolah, dinas Pendidikan dan guru pelaku saja.  Semua pihak yang telibat termasuk kepolisian di mintai keterangan agar penyelesaikan kasus ini adil bagi korban dan ada penegakan Permendikbudristek 46 dan UU PA.

5. FSGI mendorong seluruh organisasi profesi guru untuk mencantumkan bahwa tindak kekerasan dalam bentuk apapun adalah pelanggara kode etik guru. Jadi kode perilakunya, dalam mendisiplinkan anak harus menggunakan disiplin positif tanpa kekerasan. 

6. FSGI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kabupaten Lamongan untuk melakukan assesmen psikologi dan juga pendampingan psikologi bagi 14 korban sampai pulih. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES