Viral Paduan Suara Anak SD Kritik Televisi Indonesia, Begini Kata Pakar Sosiologi Unesa Surabaya

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Sebuah konten YouTube menayangkan sebuah video anak-anak Sekolah Dasar (SD) yang mengkritik kerasnya tayangan televisi (TV). Video berdurasi 1 menit 4 detik itu menggambarkan anak-anak sedang melakukan paduan suara dalam nuansa upacara bendera. Mereka dibimbing oleh seorang guru bertopeng televisi dengan raut muka yang tampak jahat.
Paduan suara itu menyanyikan kerasnya tayangan televisi Indonesia dimana dalam cuplikan liriknya adalah seperti ini.
Advertisement
“Kita jadi bisa pacaran dan ciuman, karena siapa? Kita jadi tahu masalah artis cerai, karena siapa? Kita pintar dandan, dibimbing TV. Kita jadi lebay, dibimbing TV. TV Pemerintah membuat gelap gulita, jasamu tiada,” begitu isi kutipan lagu paduan suara tersebut.
Pakar Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ali Imron, S.Sos., M.A memberikan kritik dan masukan terhadap hal ini. Ali berpandangan bahwa televisi itu melakukan transfer value dan norma. Sehingga yang ketika mentransfer nilai-nilai yang mengajak ke arah kekerasan, seksisme, dan lain sebagainya, maka televisi seharusnya sadar bahwa mereka mempunyai andil yang besar dalam sosialiasi nilai.
Televisi mempunyai peran besar dalam sosialisasi nilai. Maka, anak-anak akan menerima nilai tersebut dan menginternalisasikan nilai-nilai itu dalam kehidupannya.
“Proses transformasi nilai itu membentuk sebuah habituasi nilai, yang kemudian dipraktikkan oleh anak-anak. Disisi lain, anak-anak kita adalah native generation, jadi generasi yang akrab dengan teknologi, maka mereka mudah mendapatkan values dan norm dari pertelevisian,” katanya kepada TIMES Indonesia, Jumat (29/9/2023).
Hal yang menjadi masalah adalah nilai-nilai yang diajarkan adalah tentang kekerasan, perceraian, perselingkuhan, hyper reality, maka ini yang akan ditiru oleh anak-anak. Sehingga proses tranfers values dan norm akan terinternalisasi kepada anak-anak sehingga menjadi habituasi dan membentuk perilaku.
“Kritik ini menggambarkan bahwa inilah hasil yang dituai dari media elektronik, utamanya televisi yang dampaknya sangat luar biasa kepada anak-anak dan kepada karakter anak,” terangnya.
Karena menurut Ali Imron, ketika kita menginternalisasi nilai, maka yang disasar adalah sisi kognitif anak. Karena ketika struktur kognitif anak bekerja, maka akan berpengaruh terhadap pemahaman sekaligus berdampak pada perilaku.
“Masukan saya seharusnya sebagai media publik, televisi harus sadar benar yang memiliki fungsi sebagai sarana sosialisasi nilai dan norma. Tentunya nilai dan norma yang harus diinternalisasikan adalah nilai-nilai yang mampu mendukung konstruksi karakter yang positif,” tegas Ali Imron.
Ali menambahkan bahwa tidak hanya peran serta orangtua saja yang selalu mendampingi dan anak yang harus memilah. Maka, televisi yang harus arif atau bijak. Jadi harus ada win win solution antara orangtua, dan televisi.
“Dimana orangtua menjadi aktor utama dan pertama yang mensosialisasi nilai, memiliki tugas untuk membimbing anak-anak menjauhi dampak buruk dari televisi dengan cara manajemen televisi yang baik,” katanya.
Artinya memberikan konsumsi tayangan yang memiliki nilai yang sehat dan positif. Akan tetapi disisi lain, televisi harus fair. “Dalam artian televisi menghasilkan tayangan-tayangan yang sehat, terutama untuk anak-anak. Jadi tidak hanya menjadi tanggungjawab orangtua dan keluarga saja, akan tetapi ini menjadi tanggungjawab televisi Indonesia sebagai media publik,” ucapnya.
“Televisi harus bertanggungjawab terhadap resiko yang telah ditimbulkan, jangan sampai media televisi dan media massa kita ini berpangkal tolak atau berorientasi kepada keuntungan, kapital, dan rating semata, tetapi kemudian lalai terhadap tugas utama televisi sebagai media utama yang membentuk karakter atau nilai positif terhadap anak-anak,” sambungnya memungkasi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |