Pendidikan

Malampas Bayawa, Generasi Muda Merawat Aksara Jawa

Minggu, 10 Maret 2024 - 07:33 | 44.85k
Fandy Romadhoni, S.Pd, menjelaskan tata cara penulisan aksara Jawa kepada peserta. (Foto: M. Isnaini Wijaya/TIMES Indonesia)
Fandy Romadhoni, S.Pd, menjelaskan tata cara penulisan aksara Jawa kepada peserta. (Foto: M. Isnaini Wijaya/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Meski tengah bergelimang modernitas, generasi muda melalui Self Access Center (SAC) Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) semarak merawat aksara Jawa. Itu diwujudkan dengan diadakannya kelas penulisan aksara Jawa bertajuk Malampas Bayawa di Gedung Kuliah Bersama (GKB) ruang SAC Sastra Indonesia UM pada Jumat (8/3/2024) lalu.

Kegiatan ini bertujuan untuk mendalami jejak historikal budaya Jawa melalui pengenalan aksara dan tata tulis bahasa Jawa. Meski penuh dengan aroma tradisional, acara ini mendapat sambutan positif dan antusiasme cukup tinggi dari mahasiswa UM.

Advertisement

Malampas Bayawa menunjuk Fandy Romadhoni, S.Pd sebagai mentor kelas penulisan aksara Jawa. Sebelum mempraktikan penulisan aksara Jawa, Fandy menjelaskan model-model aksara Jawa, antara gaya baru atau gaya lama, antara mardikawi atau sriwedari. Selanjutnya, Fandy mulai menjelaskan seluk beluk aksara Jawa.

Penjelasan dimulai dari jenis-jenis aksara Jawa, struktur aksara, hingga praktik penulisan secara langsung.

Lazimnya, aksara Jawa memiliki tiga jenis, yaitu aksara nglegena, aksara murdha, hingga aksara swara. Sementara struktur aksara, itu ada wuwungan (yang berada di atas hanacaraka, seperti wulu untuk bunyu [i]), garisan (hanacaraka), dan gantungan (yang berada di bawah hanacaraka, seperti suku untuk bunyi [u]).

aksara-Jawa-2.jpgHasil karya penulisan aksara Jawa.

Tidak lupa, Fandy juga menjelaskan masing-masing fungsi aksara Jawa. “Aksara nglegena itu yang biasa kita pakai (ha na ca ra ka), aksara murdha untuk nama tempat, gelar, seperti ‘Raden’, itu kalau Jawa baru tulisannya dipisah, tetapi sistem yang lama, yang seperti Mardikawi (aturan untuk membaca aksara Kawi), aksara murdha itu lebur jadi satu menjadi aksara Jawa dasar nglegena itu,” jelasnya.   

“Murdha itu dasar suara, misalkan Natasa itu pakai murdha, [na]-nya pakai murdha. Beda kan antara [na] dan [nO]. Karena Natasha itu dasarnya bunyi [na] maka pakai murdha, bukan Notasha,” ungkap Fandy memperjelas penggunaan aksara Murdha.

Selain itu, kata Fandy, aksara murdha tidak bisa diubah bunyi, [ka’] dalam aksara murdha tidak bisa diubah menjadi [ki’], dan seterusnya.

Selain aksara nglegena dan murdha, masih ada satu jenis aksara lagi, yaitu aksara swara. Menurut Fandy, aksara swara adalah huruf vokalnya aksara Jawa. Terdapat lima aksara swara, yakni vokal [a], [i], [u], [e], dan [o]. Pengaplikasian aksara swara dalam penulisan tidak berbeda jauh dengan aksara murdha.

Meski penjelasan Fandy masih tahap dasar, kesulitan belajar penulisan aksara Jawa begitu terasa sekali. Namun, hal itu tidak menciutkan nyali pemelajar aksara Jawa. Seperti Putri, mahasiswa Prodi Ilmu Perpustakaan asal Lampung, mengaku sangat semangat meski bekalnya soal aksara Jawa masih bisa ditakar. Ia ingin mempelajari aksara lain, selain aksara yang pernah dipelajarinya di Lampung sana.

Keadaan serupa juga dialami oleh Sabrina, mahasiswa Prodi Ilmu Perputakaan asal Tangerang. Ia awalnya mengikuti kelas aksara Jawa hanya untuk mengisi waktu luang.

“Tapi, ketika mengikuti kelasnya yang diampu Bapak Fandy, ternyata lebih seru, lebih chill,” tandas sabrina. Meski ia tidak memiliki pengetahuan dasar soal aksara Jawa, lalu ketika teman-teman kelasnya berbicara dan praktik menulis aksara Jawa, ia merasa terpanggil untuk mencoba dan mengikuti kelas penulisan aksara Jawa.

Merespon antusiasme peserta penulisan, Laili, sebagai Mahasiswa Koordinator SAC Sastra Indonesia, mengungkapkan akan mengadakan kelas-kelas kebudayaan yang lain. Baginya merawat sekaligus mengenalkan kebudayaan adalah tugas mulia yang bisa dilakukan oleh generasi muda.

Menurut Laili, kedepannya kelas tetembangan, gamelan, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk penulisan aksara-aksara lain di Nusantara akan dihadirkan sebagai upaya mengalami sejarah dan merawat warisan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES