Pendidikan

Banyak yang Salah Paham, Ini Arti Minal Aidin Wal Faizin yang Benar Menurut Akademisi

Kamis, 11 April 2024 - 02:33 | 52.22k
Ilustrasi bersalaman saat lebaran. (Foto: Shutterstock/Odua)
Ilustrasi bersalaman saat lebaran. (Foto: Shutterstock/Odua)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kalimat ‘Minal Aidin Wal Faizin’ menjadi kalimat yang paling banyak digunakan oleh masyarakat saat hari raya idul fitri. Kalimat ini diucapkan saat seseorang bersilaturahmi, dengan tujuan ingin meminta maaf kepada orang yang ditemuinya. Namun, ternyata banyak orang terjebak dalam kesalahpahaman akan esensi dari ungkapan ini.

“Banyak yang mengira kalimat ‘Minal Aidin Wal Faidzin’ memiliki arti ‘mohon maaf lahir dan batin’. Rupanya, hal itu merupakan sesuatu yang keliru dan kerap terjadi di masyarakat Indonesia. Tetapi, ini bukanlah masalah yang besar,” ujar dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Gigit Mujianto, Drs., M.Si.

Advertisement

Gigit menjelaskan bahwa sebenarnya kalimat ‘Minal Aidzin Wal Faidzin’ merupakan bentuk ekspresi suka cita dan rasa syukur. Ungkapan ini ditunjukkan setelah berhasil menjalani ibadah puasa dan menahan hawa nafsu selama bulan Ramadan.

Lebih lanjut, kalimat tersebut merupakan penggalan dari kalimat yang mengandung doa. 'Ja'alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin' yang berarti semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang kembali dan yang memperoleh kemenangan.

“Awalnya, itu adalah ucapan selamat di kalangan para sahabat Rasulullah kepada mereka yang baru pulang dari peperangan. Namun, di Indonesia kalimat tersebut mengiringi tradisi halal bihalal yang pertama kali dirintis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I,” jelasnya.

Ia melanjutkan bahwa setelah Idul Fitri, KGPAA Mangkunegara I mengadakan pertemuan antara raja dengan para penggawa (kepala desa) dan prajurit secara serentak di balai istana untuk saling bermaafan. Padahal, selain di Indonesia, tidak ada tradisi berjabat tangan secara massal untuk saling memaafkan setelah shalat Idul Fitri. Terlebih, sambil mengucapkan 'Minal aidzin wal faidzin’.

“Meskipun demikian, penggunaan kalimat ini dalam konteks halal bihalal bukanlah bagian dari syariat agama. Oleh karena itu, tidak jadi masalah kalau digunakan untuk menjalin silaturahmi serta sebagai ekspresi bahagia dan rasa syukur di hari yang fitri," tambah Gigit.

Namun, ia juga mengingatkan agar penggunaan kalimat tersebut tidak disalahgunakan sebagai basa-basi permintaan maaf kepada orang lain. Menurutnya, bersilaturahmi itu harus tulus dan perlu pemahaman makna kalimat yang diucapkan. Bukan sekedar ikut-ikutan tren yang sedang berkembang.

“Jika masyarakat suka berbasa-basi daripada mengucapkan sesuatu dengan tulus, dampak panjangnya adalah lunturnya nilai-nilai kejujuran di tengah masyarakat dan pemerintahan,” risaunya.

Menilik dari kejadian tersebut, Gigit menyebut bahwa kesalahpahaman dari penggunaan kalimat ‘Minal Aidzin Wal Faidzin’ sebagai permohonan maaf didasari karena pengaruh tradisi dan kurangnya literasi di masyarakat. Selain itu juga karena kurangnya kajian terkait ilmu agama, utamanya mengenai ber-Idul Fitri yang baik dan benar. Sehingga, kejadian ini kerap terulang.

“Ke depannya, ada baiknya untuk menjadikan media massa dan media sosial sebagai sarana berdakwah dan saling nasihat menasihati untuk kebenaran dan kesabaran. Dengan demikian, media akan memihak kebenaran dan ikut andil untuk memperbaiki keadaan masyarakat,” pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES