Pendidikan

Konferensi Internasional FH UB Bahas Keadilan Restoratif Untuk Perempuan, Disabilitas, dan Masyarakat Adat

Rabu, 11 September 2024 - 21:20 | 23.06k
Gelaran konferensi internasional yang digelar oleh FH UB, Rabu (11/9/2024) di Auditorium FH UB. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Gelaran konferensi internasional yang digelar oleh FH UB, Rabu (11/9/2024) di Auditorium FH UB. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar konferensi internasional bertajuk "Membangun Ketahanan dan Mengatasi Dampak Perubahan Iklim melalui Kerangka Restorative Justice", Rabu (11/9/2024), di Auditorium FH UB.

Konferensi ini merupakan hasil kolaborasi dengan Australia Catholic University (ACU) Thomas More Law School dan Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN).

Advertisement

Dekan FH UB, Aan Eko Widiarto, mengatakan, konferensi ini bertujuan untuk mendiseminasikan hasil penelitian yang mengeksplorasi penggunaan prinsip-prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

"Dalam rangka menghadapi pemanasan global itu kami mengambil tema restorative justice. Kita mengembangkan keadilan restorasi, yang disitu keadilannya kita titik beratkan pada 3 hal. Pertama  adalah perempuan, kedua Disabilitas, ketiga masyarakat adat," ucapnya.

Sehingga melalui kegiatan yang didukung oleh Pemerintah Australia melalui Collaboration for Knowledge, Innovation, and Technology Australia and Indonesia ini, tiga kelompok tersebut bisa mendapatkan keadilan akibat dampak perubahan iklim ini.

"Misalnya, bagi kelompok disabilitas, akses mereka dengan adanya pemanasan global ini semakin terbatas. Sehingga dalam Musrenbang, seharusnya mereka didengar agar aksesnya lebih baik lagi untuk memberikan keadilan bagi mereka," imbuh Aan.

Dia mengambil contoh, akibat pemanasan global, para penyandang disabilitas mempunyai resiko lebih tinggi apabila beraktivitas di luar ruangan. Sehingga keluhan dan masukan mereka harus didengar oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan.

"Kalau tidak bisa masuk ke Musrenbang, tidak akan pernah dipikirkan oleh negara. Begitu pula perempuan dan masyarakat adat. Khusus di Jawa Timur kita ambil tengger, ternyata banyak sekali akibat pemanasan global ini dampaknya bagi masyarakat adat, khususnya aspek pertaniannya," tuturnya.

Sehingga melalui konferensi internasional ini, pihaknya ingin beberapa keadilan restoratif, khususnya bagi golongan disabilitas, perempuan, dan masyarakat adat ini bisa diwujudkan di masa mendatang.

Di tempat yang sama, Rektor UB, Prof. Widodo, mendukung dan mengapresiasi gelaran ini. Menurutnya, forum ini mempertemukan berbagai penelitian yang berhubungan langsung dengan komunitas.
penelitan

"Reseacrh yang langsung berhubungan dengan komuniti akan memberikan  impact. Harapanya data yang terkumpul menjadi kebijakan. Saya minta pak dekan data yang ada bisa tersanpaikan kepada pemegang kebijakan tertinggi, yakni Presiden," tutur Rektor.

Dia juga menegaskan, konferensi ini sejalan dengan visi dan misi UB untuk menjadi kampus yanh inklusif. "Sangat sejalan dengan visi dan misi kita sebagai kampus yang terbuka, inklusif, memiliki global mind set. Kita itu eksis dan memiliki kontribusi terhadap peradaban global," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES