Pendidikan

Akademisi Kota Malang Bahas Soal Revisi KUHAP, Tegaskan Perlunya Penekanan Fungsional

Sabtu, 26 April 2025 - 16:40 | 6.82k
Para akademisi Unversitas Muhammadiyah Malang (UMM) saat membahas tentang Revisi KUHAP. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Para akademisi Unversitas Muhammadiyah Malang (UMM) saat membahas tentang Revisi KUHAP. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Akademisi di Kota Malang belakangan ini tengah menyoroti tentang revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Sebab, revisi KUHAP ini tengah dikebut dan bakal disahkan segera di tahun 2026 mendatang.

Pembahasan tersebut seperti yang dilakukan di Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam agenda Forum Gruop Discussion (FGD) tentang Optimalisasu Kinerja Lembaga Penegak Hukum melalui Pembaruan Hukum Acara Pidana yang dilaksanakan di GKB 4 UMM, Sabtu (26/4/2025).

Advertisement

Dalam FGD tersebut, para akademisi menyoroti pentingnya penegasan asas diferensiasi fungsional dalam proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Tongat, SH, M.Hum, mengatakan, asas ini menekankan bahwa setiap institusi penegak hukum harus memiliki kewenangan yang jelas dan berbeda untuk menghindari potensi intervensi antar lembaga dalam proses penegakan hukum.

Menurutnya, sejumlah pasal dalam draft KUHAP terbaru dinilai masih membuka peluang terjadinya tumpang tindih kewenangan.

"Ada beberapa ketentuan yang masih bisa menimbulkan peluang intervensi antar lembaga. Ini tentu harus dikawal agar asas diferensiasi fungsional yang telah dianut sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 bisa tetap terjaga dengan baik," ujar Tongat, Sabtu (26/4/2025).

Sorotan utama mengarah pada klausul penyidikan, menurutnya Tongat, dalam draft disebutkan adanya istilah 'penyidik tertentu' selain penyidik dari Kepolisian Republik Indonesia. Meski telah disertai dengan penjelasan tambahan, penggunaan istilah tersebut dinilai berpotensi menimbulkan multi-tafsir di lapangan.

"Perancang undang-undang mestinya membatasi seminimal mungkin munculnya pasal-pasal yang berpotensi multi-tafsir. Ini penting agar proses penegakan hukum tidak berkembang liar dan justru menciptakan ketidakpastian hukum," ungkapnya.

Dengan KUHAP baru yang ditargetkan berlaku pada Januari 2026, Tongat menilai, masih ada waktu untuk memperbaiki draft yang saat ini sudah memasuki versi 3 Maret 2025. 

"Kalau dikerjakan bersama, dengan evaluasi kritis dari akademisi, praktisi, hingga unsur kekuasaan, pembahasan pada September hingga Oktober 2025 nanti masih bisa dimanfaatkan untuk penyempurnaan," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES