Pendidikan

Guru Madrasah di Tasikmalaya Bertahan di Tengah Ketidakpastian Dana BOS Triwulan II 2025

Selasa, 17 Juni 2025 - 14:29 | 18.91k
Nanang Abdul Ropik Kepala Madrasah Ibtidaiyah l Gunungyuda, Cigantang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya memberikan keterangan kepada TIMES Indonesia diruang kerjanya. Selasa (17/6/2025). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Nanang Abdul Ropik Kepala Madrasah Ibtidaiyah l Gunungyuda, Cigantang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya memberikan keterangan kepada TIMES Indonesia diruang kerjanya. Selasa (17/6/2025). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Di Kota Tasikmalaya dunia pendidikan terus bergerak menyesuaikan zaman dan teknologi, realita yang dihadapi para guru madrasah di Kota Tasikmalaya justru berbanding terbalik. Belum cairnya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)  hingga Pertengahan Juni 2025 membuat Guru Honorer Madrasah di Kota Tasikmalaya harus bertahan dalam ketidakpastian, apalagi kondisi ekonomi para guru saat ini semakin terjepit.

Hingga pertengahan Juni 2025, dana BOS triwulan kedua yang seharusnya menjadi urat nadi operasional madrasah, belum juga cair. Ketidakpastian ini menyisakan kecemasan mendalam, khususnya bagi para guru honorer yang menggantungkan hidup dari dana tersebut.

Advertisement

Rima (45), seorang guru honorer di salah satu MTs swasta di wilayah Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, menceritakan perjuangan dan kesabaran yang harus ia dan rekan-rekannya lalui. Sudah 22 tahun ia mengabdi di dunia pendidikan madrasah, namun hingga kini penghasilan utamanya masih sangat minim.

“Dana BOS ini satu-satunya harapan kami. Honor kami per jam hanya Rp15.000 sampai Rp17.000. Tanpa pencairan BOS, kami harus bertahan dengan sisa tabungan, bahkan ada yang mulai kesulitan untuk sekadar ongkos ke madrasah,” ungkapnya lirih.

Rima menjelaskan, beberapa guru terpaksa meminjam ke koperasi madrasah demi menutupi kebutuhan harian, termasuk biaya transportasi dan makan sehari-hari.

Kondisi memprihatinkan ini turut dirasakan oleh Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) Gunungyuda, Cigantang, Kecamatan Mangkubumi, Nanang Abdul Ropik. Ia menyatakan bahwa kegelisahan akibat belum cairnya dana BOS bukan hanya dirasakan oleh guru honorer, tapi juga berdampak langsung pada proses pembelajaran dan berbagai kegiatan operasional madrasah.

“Di madrasah kami ada 13 guru honorer Non-ASN dan satu guru ASN, dengan jumlah siswa mencapai 262 orang. Tanpa dana BOS, kegiatan rutin, evaluasi pembelajaran, dan bahkan pembayaran honor guru terancam mandek,” jelas Nanang saat ditemui TIMES Indonesia di ruang kerjanya, Selasa (17/6/2025).

Menurutnya, keterlambatan pencairan BOS kali ini sangat tidak lazim. Di tahun-tahun sebelumnya, meskipun sistem dan regulasi sempat berubah, pencairan BOS tetap berjalan lebih lancar dan terjadwal. 

Namun di tahun 2025, khususnya untuk triwulan II, belum ada informasi yang jelas dari Kementerian Agama Kota Tasikmalaya maupun dari pusat (Kemenag RI).

Nanang yang sudah mengabdi 30 tahun menjadi guru madrasah menuturkan bahwa pihak madrasah sudah melakukan berbagai upaya komunikasi, baik langsung maupun melalui sistem Rencana Anggaran Kegiatan Madrasah (RAKM) yang dikelola oleh Kemenag. Namun hingga kini, belum ada jawaban pasti terkait kapan dana BOS akan cair.

“Informasi terakhir yang kami terima, pengajuan BOS triwulan II baru sampai ke Direktorat Jenderal Anggaran Keuangan. Kalau begitu alurnya, apakah akan terus seperti ini tiap triwulan? Tentu ini sangat mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Nanang menambahkan, tak hanya soal BOS, para guru madrasah juga menghadapi masalah lain terkait Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan kebijakan Inpassing. Guru yang telah berusia lebih dari 55 tahun kini tidak lagi mendapatkan SK Inpassing. Padahal, SK Inpasing inilah yang menyetarakan tunjangan guru non-ASN dengan ASN berdasarkan pangkat dan golongan.

“Di Dinas Pendidikan, kebijakan inpasing tetap berjalan meski usia guru lebih dari 55 tahun. Tapi di Kemenag, justru dibatasi. Ini ketidakadilan,” ungkap Nanang.

Ia juga menyebut bahwa pengajuan kenaikan pangkat dan golongan bagi guru non-ASN pun seharusnya bisa dilakukan sebagaimana ASN. Namun, banyak hambatan birokrasi dan regulasi yang membuat guru madrasah semakin terpinggirkan.

Analisis dari Nanang menunjukkan bahwa kemungkinan besar keterlambatan ini merupakan imbas dari kebijakan efisiensi yang tertuang dalam Inpres No. 1 Tahun 2025. Instruksi Presiden tersebut mewajibkan setiap kementerian dan lembaga melakukan penghematan anggaran, termasuk yang bersifat rutin seperti dana BOS.

“Kalau ini benar karena efisiensi, kenapa harus menyentuh hal-hal yang menyangkut kesejahteraan guru? Bukankah pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama?” tegasnya.

Nanang pun mendesak Kementerian Agama, baik di tingkat kota maupun pusat, untuk lebih transparan dan memberikan informasi yang jelas serta cepat kepada pihak madrasah.

Para guru madrasah di Tasikmalaya hanya berharap agar pencairan dana BOS segera dilakukan. Mereka tidak menuntut lebih, hanya ingin hak mereka diberikan sesuai dengan waktu dan kebutuhan. Dalam situasi ekonomi yang semakin sulit, keterlambatan seperti ini bisa berakibat fatal bagi keberlangsungan pendidikan dan kesejahteraan para pendidik.

“Kami hanya ingin kejelasan. Tolong jangan biarkan kami terus menunggu dalam ketidakpastian. Ini bukan hanya soal dana, tapi juga soal masa depan pendidikan madrasah di Indonesia,” pungkas Nanang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES