Dari Bedah Buku China Space di Masjid Istiqlal, Menenun Harapan 75 Tahun Indonesia-Tiongkok

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah riuh ibu kota yang terus bergerak, satu sudut sejarah dan harapan kembali dibuka di Masjid Istiqlal. China Space Masjid Istiqlal menjadi saksi peristiwa intelektual dan spiritual dalam bedah buku “Mengarungi Jejak Merajut Asa: 75 Tahun Indonesia-Tiongkok”.
Buku ini adalah sebuah karya monumental yang menelusuri jejak diplomasi dua bangsa besar dalam kancah global.
Advertisement
Bukan sekadar acara literasi, namun momentum ini menghadirkan kesadaran bersama: bahwa narasi sejarah tidak hanya untuk dikenang. Tetapi untuk ditenun kembali menjadi harapan.
Dengan penuh semangat, para akademisi, aktivis muda, pejabat negara, dan komunitas hadir menyatu dalam dialog lintas waktu, lintas budaya.
Buku yang diberi pengantar oleh Menteri Luar Negeri RI Sugiono, ini membentang dari kisah era Soekarno hingga Prabowo. Dari Konferensi Asia-Afrika di Bandung hingga kolaborasi strategis di BRICS.
Ia tidak hanya menyentuh dimensi politik dan ekonomi. Tetapi juga mengungkap lapisan-lapisan budaya dan keberagaman melalui sorotan seperti koleksi pers Melayu-Tionghoa hingga dinamika China Space di Istiqlal sendiri.
Dalam sambutannya yang hangat dan inspiratif, Koordinator Staf Khusus Menteri Agama, Faried F. Saenong, menyampaikan penghargaan mendalam terhadap keberlanjutan narasi Indonesia-Tiongkok. Baginya, buku ini bukan sekadar dokumentasi, melainkan lensa strategis bagi diplomasi publik dan rekonsiliasi kultural.
“Saya mengapresiasi penulis yang sangat produktif dalam mewarnai dialektika dinamika hubungan Indonesia dan Tiongkok,” ujar Faried.
Ia menekankan pentingnya kesinambungan narasi, agar diplomasi tidak hanya berjalan di meja perundingan. Tapi hidup di hati rakyat kedua bangsa.
Sementara itu, Mulyono Lodji, Direktur The Invoice of Istiqlal, turut mengapresiasi hadirnya karya ini. Dalam nada penuh semangat, ia menyampaikan bahwa karya tulis semacam ini adalah pilar penting dalam membangun jembatan antarbangsa.
“Tanpa narasi yang koheren, sulit bagi sebuah gagasan untuk berdampak luas. Buku ini substansial karena membahas sejarah masa lalu hingga isu kontemporer,” tuturnya.
Penulis buku, Budy Sugandi, yang juga Wasekjen PP GP Ansor dan alumni doktoral dari Southwest University Tiongkok, membawa dimensi analisis tajam namun mengalir. Dengan bahasa yang membumi, ia menuturkan bahwa Indonesia dan Tiongkok adalah dua kekuatan masa depan yang saling membutuhkan.
“Kerja sama strategis telah terjalin kuat, termasuk dalam proyek besar seperti kereta cepat, infrastruktur, dan energi terbarukan,” jelas Budy.
Ia juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memilih Tiongkok sebagai destinasi kunjungan kenegaraan pertama, menandai pentingnya relasi ini ke depan.
Acara ini pun semakin hidup dengan hadirnya suara-suara muda. Sybli Adam, ketua Bidang Hubungan Internasional PB PMII, serta Alizza Laily Yuhanna, Sekretaris Bidang Hubungan Internasional KOPRI PB PMII, memberikan perspektif segar tentang masa depan hubungan dua negara di tangan generasi muda.
Dengan dipandu oleh moderator Fahri Badina Nur dan MC Alvia Sabrina, sekitar 100 peserta dari beragam latar belakang tampak larut dalam semangat literasi, kebangsaan, dan persahabatan internasional. Ruangan tidak hanya penuh oleh suara, tetapi juga oleh semangat: bahwa masa depan diplomasi harus ditulis bersama, dari akar budaya hingga forum-forum global.
Bedah buku ini bukanlah akhir, melainkan permulaan. Sebuah panggilan untuk terus menulis, merekam, dan membangun jembatan antarbangsa. Di tengah riak perubahan dunia, Masjid Istiqlal kembali menegaskan perannya sebagai rumah kebudayaan dan persaudaraan umat manusia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |