Peristiwa Daerah

Usung Konsep Kopi Lego, Gombengsari Siap Go International

Kamis, 27 Oktober 2016 - 18:14 | 132.66k
Wisatawan asing yang datang ke Festival Kopi Lego menyangrai kopi yang dipetiknya, Kamis (27/10/2016). (foto: Istimewa)
Wisatawan asing yang datang ke Festival Kopi Lego menyangrai kopi yang dipetiknya, Kamis (27/10/2016). (foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Menjadi Kampung Wisata baru swadaya mandiri, Warga Lingkungan Lerek, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro Banyuwangi menggelar Festival Kopi Lego selama dua hari, Rabu dan Kamis (26-27/10/2016).

Hariyono Ketua Komunitas Kopi Lego menjelaskan, nama Kopi Lego sendiri merupakan akronim dari Kampong Kopi Lerek Gombengsari. Adapun yang menjadi tema besar acara ini adalah untuk mempromosikan potensi wisata desa Gombengsari sebagai desa penghasil kopi secara nasional maupun internasional.

Advertisement

Acara yang juga disupport Gerakan Hiduplah Indonesia Raya (Hidora) ini diawali kegiatan tur kebun kopi. Sebanyak 40 wisatawan asing dan puluhan wisatawan lokal yang hadir juga turut menyangrai, menumbuk dan meminum kopi hasil olahan mereka sendiri.

"Setiap hari pengunjung yang datang bisa menikmati tur kebun kopi seperti ini," tutur Hariyono, Rabu (26/10/2016).

Setelah itu, para wisatawan diarahkan ke kandang kambing etawa warga untuk memberi makan, memerah susu kambing dewasa dan memberikan dot susu untuk anak kambing.

Malam hari, acara diisi berbagai penampilan musik sesuai minat pelaku Komunitas Kopi Lego yang mayoritas merupakan pemuda Lingkungan Lerek. Hari ke-dua festival, juga digelar acara yang sama dengan dihadiri 8 orang blogger wisata dan jejaring pelaku pariwisata dari Jerman, Kanada, New Zeland, Libya dan Australia.

Tema wisata Kopi Lego bukannya tidak terhadang masalah, karena terpasang setidaknya 2 banner di pinggir jalan dan 1 baliho atas jalan dengan tulisan besar menyatakan "Warga Menolak Dibangun Homestay Apapun Alasannya".

Menanggapi hal itu, kepada TIMES Indonesia, Samsudin selaku Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Gombengsari, menjelaskan bahwa memang ada sebagian warga muslim fanatik yang menolak kegiatan wisata karena khawatir banyak wisatawan dengan pakaian terlalu terbuka masuk desa dan timbul banyak kemaksiatan.

"Tapi itu sudah kita bicarakan di Kelurahan dan sudah selesai," ungkap Samsudin.

Mengenai atribut penolakan warga yang belum diturunkan, Samsudin mengakui masih membutuhkan waktu untuk benar-benar menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut.

"Saya akan berkomunikasi dengan mereka secara bertahap. Kita beri pengertian bahwa kalau kita yang membuka obyek wisata, wisatawan yang datang bisa kita minta menaati berbagai aturan setempat karena tempat ini tetap milik kita," pungkas Samsudin.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES