Diguncang Impor Cangkul, Pande Besi Lamongan Tak Takut Tersaingi

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan datangnya cangkul impor dari China. Impor dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk langsung oleh pemerintah.
Namun, mendatangkan cangkul dari negeri Tirai Bambu - sebutan lain China menjadi sebuah ironi, sebab di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, terdapat satu desa yang perajin besi yang biasa memproduksi cangkul dan peralatan lainnya.
Advertisement
Desa Moropelang, Kecamatan Babat, yang terletak di sebelah barat Kota Lamongan ini setidaknya terdapat 10 orang pande besi yang setiap hari berkutat dengan besi untuk dijadikan cangkul, parang, maupun sabit.
Bermodal peralatan sederhana dan berbekal ilmu yang diwariskan para orang tuanya, tangan-tangan terampil pande besi di Desa Moropelang, setiap hari menghabiskan waktunya untuk menjadikan besi padat menjadi peralatan kerja yang sangat di butuhkan masyarakat, terutama petani.
Ditengah santernya pemberitaan pemerintah mengimpor cangkul dari China, para perajin cangkul tradisional ini tak bergeming. "Impor cangkul dari China tidak ada pengaruh. Tidak takut kesaingan saya," kata Hartono, satu di antara pande besi di Desa Moropelang, Hartono, Selasa (8/11/2016).
Hartono yang telah menekuni pekerjaan sebagai pande besi sekitar 17 tahun silam ini, bahkan membeli cangkul buatan China dengan merek Scock Brand. "Cangkul China banyak beredar di sini, saya sengaja beli untuk saya modifikasi lagi," ujarnya.
Ini Perbandingan Kualitas Cangkul Lokal dan Cangkul Made in China
Menurut Hartono, dengan ukuran yang sama dengan panjang mata cangkul 25 cm dan lebar 15 cm, cangkul impor China lebih ringan di banding cangkul buatan pande besi. Perbedaan berat ini sendiri, menunjukan kualitas besi yang digunakan cangkul lokal lebih berkualitas.
"Lebih kuat buatan pande, karena lebih tebal pelat besinya, dari China buatan dari besi cor, jadi lebih tahan ini buatan pande," ucap Hartono.
Memang, apabila dilihat dari penampakan luar, cangkul buatan China memiliki finishing yang jauh lebih baik dengan pelat cangkul yang lebih merata. Penampilan di bagian pengelasannya pada cangkul China memiliki tekstur yang mulus.
Sementara, cangkul lokal memang masih terlihat kasar dan tak merata pada bagian pengelasannya. Khususnya pada sambungan mata cangkul dan gagang cangkul yang biasa dipakai untuk meletakkan pegangan yang terbuat dari kayu. "Tajamnya juga tajam buatan pande," tuturnya.
Kemudian untuk membandingkan bentuk lempengannya, cangkul pabrikan China sengaja dibuat sedikit melengkung, dengan model persegi empat. Sementara untuk cangkul lokal sendiri dibuat oval, sehingga lebih memudahkan pengguna perkakas yang populer disebut pacul ini mencangkul tanah lebih dalam.
"Berkualitas buatan pande, cangkul buatan sendiri, kalau cangkul China buatan pabrik tidak bisa seperti ini, gak ada kerekannya," tuturnya menjelaskan.
Melihat kualitas cangkul made-in China dan cangkul produksi pande besi Indonesia yang jauh lebih baik tersebut, membuat harga cangkul lokal dengan ukuran yang sama jauh lebih mahal daripada cangkul China.
"Harganya cangkul China lebih murah, cuma 24 ribu rupiah karena kualitasnya kalah bagus. Kalau cangkul buatan pande, 45 ribu rupiah," katanya. Sementara untuk gagang cangkulnya dijual terpisah dengan harga Rp 10.000 hingga Rp15.000.
Lebih lanjut, Ia mengatakan, keberadaan cangkul impor dari China di wilayah Lamongan sama sekali tak mempengaruhi daya beli masyarakat. "Lebih laris cangkul lokal, ada cangkul China gak ada penurunan. Malah naik," tuturnya.
Apalagi, ditambahkan Hartono, cangkul China tak bisa digunakan untuk petani. "Pacul China untuk proyek tidak bisa untuk orang tani, petani lebih milih pacul lokal," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Sukmana |