Peristiwa Daerah

Lokasi Jatuhnya Pesawat Silk Air Bisa Jadi Objek Wisata Potensial

Jumat, 23 Desember 2016 - 15:07 | 598.22k
Keluarga korban korban pesawat Silk Air menabur bunga di Sungai Musi, lokasi jatuhnya pesawat pada tahun 1997. (Foto : Latif For TIMES Indonesia)
Keluarga korban korban pesawat Silk Air menabur bunga di Sungai Musi, lokasi jatuhnya pesawat pada tahun 1997. (Foto : Latif For TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUASIN – Musibah jatuhnya pesawat Silk Air 19 Desember 1997 di Desa Tanjung Emas, Makarti Jaya, Banyuasin, Sumatera Selatan, ternyata menyimpan potensi wisata jika dikembangkan dengan baik. Setiap tahunnya keluarga korban jatuhnya pesawat Silk Air selalu mengunjungi lokasi jatuhnya pesawat untuk berziarah, mengenang serta tabur bunga.

Hal ini diungkapkan oleh Latif dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sumatera Selatan saat berbincang dengan TIMES Sumsel, Jumat (23/12/2016) terkait kunjungan wisata ke Sumatera Selatan.

Advertisement

Dia mengatakan setiap tahun keluarga korban jatuhnya pesawat Silk Air di Sungai Musi wilayah hilir, selalu datang dan mayoritas berasal dari Singapura. "Tragedi 1997 ini menelan korban jiwa 104 orang termasuk kru pesawat Silk Air," katanya.  

masjidJ2nep.jpgMasjid Nur Syaibani Dibangun Oleh Keluarga Korban Pramugari Muslim Tragedi Silk Air 1987 Tidak Terawat (Foto : Latif For TIMES Indonesia)

Pihaknya selama ini selalu mendampingi para keluarga korban yang ingin berkunjung. Keluarga korban yang berkunjung di lokasi jatuhnya pesawat setiap tanggal 19 Desember itu mencapai 30 orang namun untuk setiap 10 tahunnya jumlahnya bisa mencapai 50 orang.

"Informasi dari parkumpulan keluarga korban jatuhnya Silk Air 1997 akan datang 100 orang keluarga korban untuk mengenang 20 tahun tragedi jatuhnya pesawat tersebut," ungkap Latif.

Dalam pelayanan mereka selalu meminta pelayanan hotel bintang lima. Menurut Latif, ini merupakan potensi yang bisa dikembangkan jika dikemas dan dikelola dengan baik.

"Di sana juga ada masjid Nur Syaibani, yang dibangun oleh keluarga korban pramugari Silk Air yang Muslim dan masjid diberi nama pramugari tersebut. Pembangunan berasal dari dana asuransi tragedi tersebut," ujarnya. 

Namun sayangnya masjid tersebut kurang terawat dan tidak terpelihara dengan baik. Padahal jika dikembangkan bisa sebagai aset wisata karena berada di pinggir hilir sungai Musi yang panoramanya indah serta punya nilai historis. "Coba bayangkan jika setiap 19 Desember ada event dilokasi tersebut," terang Latif.

Latif menjelaskan, sebelum ke lokasi pesawat jatuh, biasanya para keluarga korban Silk Air datang terlebih dahulu di pekuburan massal korban tragedi Silk Air di Kebun Bunga Palembang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES