Peristiwa Daerah

Lagu Lawas Banyuwangi Dipopulerkan dengan Lewat Musik Jazz dan Ethnic

Minggu, 02 April 2017 - 10:38 | 78.06k
Penampilan Sanggar Kuwung Wetan dalam Konser Jazz Ethnic Pulau Santen, Sabtu (1/4/2017) malam. (Foto: Ahmads/TIMES Indonesia)
Penampilan Sanggar Kuwung Wetan dalam Konser Jazz Ethnic Pulau Santen, Sabtu (1/4/2017) malam. (Foto: Ahmads/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bertujuan populerkan kembali lagu-lagu lawas Banyuwangi, masyarakat Pulau Santen, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi, Jawa Timur secara swadaya menggelar konser Jazz Ethnic di tepi pantai, Sabtu (1/4/2017) malam. Lagu-lagu yang ditampilkan diantaranya Impen-impenan, Luk-luk Bumbu yang populer di tahun 60-70an.

Ada juga lagu Ulan Andong-ando dan Mak Ucuk yang menceritakan anak manja yang terus-terusan meminta uang kepada ibunya.

Advertisement

Sanggar Kuwung Wetan dari Desa Rejoagung, Kecamatan Srono, Banyuwangi menjadi salah satu kelompok musik yang tampil di acara ini. Mereka membawa 15 orang anggotanya membawakan lagu lama Banyuwangen dengan Gamelan Banyuwangi yang disatukan dengan musik Jazz.

“Biasanya musik ethnic hanya nempel, tampil sebagai selingan atau pembuka saja di konser lagu Jazz. Kali ini benar-benar kita satukan dalam lagu-lagu yang kami bawa. Jazz dipilih karena lagu berbahasa Osing Banyuwangi yang bermusik pop dan rock sudah banyak,” kata Dwi Agus Cahyono, pemuda usia 26 tahun yang telah menjadi pengasuh Sanggar Kuwung, Minggu (2/4/2017).

Diakuinya bukan perkara mudah memadukan Gamelan Banyuwangi yang sarat pakem dan aturan dengan gaya Jazz yang lebih ekspresif, apalagi latihan di mulai 3 minggu saja sebelum acara. Total, mereka berlatih sebanyak tujuh kali.

Meski latihan singkat, musik yang dihasilkan sangat harmonis. Pemuda setempat, pengunjung, bahkan wisatawan asing ikut menikmati dan menari menikmati musik etnik berpadu irama jazz.

“Kita sedang mengembangkan musik Jazz Ethnic ini, bagaimana pakem gamelan tetap dipenuhi dan ekspresi jazz juga tetap kita dapat,” sambung Dwi, panggilan Dwi Agus Cahyono.

Penampil lain merupakan gabungan musisi lintas negara yakni, pemain saxophone, flute dan sapek Ali Gardy (Situbondo, Indonesia), kelompok musik akustik The Maspoh (Malang – Indonesia) dan pemain instrumen saltery Takeshi Lua (Jepang). Mereka juga menyatukan lagu ethnic Banyuwangi dengan Jazz, tanpa latihan.

Ali Gardy Rukmana yang juga telah bergabung dengan Sound of Borobudur itu lebih suka mengatakan musik yang mereka bawakan sebagai fusion, dimana lagu Banyuwangi yang disadur menggunakan ritme Salsa yang juga termasuk pada Jazz.

Menurutnya penting untuk mempopulerkan kembali lagu-lagu lama Banyuwangi agar menjadi Cagar Budaya dan tidak menjadi fosil bunyi yang hanya dipajang tanpa mendapat respon.

“Saya bersyukur acara ini mengangkat spirit Jazz dengan nilai Banyuwangi. Kawan-kawan di Banyuwangi juga menjaga tradisi dengan diambilnya langkah Jazz Ethnic ini lagu lama Banyuwangi akan populer lagi di kalangan anak muda,” kata Ali yang bersedia tampil tanpa dibayar.

Acara tersebut terselenggara atas gotong-royong warga dan dukungan dari berbagai pihak, seperti para musisi pengisi acara, Jaringan Kampung (Jaringan Kampung) Nusantara, Komunitas Hidora, Mapala Uniba dan Komunitas Doodle Art Banyuwangi.

Warga Pulau Santen kini berusaha menjadikan tempat tinggalnya sebagai obyek wisata Kampung Nelayan dengan menggambar mural di dinding-dinding rumah dan menonjolkan kehidupan lokal. Masalah kebersihan yang menjadi tantangan utama justru dijadikan solusi, yakni dengan teknik ecobrick dijadikan barang-barang yang bermanfaat.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES