Peristiwa Daerah

KH Maftuh Said, Sosok Teladan Umat dari Malang

Senin, 21 Agustus 2017 - 01:44 | 725.45k
Rais Syuriah PCNU Kabupaten Malang, Kiai Maftuh wafat sekitar pukul 22.30 WIB, di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Minggu (20/8/2017) (Grafis: TIMES Indonesia)
Rais Syuriah PCNU Kabupaten Malang, Kiai Maftuh wafat sekitar pukul 22.30 WIB, di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Minggu (20/8/2017) (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tahun 1983 adalah tahun bersejarah bagi Kiai Muhammad Maftuh Said. Sekira 34 tahun silam itu Kiai Maftuh mendirikan lembaga pendidikan Pondok Pesantren Al Munawwariyyah di Desa Sudimoro, Bululawang, Kabupaten Malang.

Pada tahun yang sama, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Malang itu juga menerima amanah kelahiran putra bungsunya yang bernama Muhammad Munawwar. 

Nama pesantren itu dinishbatkan kepada sosok kiai besar dari Sedayu Gresik yakni Kiai Munawwar Sedayu, guru dari Kiai Said Muin, ayah Kiai Maftuh.

Perjuangan dalam merintis pesantren dan lembaga pendidikan Islam Al-Munawwariyyah cukup alot dan panjang. Berawal dari belasan santri yang mengaji Aquran hingga saat ini sukses mendirikan lima lembaga; SD, SMP, SMA, SMK Madrasah Islamiyah, dan Tarbiyatul Qur’an Al-Munawwariyyah.

Alumni Al-Munawwariyyah kini sudah tersebar ke seantero Nusantara dan bahkan banyak yang kini melanjutkan studi di Timur Tengah.

"Kesuksesan pembangunan ini cuma berpedoman pada ‘kurdi’, kepanjangan dari sukur dadi (yang penting jadi, Red)," ujar Kiai Maftuh dalam berbagai kesempatan.

Dilahirkan di Tepi Bengawan Solo, tepatnya di Desa Ngaren, Bungah, Gresik, Kiai Maftuh pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) di Bungah Gresik, pada tahun 1956.

Namun, hanya sampai kelas empat saja. Beliau adalah putra pertama dari 13 bersaudara dari pasangan KH Said Muin dan Nyai Hj Mardliyah.

Setelah menuntaskan hafalan Alquran dari sang ayah, Kiai Maftuh meneruskan mondok di Ponpes Al Falah Ploso Kediri, selama 9 tahun.

Tepatnya sejak 1964 sampai 1973. Walau tidak menempuh pendidikan formal secara serius, tapi Kiai Maftuh justru memiliki visi yang tinggi terkait pengembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah keinginan mendirikan Universitas atau lembaga pendidikan tinggi Al Munawwariyyah.

Semasa di pesantren, penderitaan dan kesedihan menjadi teman sehari-hari. Untuk bisa menghilangkan lapar tak jarang Kiai Maftuh kecil hanya berharap pada belas kasihan teman-temannya.

Beliau bahkan kerap menjadi suruhan para senior dan rekannya untuk mendapatkan upah. Selain karena berasal dari keluarga yang kurang mampu, Kiai Maftuh juga termasuk santri yang paling kecil. Namun, semua santri segan dengan Kiai Maftuh karena sudah mampu menghapal Alquran di usia yang  sangat belia yakni sejak usia 9 tahun.

Keluarga Kiai Maftuh memang tergolong usratul huffadz, yaitu keluarga para penghafal Aquran. Ayah Kiai Maftuh, Kiai Said, memang sangat keras ketika mendidik putra-putrinya dalam menghafal Alquran. Hasilnya, 13 bersaudara Kiai Maftuh mampu menghafal Alquran 30 juz.

Julukan sang ayah sebagai asadul Quran atau harimaunya Alquran juga menurun kepada Kiai Maftuh ketika mengajarkan hafalan Alquran.

Metode tahfidzil Quran Kiai Said menginspirasi para pengasuh pondok se-Indonesia untuk memohon doa restu dan izin untuk membuka lembaga penghapal Alquran di pelbagai tempat.

Salah satunya adalah Pengasuh PP. Al-Amin, KH Mohammad Idris Djauhari, pengasuh Ma’had Tahfidz Al-Amien, Prenduan, Sumenep, Madura.

Setelah menikah dengan Nyai Hj. Marfuatun, putri Alm. KH. Mahfudz, dari Kepanjen Malang, Kiai Maftuh muda tinggal di Kepanjen.

Pada pertengahan tahun 1980-an, bersama ketiga putra-putrinya, Nurul Hafshah, Muhammad Agus Fahim dan Hanifah Sa’diyyah, keluarga itu hijrah ke desa Sudimoro.

Mereka menempati sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana. Di rumah itulah untuk pertama kali Kiai Maftuh mengikuti jejak ayahandanya untuk mendidik putra-putrinya menghafal Alquran.

Seiring dengan berjalannya waktu, banyak masyarakat yang ingin menitipkan putra putrinya untuk dididik membaca dan menghafal Alquran.

Nama Kiai Maftuh pendidik membaca dan menghafal Alquran kemudian tersebar bukan hanya di daerah Malang, tapi hampir seluruh pelosok Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terus bertambahnya para santri dari seluruh penjuru Nusantara.

Dari pengakuan jujur beliau saat awal merintis, sebenarnya tidak ada niatan untuk mendirikan pondok pesantren yang sebesar dan semegah seperti saat ini. Dalam membangun fisik pesantren, Kiai Maftuh menerapkan sistem sesuai kebutuhan.

Saat dirasa bangunan sudah tidak memadai lagi untuk para santri, maka segeralah dibangun gedung baru yang jika ditanya dari mana dananya, dengan yakin dan mantap beliau menjawab "Dari Allah SWT."

Diberitakan sebelumnya, Kiai Maftuh wafat sekitar pukul 22.30 WIB, Minggu (20/8/2017), pada usia 67 tahun. Ulama kelahiran Gresik, tahun 1950 itu menghembuskan nafas terakhirnya di kediaman, di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, yang diasuhnya.

Proses pemakaman akan dilaksanakan Senin (21/82017), pukul 10.00 WIB, di pemakaman khusus keluarga besar PP Al-munawwariyyah.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : NU Kita

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES