Jelang Hari Raya Galungan, Pengungsi Kangen Kampung Halaman

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sehari sebelum Hari Raya Galungan yang jatuh pada hari Rabu (01/11/2017) besok, masyarakat Bali biasaya menjalankan tradisi 'ngelawar' atau membuat masakan lawar bisa dari daging ayam atau Babi.
Hal itu juga dilakukan oleh ratusan pengungsi Gunung Agung Kabupaten Karangasem Bali yang berlokasi di Posko pengungsian di Jalan Danau Tempe, Banjar Tanjung, Sanur Kauh, Denpasar Selatan.
Advertisement
Para pengungsi baik wanita maupun pria sibuk di dapur umum untuk membuat lawar. Selain itu mereka juga membuat penjor dan membersihkan halaman untuk persiapan hari raya Galungan.
I Nengah Toyah salah satu pengungsi dari Desa Ban Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem yang masuk wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III mengaku senang bisa ngelawar dan membuat penjor untuk Hari Raya Galungan kendati memang sangat berbeda merayakan hari raya Galungan di Posko pengungsian dan di desanya.
"Besok kita akan bersama-sama sembayang ditempat pengungsian. Kalau di posko sama di desa sangat berbeda. Biasanya kalau di kampung bisa membuat sate dan saling tukar menukar makanan dengan saudara atau bisa kelilng ke rumah teman," ucapnya, Selasa (31/10/2017)
Nengah mengaku suasana menjelang lebaran seperti ini, membuatnya kangen pada desanya.
"Saya sangat kangen kampung, sebenarnya kita juga mau pulang dan sudah bosan di pengungsian, tapi desa saya ada di KRB III pas di kaki Gunung Agung, walaupun statusnya diturunkan jadi Siaga, kami tetap waspada, dan mudah-mudahan Gunung Agung cepat pulih," harapnya.
Pria yang saban harinya bekerja sebagai peternak sapi, berharap pada Pemerintah, jika nanti sudah kembali ke desanya, ada bantuan dari Pemerintah. Ini karena saat status Gunung Agung naik ke Level Awas, dan mengungsi, ia menjual semua sapinya yang berjumlah 7 ekor.
"Saya harap pemerintah bisa memfasilitasi, karena semua sapi saya jual murah waktu mengungsi. Mungkin Pemerintah bisa membelikan anak sapi buat kami ternak kembali. Kalau bisa, ada pasar murah buat kami membeli sapi. Karena waktu mengungsi saya menjual sapi dengan harga Rp 5 juta, padahal saat membelinya Rp 11 juta," jelasnya
Sementara, Koordinator Relawan di Posko Danau Tempe, yakni Made Nursanah menyampaikan jumlah pengungsi mencapai 250 orang yang berasal dari beberapa dusun di Desa Ban.
Mereka masih bertahan disini menunggu kondisi benar-benar aman.
Made juga menuturkan untuk kendala di posko masih belum ada yang signifikan semua masih bisa diatasi. Hanya saja masalah kesehatan yang perlu peran aktif dari Pemerintah atau Posko Kesehatan.
"Mungkin yang perlu di perhatikan adalah masalah kesehatan. Kalau bisa dari Pemerintah atau Posko kesehatan, sesekali mengunjungi posko pengungsi, karena tidak menutup kemungkinan disini bisa banyak penyakit. Apalagi di posko ini banyak langsia dan anak-anak yang rentan sakit, dan memang membutuhkan perawatan untuk melihat kesehatan para pengungsi," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Bali |