Museum dr Mohamad Saleh, Jejak Sang Pendiri Boedi Oetomo

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bagi warga Probolinggo, Jawa Timur, nama dr. Mohamad Saleh tidak asing di telinga. Ia menjadi nama jalan, serta nama museum di kota yang dikenal dengan ikon mangga dan anggur ini.
Nah, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, penulis menyempatkan diri berkunjung ke museum dr. Mohamad Saleh, yang berada di Jalan dr. Mohamad Saleh nomor 1. Museum ini diresmikan 26 Maret 2013 lalu.
Advertisement
Dulu, museum ini merupakan rumah dr. Mohamad Saleh. Di rumah ini, konon pemuda dari berbagai suku sering berkumpul. Mereka berdiskusi bersama dr Saleh, yang merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo. Karenanya, rumah ini disebut sebagai Rumah Bhinneka Tunggalika.
Tepat di depan rumah ini, ada ornamen patung dr. Mohamad Saleh, yang dibangun dua tahun lalu. Kemudian di utaranya, ada beberapa warung nasi yang masih dalam satu area. Saat saya berkunjung sekitar pukul 10.30 WIB, warung-warung ini terlihat ramai. Kebanyakan adalah pelajar.
Saya masuk ke dalam museum. Bertemu dengan dua petugas, dan mengisi daftar kunjungan. Dalam daftar kunjungan itu, saya menjadi pengunjung keenam sejak museum dibuka pukul 08.00 WIB.
Setelah itu saya melihat koleksi di dalamnya. Ada foto, ada meja, kursi, hingga ranjang, ada pakaian, ada obat-obatan, ada buku, majalah dan aneka koleksi lainnya.
Sebagai satu-satunya pengunjung, saya sebenarnya cukup leluasa melihat koleksi di dalamnya. Tapi karena suasanya yang sepi dan tak ada teman ngobrol, plus berhadapan dengan koleksi kuno, saya jadi tak betah dan ingin cepat keluar dari kesan angker.
Saat akan keluar, ada dua pengujung pelajar masuk. Keduanya adalah Angelina dan Fariana, pelajar kelas VII SMPK Mater Dei, yang bersebelahan dengan museum. Karena ada teman, saya urungkan niat untuk segera keluar
Keduanya mengaku cukup sering berkunjung. Keduanya merasa senang melihat koleksi foto-foto masa lalu, yang terpampang di dalam museum. "dr Mohamad Saleh dokter pertama di Probolinggo," kata Angelina.
Bagi mereka, dr Mohamad Saleh merupakan pahlawan nasional. Meski sebenarnya belum. Pemerintah setempat juga belum pernah mengusulkannya ke pemerintah pusat, agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional dengan keputusan presiden.
Yang ditetapkan sebagai pahlawan adalah Abdulrachman Saleh, anak ketiga dari dr. Mohamad Saleh. dr. Mohamad Saleh (1888-1952) punya sebelas anak. Delapan laki-laki, dan tiga perempuan.
Baik Angelina maupun Fariana, tak lama berkunjung ke museum ini. Entah karena tak betah, bosan, atau alasan lain, saya tak tahu. Setelah itu, keduanya keluar dari museum.
Sebelum ikut keluar, saya menyempatkan diri membolak-balik buku daftar pengunjung. Bertapan dengan Hari Pahlawan 2017, pengunjung museum ini tak sampai 10 orang.
"Biasanya yang banyak pas weekend, Sabtu dan Minggu," kata salah satu petugas. Kemudian saya buka catatan pengunjung pada Sabtu dan Minggu lalu: jumlah pengunjungnya di dua hari libur tersebut, ada 20-an orang. Mayoritas adalah pelajar.
Diketahui, dr Mohamad Saleh merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo saat berusia 20 tahun, bersama dr Soetomo dan beberapa mahasiswa STOVIA lainnya.
Selama berada di Probolinggo, dr Mohamad Saleh sering mengumpulkan pemuda dari berbagai suku di rumahnya, yang kini dijadikan museum. Karena itu, tak heran bila rumah tersebut dijuluki sebagai Rumah Bhinneka Tunggal Ika.
dr. Moh Saleh punya 11 anak. Delapan laki-laki dan tiga perempuan. Anak ketiganya, yakni Abdulrachman Saleh, dijadikan sebagai nama bandar udara (bandara) di Malang dan telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Anak laki-laki lainnya, yakni Abdul Azis Saleh, disebut pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman di masa pemerintahan Presiden Soekarno (Orde Lama) dan Presiden Soeharto (Orde Baru).
Perintis Museum dr Mohamad Saleh, Ade S. Permana menyebutkan, pahlawan tanpa tanda jasa ini juga merupakan pendiri Palang Merah Indonesia. Juga pernah mendirikan Parindra. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |
Sumber | : TIMES Probolinggo |