Peristiwa Daerah

Indahnya Pluralisme di Desa Kebangsaan Patoman Banyuwangi

Jumat, 16 Maret 2018 - 18:11 | 173.71k
Pawai Ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi di Patoman Banyuwangi. (FOTO: Dian Effendi/TIMES Indonesia)
Pawai Ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi di Patoman Banyuwangi. (FOTO: Dian Effendi/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Desa Patoman merupakan salah satu desa di Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur. Desa ini terletak satu kilometer selatan Bandara Banyuwangi. Penduduk desa ini cukup plural sehingga layak disebut desa kebangsaan.

Merunut sejarah Blambangan, Patoman merupakan salah satu desa tertua yang berada di dekat Pelabuhan Banyualit (sekarang Blimbingsari). Konon di tempat inilah Agung Wilis bersama pasukannya melakukan persiapan untuk menggempur benteng VOC di pesisir Pantai Banyualit.

Advertisement

Warga di desa ini terdiri dari beragam suku dan agama. Keberagaman ini tak menyurutkan semangat warga Patoman untuk menjaga kerukunan. Sikap saling hormat menghormati, menjaga kerukunan, dan dan menghargai perbedaan selalu dipegang teguh oleh masyarakat setempat.

Sekretaris Desa Patoman, Nuhaini, mengatakan, selama ini tidak pernah terjadi gesekan di tengah-tengah masyarakat. Justru mereka selalu hidup rukun dalam bertetangga dan menjalani kehidupan sosial.

“Justru yang ada adalah sikap saling membantu, gotong royong, dan guyub rukun,” jelasnya, Jum’at (16/3/2018).

Menjaga toleransi antar umat beragama kerap dipraktikkan warga Patoman dengan turut membantu pengamanan umat yang sedang menjalankan ibadah.

Contohnya, lanjut Nuhaini, saat umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi, umat Muslim turut membantu pelaksanaan pengamanan bersama-sama Pecalang setempat.

“Saat Nyepi umat Hindu butuh keheningan dan ketenangan. Pemuda Ansor dan umat Islam yang lain menjaga keamanan lingkungan,” ujarnya.

Sebaliknya, saat Umat Islam merayakan Idul Fitri atau menggelar pengajian, para Pecalang juga turut membantu pengamanan jalannya kegiatan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kerukunan umat juga terlihat dari membaurnya masyarakat setempat, seperti saat hajatan pernikahan atau kegiatan yang digelar pemerintah desa. Baik umat Islam, Hindu, Nasrani, dan Budha saling bantu-membantu.

Bahkan, lanjutnya pembangunan sarana ibadah berupa Pura, Masjid dan Musala juga dilakukan secara gotong royong antar umat beragama.

Keberagaman masyarakat Patoman juga dapat dilihat dari suku yang ada disitu, seperti Madura, Bali, Jawa, dan Osing. Meski kerap menggunakan bahasa dan adat istiadat masing-masing, tapi hal itu tidak menyebabkan persoalan.

“Justru dari keanekaragaman itu membuat desa kami menjadi unik dan bercitra kebangsaan. Toleransi masyarakat layak dijadikan panutan,” jelas Anggota DPRD Banyuwangi, Made Suwastiko.

Made menambahkan, kekuatan masyarakat Patoman menjunjung tinggi pluralisme dan tetap mempertahankan keyakinan serta adat istiadat masing-masing karena didasari rasa persaudaraan yang kokoh.

“Kita adalah saudara, Keutuhan NKRI adalah yang paling utama. Itulah yang kami rasakan sebagai warga Patoman dan Rakyat Indonesia,” ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES