Demi Biaya Sekolah Anak, Ahmad Berjualan Kacang dari Banyuwangi ke Bali

TIMESINDONESIA, BADUNG – Ahmad (40) berhenti sejenak di trotoar yang berdekatan dengan taman Patung Gatot Kaca di pertigaan Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, Bali. Sambi mengusap keringat, Ahmad meletakkan pikulan yang berisi kacang rebus yang menjadi dagangannya, Minggu (29/7/2018).
Beberapa pengunjung yang melihat kedatangan Ahmad, menyempatkan diri untuk menyeberang jalan dan membeli kacang rebusnya beberapa ikat, usai membayar para pengunjung tersebut kembali bersantai di taman.
Advertisement
Ahmad pria asal Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ini, jika saban hari Sabtu dan Minggu, ia berangkat dari desanya dengan membawa bakul kacang yang berisi 500 ikat dengan berat sekitar 4 kilo gram dan memikulnya kemudian menuju Denpasar, Bali.
"Dari desa saya ke Denpasar itu sekitar 5 jam. Jualan kacang keliling ini sudah lebih dari 25 tahun saya lakukan," ucapnya pria tiga anak ini, saat membuka perbincangan dengan TIMES Indonesia . Minggu (29/7/2018).
Ahmad juga menjelaskan, ketika berjualan ke Denpasar, tentunya harus menempuh jarak yang cukup jauh. Berangkat pada jam 12 malam menaiki bus umum menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, dengan membayar karcis Rp 20 ribu.
Sesampainya di pelabuhan, ia melanjutkannya dengan menaiki kapal laut dan menyebrang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali, dengan membayar tiket kapal seharga Rp 7.000. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Denpasar, Ahmad kembali menaiki bus dengan membayar Rp 40 ribu dan turun diterminal Ubung, Denpasar.
"Iya sampai di Denpasar, saya jualan berkeliling sampai kacang habis, kalau sudah habis baru saya pulang. Kadang jam 12 malam langsung pulang ke Banyuwangi, kalau capek iya numpang tidur di Banjar (Balai Desa) atau di kantor Polisi," tuturnya.
Menjadi pedagang kacang keliling, tak jarang Ahmad harus berjalan ke tempat-tempat wisata atau tempat ke ramaian yang berjarak puluhan kilo meter agar kacang rebusnya habis terjual. Hal itu, dilakukan agar menghemat ongkos perjalanan karena dalam kacang rebus yang dijualnya perikat Rp 2000, Ahmad hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.200 dalam perikatnya.
"Iya kadang dari Denpasar jalan kaki ke Nusa Dua, atau di sekitaran Denpasar dan Kabupaten Badung. Iya perna saya berjalan kaki 40 km," ungkapnya.
Ahmad juga menyampaikan, bahwa kacang rebusnya yang dijajakan mengambil dari pengepul di Desanya. Kemudian direbus dan dijual kembali. Selain itu, menjadi pedagang kacang berkeliling bukan hanya dirinya saja di desanya, tapi ada ratusan yang juga menjadi pedagang kacang keliling.
"Iya banyak sampai ratusan yang jualan seperti saya. Tapi rata-rata teman-teman berjualannya ke Bali, ada yang ke Negara, Gianyar, dan Tabanan, tapi juga ada yang di Jawa. kerja seperti ini sampingan saja buat menambah biyaya anak untuk sekolah. Kalau sehari-hari saya petani padi di rumah," tuturnya.
Ahmad juga mengaku, bekerja jadi pedagang kacang keliling untuk membiyayai kedua putra-putrinya yang masih duduk di bangku sekolah. Karena, jika mengandalkan bertani saja tidak cukup untuk membiyayai kedua anaknya.
"Anak saya ada tiga, yang pertama sudah nikah dan punya anak. Kemudian yang kedua putri saya masih kelas dua SMA dan terakhir putra saya masih kelas dua SMP," ujarnya.
Jika terjual habis kacang rebus yang dijajakannya, Ahmad bisa mendapatkan uang sebesar Rp 500 sampai Rp 400 ribu. Namun dari hasil bersihnya Ahmad hanya mendapatkan keuntungan antara Rp 150 dan Rp 200 ribu. Hal itu, karena dipotong modal dan biyaya ongkos di perjalanan.
"Iya kadang habis terjual, kadang juga tidak habis, namanya berdagang iya seperti itu. Tapi alhamduillah cukuplah buat biyaya anak sekolah. Kalau saya dalam satu pekan rutin jualan ke Bali hanya hari sabtu dan minggu saja. Tapi ada juga teman-teman yang dalam sepekan bisa 3 atau 4 kali," tutupnya.
Setelah tak ada lagi pengunjung yang membeli kacang rebusnya, Ahmad menutup perbincangan dengah TIMES Indonesia, dan kembali memikul bakul kacangnya dan melangkah pergi untuk melanjutkan perjalanan ketempat-ketempat ramai yang ditujunya, sebab jika tengah malam nanti, ia harus kembali ke desanya di Banyuwangi, Jawa Timur. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |
Sumber | : TIMES Bali |