Aduk Jenang Bareng untuk Jaga Persatuan dan Kesatuan Warga Tulungrejo

TIMESINDONESIA, BATU – Ratusan warga berkumpul di Lapangan Marto Redjo Gondang sejak Sabtu (6/10/2018) pagi. Mereka berkumpul mengelilingi 20 wajan berukuran raksasa.
Di atas wajan berdiameter 130 centimeter ini, mereka membuat jenang, sebuah makanan tradisional Jawa yang selalu disajikan di hari istimewa atau dalam berbagai hajatan besar.
Advertisement
Dengan menggunakan pengaduk yang terbuat dari kayu dan besi, secara bergantian mereka mengaduk campuran tepung beras, tepung ketan, gula jawa, kelapa serta jahe yang dimasak dalam satu wajan.
Wajan ini ditaruh diatas pawonan, sebuah kompor yang terbuat dari tanah berbahan bakar kayu. Aktivitas ini membutuhkan sedikitnya 400 kilogram tepung beras.
Tradisi unik ini diselenggarakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji untuk menyemarakkan bersih desa yang jatuh bulan Oktober tahun 2018 ini.
“Kalau tahun lalu, satu wajan hanya disiapkan untuk dusun, sekarang satu wajan disiapkan untuk satu RW, kalau dulu jumlah wajan yang disiapkan hanya 7, sekarang 20 wajan kita siapkan untuk 18 RW ditambah 1 wajan untuk Linmas dan 1 wajan untuk perangkat desa,” ujar Ketua Panitia Pelaksana, Suwono yang juga anggota Badan Pemusyawaratan Desa.
Mengaduk jenang ini menjadi tradisi yang selalu dilakukan warga untuk menjaga kesatuan dan persatuan serta keguyuban di desa ini.
Suasana mengaduk memang sangat seru, tidak hanya dilakukan bersama-sama hingga menimbulkan gerakan yang seragam, namun sesekali, masing-masing kelompok berteriak-teriak untuk memberikan semangat kepada para pengaduk agar menyelesaikan adukan jenang.
Mereka harus terus mengaduk, agar jenang yang ada didalam kuali tidak gosong. “Kalau sampai gosong, kita malu, karena itu teman-teman berteriak-teriak untuk memberikan semangat, agar tidak sampai berhenti mengaduknya,” ujar salah seorang warga.
Suliono, Kepala Desa Tulungrejo mengatakan ngudek jenang yang dalam bahasa Indonesia berarti mengaduk jenang merupakan tradisi masyarakat Desa Tulungrejo dahulu kala.
Tradisi ini selalu dilakukan saat ada hajatan pernikahan atau saat merayakan hari raya. Namun sudah 41 tahun, tidak ada ngudek jenang bersama lagi.
Tradisi ini baru dibangkitkan lagi dalam Selamatan Desa Tulungrejo tahun 2017 lalu dan bisa diselenggarakan lagi tahun 2018 ini.
“Konsepnya guyub rukun, supaya seluruh elemen desa ini bisa bersatu, menjadikan desa ini maju. Ada filosofi dari ngudek jenang ini, yakni seberat berat mengaduk jenang itu, akan menjadi ringan, karena jenang itu harus dimatangkan dengan sekuat tenaga kita harus selesaikan bersama,” ujar Suliono.
Jenang yang sudah masak ini akan dibungkus dengan menggunakan bungkus daun pisang, kemudian dibagikan kepada 3300 kepala keluarga.
Malam harinya, akan diselenggarakan tasyarakuran dan doa bersama, sambil makan jenang bersama-sama, sekaligus dilaksanakan musyawarah desa untuk membahas perencanaan program desa tahun depan.
Hadir pula dalam kegiatan tersebut Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko. Selain tradisi aduk jenang bareng ini, dilakukan serangkaian kegiatan hiburan mulai dari jaranan, reyog Ponorogo, sandukan, tari sapu hingga jalan sehat.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Sumber | : TIMES Batu |