Peristiwa Daerah

Catatan Reflektif Hardiknas 2019 dari Pemerhati Pendidikan Asep Sapa'at

Jumat, 03 Mei 2019 - 10:03 | 64.11k
Pemerhati pendidikan, Asep Sapa'at. (FOTO: kpmseikhlasnya)
Pemerhati pendidikan, Asep Sapa'at. (FOTO: kpmseikhlasnya)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – 2 Mei 2019 diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Sebagai seorang pemerhati pendidikan, Asep Sapa'at memiliki catatan penting akan pendidikan di tanah air.

"Tujuan hakiki penyelenggaraan pendidikan nasional adalah membangun jiwa manusia Indonesia," kata Asep kepada TIMES Indonesia, Jumat (3/5/2019).

Advertisement

Menurutnya, dalam dunia pendidikan, guru merupakan aktor utama dalam membangun jiwa anak-anak Indonesia. Di mana, cara dan proses mendidik yang benar menjadi kebutuhan utama dalam membangun jiwa tersebut.

"Berhasil membangun jiwa anak-anak Indonesia bergantung bagaimana cara merawat guru-guru Indonesia," tukasnya.

Lantas bagaimana merawat guru yang dimaksud?

Asep yang juga bagian dari Litbang Klinik Pendidikan MIPA ini menyebut, ada dua makna dari pernyatan merawat guru yang ia sampaikan. Pertama, tercukupinya kebutuhan pokok hidup guru, dan kedua sejahteranya pikiran dan batin guru.

Lebih lanjut, dirinya merinci beberapa langkah kebijakan yang bisa dilakukan dalam rangka merawat guru Indonesia. Diantaranya:

1. Hentikan kebijakan gonta-ganti kurikulum sebelum semua guru di Indonesia paham dan siap menerapkan di ruang-ruang kelas.

"Ada 3 jenis kurikulum, yaitu kurikulum tertulis, kurikulum yang diajarkan guru, dan kurikulum yang dipelajari siswa. Kurikulum tertulis adalah hal paling kecil dan sederhana. Mengubah dokumen tertulis adalah bagian paling mudah dalam kebijakan pendidikan. Hal yang kerap dilakukan pemerintah. Menyiapkan guru yang bisa menerjemahkan kurikulum tertulis menjadi pengalaman belajar bermakna selalu jadi masalah," jelasnya.

2. Lakukan pembenahan pendidikan keguruan dan program pengembangan profesi guru sebelum membenahi dokumen kurikulum.

"Dari sistem pendidikan guru yang baik dan sistem pengembangan profesi guru yang andal akan lahir guru-guru yang profesional dan berkarakter. Profesionalisme guru bisa mendorong anak-anak memiliki prestasi akademik dan non-akademik. Karakter guru yang kuat akan menginspirasi anak-anak menjadi pribadi yang gemar berbuat kebaikan," ungkap Asep.

3. Stop kebijakan UN.

UN menurutnya, berhasil mereduksi makna belajar menjadi sekadar untuk menyiapkan ujian. Selain itu, kecakapan berpikir kritis dan kreatif kurang tereksplorasi dengan sistem penilaian UN yang hanya bisa mengukur keterampilan berpikir tingkat rendah (hafalan).

"Karena standar pelayanan pendidikan belum merata di seluruh Indonesia, kebijakan UN memancing sekolah atau bahkan daerah untuk berbuat curang agar mendapat citra positif terkait prestasinya. Meski fungsi UN sebagai alat kelulusan sudah ditiadakan, fungsi UN sebagai alat pemetaan masih belum berdampak dan bernilai guna dalam perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia," kata Asep.

4. Bantu guru untuk menjadi pribadi yang berkarakter.

"Salah satu caranya, berikan ruang bagi guru untuk didengarkan aspirasinya, aktivitas refleksi mengajar dalam bentuk penelitian dijadikan rekomendasi dalam mengambil kebijakan, yang paling penting guru tak diposisiskan sebagai objek, namun mitra pemerintah dalam kinerja birokrasinya di dunia pendidikan," ucapnya.

Itulah beberapa catatan reflektif dari Pemerhati Pendidikan Asep Sapa'at di peringatan Hardiknas 2019. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES