Dinas PPPA Provinsi Malut Terus Berupaya Tekan Angka Kekerasan Perempuan dan Anak

TIMESINDONESIA, MALUKU UTARA – Angka kekerasan terhadap anak di Maluku Utara (Malut) masih memprihatinkan. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru diperlakukan secara tidak manusiawi.
Jika dilihat secara nasional, Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian PPPA RI per Januari-24 Oktober 2019, angka kekerasan terhadap anak laki-laki sebanyak 2.303 kasus, yang terdiri dari kekerasan fisik 1.215 kasus, kekerasan psikis 637 kasus, kekerasan seksual 598 kasus, eksploitasi 29 kasus, trafficking 18 kasus, dan penelantaran 337 kasus.
Advertisement
Sementara yang terjadi pada anak perempuan sebanyak 4.908 kasus, yang terdiri dari kekerasan fisik 886 kasus, kekerasan psikis 1.253 kasus, kekerasan seksual 3.574 kasus, eksploitasi 50 kasus, trafficking 79 kasus, dan penelantaran 349 kasus.
Di Maluku Utara sendiri, angka kekerasan yang terinput di aplikasi Simfoni pada tahun 2017 sebanyak 140 kasus, yang didominasi oleh Kota Ternate dengan angka 51 kasus. Kota Ternate juga menjadi daerah dengan angka kekerasan tertinggi ditahun 2018 menurut data Simfoni, yaitu 35 kasus dari total 126 kasus se Maluku Utara.
Plt Kadis PPPA Provinsi Maluku Utara Musyrifah Alhadar menjelaskan, tidak menutup kemungkinan data angka kekerasan terhadap anak di Maluku Utara jauh lebih banyak dari data yang diinput dalam aplikasi Simfoni.
"Data yang kita miliki sesuai dengan laporan yang masuk dari kabupaten/kota dan P2TP2A Provinsi yang diinput di aplikasi Simfoni," kata Musryfah melalui keterangan tertulis kepada TIMES Indonesia Selasa (26/11/2019) malam.
Menurutnya, perlindungan anak adalah tanggung jawab semua pihak, baik itu orangtua, anak itu sendiri, masyarakat, dan negara. "Anak sendiri sebagai subyek atau hak-haknya, orangtua dibebankan tanggung jawab untuk hidup dan tumbuh kembang, masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam tanggung jawab orangtua dan kewajiban negara, dan negara berkepentingan pada kualitas anak, dibebani kewajiban untuk mendayagunakan seluruh sumberdaya untuk melindungi anak dan hak-haknya," tuturnya.
Untuk mengakhiri kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, dinas PPPA Provinsi Maluku Utara membuat kebijakan program 1). Pembentukan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak di kabupaten kota. 2). Pelantihan PPRG (Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender). 3). Pelatihan PUHA (Pengarusutamaan Hak Anak). 4). Penguatan SDM P2TP2A. 5). Pembentukan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat). 6). Peningkatan kapasitas Aparat Penegak Hukum. 7). P2TP2A Melaksanakan MoU dengan instansi terkait. 8). Peningkatan kapasitas konseling bagi Pendamping Korban Kekerasan Perempuan dan Anak. 9). Bimtek Simfoni (Sistem Informasi Online) PPA di daerah. 10). Konvensi Hak Anak.
Musyrifah berharap, kebijakan program yang akan dilaksanakan ini berjalan sesuai rencana dan berdampak pada pencegahan dan perlindungan terhadap anak di Malut. "Semoga kita terlepas dari kekerasan terhadap anak dan perempuan, menuju daerah yang ramah anak,"harapnya (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |