Peristiwa Daerah

Lokasi Jatuhnya Silk Air 1997 di Banyuasin Potensial Jadi Desa Wisata

Jumat, 17 Januari 2020 - 15:32 | 345.39k
Speedboat Transportasi Sungai Musi. (Foto: Fathur/TIMES Indonesia)
Speedboat Transportasi Sungai Musi. (Foto: Fathur/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUASIN – Masih ingat dengan musibah jatuhnya pesawat Silk Air pada 19 Desember 1997 di Perairan Sungai Musi, Desa Tanjung Emas, Makarti Jaya, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan? Ternyata lokasi jatuhnya pesawat itu menyimpan potensi wisata. Bahkan bila dikembangkan dengan baik bisa menjadi desa wisata.

Alasannya, setiap tahun keluarga korban jatuhnya pesawat Silk Air selalu mengunjungi lokasi jatuhnya pesawat untuk berziarah, mengenang, serta tabur bunga atas tragedi tersebut. Hal itu pernah diungkapkan oleh Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sumatera Selatan saat TIMES Indonesia berbincang pertama kalinya pada tahun 2016.

Advertisement

Penggiat pramuwisata Sumsel Latif mengungkapkan setiap tahun keluarga korban jatuhnya pesawat Silk Air di Sungai Musi wilayah hilir, selalu datang dan mayoritas berasal dari Singapura.

Masjid-Nur-Syaibani.jpgMasjid Nur Syaibani Yang Dibangun Keluarga Nur Syaibani Pramugari Korban Silk Air 1997 (Foto: HPI)

Berdasarkan data yang dihimpun TIMES Indonesia, tragedi 1997 ini menelan korban jiwa 104 orang termasuk kru pesawat Silk Air.

Pihak HPI Sumsel selama ini selalu mendampingi para keluarga korban yang ingin berkunjung. Keluarga korban yang berkunjung di lokasi jatuhnya pesawat setiap tanggal 19 Desember itu mencapai 30 orang namun untuk setiap 10 tahunnya jumlahnya bisa mencapai 50 orang.

"Dalam pelayanan mereka selalu meminta pelayanan hotel bintang lima," ungkapnya.

Menurut penggiat wisata Sumsel ini, belakangan kunjungan terus menurun, padahal potensi yang bisa dikembangkan jika dikemas dan dikelola dengan baik bisa jadi Desa Wisata Unggulan Desa Tanjung Mas.

Ritual-tabur-bunga.jpgRitual Tabur Bunga Keluarga Korban Silk Air 1997 di Lokasi Tragedi. (Foto: HPI

Di sana juga ada Masjid Nur Syaibani, yang dibangun oleh keluarga korban pramugari Silk Air yang Muslim dan Masjid diberi nama pramugari tersebut. Pembangunan berasal dari dana asuransi tragedi Silk Air 1997.

Namun dikabarkan belakangan Masjid tersebut kurang terawat dan tidak terpelihara dengan baik hingga saat ini. Padahal jika dikembangkan bisa sebagai aset wisata karena berada di pinggir Sungai Musi yang panoramanya indah serta punya nilai historis.

"Coba bayangkan jika setiap 19 Desember ada event dilokasi tersebut yang dikemas dengan baik oleh Desa dan pemerintah daerah," terangnya.

Dia juga menambahkan sebelum ke lokasi pesawat jatuh, biasanya para keluarga korban Silk Air datang terlebih dahulu di pekuburan massal korban tragedi Silk Air di Kebun Bunga Palembang. 

Untuk menuju lokasi harus menggunakan transportasi air seperti speedboat dengan menelusuri Sungai Musi kearah Sungsang.Waktu tempuh yang diperlukan sekitar 1,5 jam.

Jika terwujud ini bisa menjadi jalur wisata di Sungai Musi wilayah Banyuasin yang akan bermuara di Sembilang. Jalur ini diawali dengan Palembang, Upang Ceria (Desa Wisata Sejarah), Tanjung Mas (Wisata Peristiwa Silk Air), Sungsang (kuliner khas nelayan) dan Sembilang (Hutan Mangrove terluas).(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : Palembang TIMES

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES