Kapten Eko Rohmat Ferdiansyah: Daripada Beli Sport Car, Mending Cessna

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Indonesia dikenal dengan negara kepulauan. Kondisi geografis seperti ini lantas menjadikan Indonesia masih kesulitan dalam menerapkan pemerataan pembangunan. Bersama Kapten Eko Rohmat Ferdiansyah, TIMES Indonesia berdiskusi soal sulitnya akses transportasi di Indonesia.
Kapten Eko merupakan seorang pilot profesional yang telah memiliki jam terbang tinggi dan biasa menerbangkan jet pribadi untuk para pebisnis muda Indonesia.
Advertisement
"Saya tanya ke mereka (para pebisnis muda), beli sport car harganya berapa? Mereka jawab sekitar 5M," ungkap Kapten Eko di awal perbincangan.
"Dengan sport car itu mereka cuman bisa dipakai buat gaya-gayaan, nongkrong dan foto-foto. Memang Itu hak mereka punya super car. Tapi karena mereka ekpos itu di Instagram, sadarkah ada hati-hati yang tersakiti. Di sini kesenjangan sosial bisa terlihat," tambahnya.
Times Indonesia: Lalu apa hubungannya dengan permasalahan akses transportasi di Indonesia?
"Saya akhirnya bilang gini akhirnya ke mereka, daripada sport car kenapa nggak beli pesawat. Dengan harga yang boleh dibilang unda-undi (baca: selisih sedikit) kalau kata orang Jawa," jawabnya.
"Nggak jauh beda 5 M, mereka bisa beli pesawat, belajar nerbangin, dan nggak kalah keren. Bisa dibayangin, kalau pesawat cessna itu jejer di landasan terus mereka turun pakai kacamata hitam itu akan lebih keren dari pada mereka turun dari sport car, karena jarang banget. Jadi semua sisi di dunia aviasi ini menarik dan sangat prestis," ujarnya.
"Lalu saya ajak mereka, untuk manfaatkan hal yang prestis dari pesawat ini secara positif. Kita bentuk club, sebuah Aero Club yang anggotanya nggak usah banyak-banyak tapi di dalamnya mereka yang powerfull kontribusinya. Ketika negara tidak hadir dalam sisi tertentu, komunitas ini lah yang harusnya mengisi. Udah nggak usah pakai kebanyakan kritik, langsung action dan sudah ada beberapa pengusaha yang bergabung" katanya.
Times Indonesia: Memangnya apa yang bisa dilakukan sebuah Aero Club?
"Negara kita ini kan kepulauan ya, siapa yang bisa menanggung saudara-saudara kita yang ada di pulau-pulau kecil yang jauh di sana jika mereka tiba-tiba butuh pertolongan operasi sesar atau kebutuhan medis mendadak lainnya?," tanyanya.
"Kita nggak usah jauh-jauh deh bicara Papua, lihat Jawa Timur saja. Pernah dengar Pulau Sapudi? Saya jamin banyak yang belum. Itu kalau kita ke sana naik kapal bisa berhari-hari. Lalu ada pulau Kangean, itu ke sana lagi," jelasnya.
Perlu diketahui bahwa di antara gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Madura, Sapudi merupakan pulau terluas kedua setelah Pulau Kangean dan pulau dengan penduduk terbanyak.
"Lalu apa yang terjadi di sana? Tentunya kesulitan akses kesehatan dan pendidikan. Mereka ini warga ber-KTP Jawa Timur, lho. Ada lagi yang cukup terkenal, Pulau Bawean. Itu juga kesulitan akses transportasi. Kalau dalam kondisi darurat ini gimana?. Jawabannya cuman pesawat. Kita bisa pakai jenis Cessna yang punya mobilitas tinggi dan biaya terjangkau," terangnya.
Times Indonesia: Bagaimana dengan kesiapan landasan dan regulasinya?
"Cessna ini pesawat ringan yang bisa menjangkau pulau-pulau tersebut dalam hitungan menit dan nggak butuh landasan luas. Cukup lapangan kampung aja gitu bisa. Pesawat Cessna ini luar biasa. Kalau di pulau itu nggak ada tanah lapang, Surabaya Aero Club bisa sediakan pesawat yang bisa landing di atas air," tutur Kapten Eko.
Sebagai informasi tambahan, pesawat Cessna tipe 206 memiliki enam kursi. Dimana dua kursi belakangnya dapat dilipat untuk keperluan medical evacuation atau sky diving.
"Jadi yang saya tawarkan ini satu paket, para pengusaha bisa punya pesawat dengan prestise yang tetap terjaga sekaligus bisa ngelakuin kegiatan sosial menolong orang lain, dan tanpa disadari ini juga akan menggerakkan roda ekonomi," ucapnya dengan penuh semangat.
Times Indonesia: Kalau boleh disimpulkan, ini berarti kita bicara percepatan dan kesigapan penanganan seperti yang sering digembor-gemborkan Presiden Jokowi
"Betul. Mangkannya kami ini butuh bantuan dari pemerintah agar regulasinya dipermudah. Kami fasilitasi mobilitas tenaga medis dan guru untuk terbang menjangkau daerah-daerah tertinggal, terluar, dan terdalam. Kita nggak akan ngerepotin pemerintah sama sekali soal dana. Udah, kami yang tanggung," paparnya.
"Kami ingin buat project ini berhasil di Jawa Timur, karena Surabaya Aero Club lahir dari para pengusaha muda di sini. Bayangkan bila ini berhasil menghubungkan pulau-pulau yang ada. Lalu bisa diadopsi oleh daerah lain. Ini kan sesuatu yang sangat bernilai bagi kemajuan keterjangkauan dan pemerataan sosial kita. Kita bisa kalau bener-bener niat. Selanjutnya kita bayangin Bromo itu sebagai arena wisata sky diving. Saya yakin bisa jadi wisata internasional," pungkas Kapten Eko Rohmat Ferdiansyah. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |