Peristiwa Daerah

Pusaka Raja Terakhir Singhasari Dijamas di Bumiaji

Jumat, 21 Agustus 2020 - 21:10 | 107.86k
Kapolsek Bumiaji, AKP Nyoto Gelar berfoto bersama Pengasuh Bengkel Akhlak Padepokan Dzikir dan Taklim, Padepokan Panotogomo, KRT KH Musyrifin Pujo Rekso Budoyo MBA dan kirab pusaka leluhur di Bumiaji. (foto: Muhammad Dhani Rahman/TIMES Indonesia)
Kapolsek Bumiaji, AKP Nyoto Gelar berfoto bersama Pengasuh Bengkel Akhlak Padepokan Dzikir dan Taklim, Padepokan Panotogomo, KRT KH Musyrifin Pujo Rekso Budoyo MBA dan kirab pusaka leluhur di Bumiaji. (foto: Muhammad Dhani Rahman/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BATUPusaka raja terakhir Kerajaan Singhasari, Prabu Kertanegara ikut dijamas dalam kegiatan Jamas- Tayuh Ugi Sidhikara Pusaka Leluhur Nusantara ke-10 di Desa/Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.

Tiga pusaka tindih Kerajaan Singhasari yang dijamas adalah Keris Singhamurti, Keris Naga Raja dan Keris Naga Angkasa. Tiga keris yang kini dimiliki oleh Pengasuh Bengkel Akhlak Padepokan Dzikir dan Taklim, Padepokan Panotogomo, KRT KH Musyrifin Pujo Rekso Budoyo MBA ini memiliki bentuk yang unik.

Advertisement

Padepokan-Panotogomo-2.jpg

Tidak hanya dari pamor dan bilah berkelok yang menarik, keris ini tingginya mencapai 220 centimeter, hingga menarik perhatian siapa saja yang mengikuti Jamas- Tayuh Ugi Sidhikara Pusaka Leluhur Nusantara yang dilaksanakan di Padepokan Dzikir dan Taklim, Padepokan Panotogomo.

“Itu tiga buah Pusaka Tindih Kerajaan Singhasari era Prabu Kertanegara, milik saya,” ujar Musyrifin. Dalam Jamas- Tayuh Ugi Sidhikara Pusaka Leluhur Nusantara ini, sedikitnya ada 468 pusaka yang dijamas terdiri dari 7 jenis.

Rinciannya Keris 300 buah, Tombak 100 buah, Pedang 40 buah, Kujang 6 Buah, Cundrik 8 buah, Patrem 12 buah dan Clurit 2 buah.  Sudah sepuluh tahun ini, setiap tahun baru Islam, Padepokan Dzikir dan Taklim, Padepokan Panotogomo menggelar jamasan Pusaka Leluhur.

Musrifin mengatakan, pandemi Covid-19 membuat minat masyarakat untuk menjamaskan benda pusakanya menurun hingga 30 persen. Jamasan dilaksanakan untuk merawat benda-benda peninggalan leluhur dan melestarikan budaya bangsa.

Padepokan-Panotogomo-3.jpg

“Melestarikan budaya leluhur, hakikatnya adalah aplikasi syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Musrifin.

Serangkaian kegiatan dilaksanakan dalam Jamasan ini mulai ziarah leluhur ke makam Mbah Syarifah Raden Ayu Dewi Condro Asmoro (Mbah Mbatu), hingga prosesi buka Tunggul (Payung) dan gelar pusaka leluhur Nusantara termasuk pusaka raja terakhir Kerajaan Singhasari  hingga pelaksanaan jamasan, pentayuhan, ugi pen, sidhikara, han pusaka leluhur nusantara. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES