Peristiwa Daerah

Di Tengah Pandemi, Pemulung di Semarang Ikut Terseok

Jumat, 02 Oktober 2020 - 14:40 | 183.86k
Pemulung sampah di TPA Jatibarang, Semarang saat memilah sampah. (Foto: Eko Santoso for TIMES Indonesia)
Pemulung sampah di TPA Jatibarang, Semarang saat memilah sampah. (Foto: Eko Santoso for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Pandemi Covid-19 membuat segala sektor terkena imbas, termasuk para pemulung di Kota Semarang.

Di tengah menyengatnya bau sampah, seorang perempuan paruh baya nampak sibuk memillah sampah. Mulai dari sampah plastik kemasan, botol minuman dan barang berbahan plastik lainnya, diambillah satu-persatu meski harus terganggu oleh kerumuman lalat yang mengepung.

Advertisement

Tidak peduli dengan peluh keringat membasahi kaus lengan panjang warna merahnya, Sugiyarti dengan lincah memasukan tiap sampah yang dipilah ke dalam keranjang besar yang di taruh di samping langan kanannya.

Dari sekira 10 jam bekerja itu, Sugiyarti mengaku tidak memiliki penghasilan yang menentu. Dia hanya menegaskan, setiap mendapat uang langsung dibelikan beras untuk makan sehari-hari.

"Dapat Rp 20 ribu bersyukur atau Rp 10 ribu ya tetap bersyukur. Kadang sehari belum dapat apa-apa tetap bersyukur," tuturnya sambil menunjukkan senyum kepada TIMES Indonesia, Jumat (2/10/2020).

Di tengah keterbatasan itu, Sugiyarti kini harus lebih bekerja keras. Pasalnya sejak ada wabah virus Corona berpengaruh terhadap harga jual barang rongsokan yang dia kumpulkan. Harga barang bekas yang dikumpulkan turun drastis.

Dirinya menerangkan jika harga rongsok jenis sampah plastik kemasan, bening, dan lainnya turun dari harga Rp 700 per kilogram menjadi Rp 500 per kilogram. Sedangkan sampah botol minuman, bekas tempat makan dan lainya turun dari harga Rp 1.700 per kilogram menjadi Rp 900 per kilogram.

"Saya hanya mengumpulkan dua jenis sampah itu, kalau barang rongsok seperti besi, tembaga sangat jarang didapat," beber warga Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen ini.

 Basro yang juga mengais rezeki dari tumpukan sampah di TPA Jatibarang juga mengeluh dengan adanya penurunan harga.  Hanya saja dia tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa terus bekerja.

"Mau  gimana lagi, memang dari dulu saya hidup susah. Jadi ya terbiasa hidup susah tetap jalani saja," katanya.

Namun demikian, Basro mengaku masih tetap bersyukur lantaran kadang kala ada beberapa dermawan yang mendatangi kawasan TPA di Kota Semarang tempat dia bekerja dan memberikan bantuan. Baginya, selama masih bisa makan seadanya itu sudah cukup. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES