Peristiwa Daerah

Legenda Jembatan Sewo Indramayu dan Penyapu Koin

Senin, 02 November 2020 - 12:01 | 553.38k
Para 'Penyapu Koin' yang berjejer di Jembatan Sewo Indramayu. (Foto: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)
Para 'Penyapu Koin' yang berjejer di Jembatan Sewo Indramayu. (Foto: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, INDRAMAYUJembatan Sewo Indramayu yang berada di Jalur Pantura, Jawa Barat ini dikenal dengan tradisinya yang unik, berjejer para 'penyapu koin' di kiri kanan jalan.

Mereka menunggu para pengendara yang lewat, untuk melemparkan koin ke arah jalan.

Advertisement

Ketika pengendara melemparkan uang berupa koin atau kertas, para 'penyapu koin' ini akan berebut untuk mengambil uang yang dilempar tersebut dengan menyapunya, untuk meraihnya. Mereka seolah tidak mempedulikan adanya kendraan lain yang lewat, ketika sedang berebut mengambil uang koin.

Tradisi para 'penyapu koin' di jembatan penghubung antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Fenomena ini tidaklah muncul dengan sendirinya.

Ada kejadian yang melatarbelakanginya, bahkan banyak yang ketal menghubungkan dengan kejadian mistis.

Menurut salah satu penyapu koin sekaligus sesepuh di situ, Carta (40), tradisi melempar koin bagi pengendara yang lewat ini berawal saat adanya kakak beradik bernama Saedah dan Saeni. Mereka berdua hidup dalam garis kemiskinan.

Guna memenuhi kebutuhan hidup, mereka berdua mengemis di Jembatan Sewo. Hingga akhirnya, mereka meninggal dunia di sekitar jembatan tersebut.

Masyarakat pun percaya bahwa arwah dari kakak beradik itu tetap 'hidup' di bawah Jembatan Sewo.

Secara umum, kisah Saidah dan Saeni versi tersebut adalah yang paling dikenal oleh masyarakat di pesisir utara Jawa Barat dari Cirebon hingga sebagian wilayah Karawang. Karena kisah inilah kemudian ada ritual 'lempar uang'.

Selain itu, ada juga yang menyebut bahwa ritual melempar koin ini adalah untuk memberi saweran pada Saidah dan Saeni. Karena di masa lalu, Saidah dan Saeni selalu mementaskan seni Ronggeng, di mana Saidah sebagai penabuh gendang, dan Saeni penarinya.

Mereka selalu menampilkan kesenian tradisional ini di pinggir jalan di sekitar Jembatan Sewo.

"Ada yang bilang kalau Saeni dulunya adalah seorang penari ronggeng Pantura, yang kemudian berubah menjadi buaya," ujarnya kepada TIMES Indonesia, Minggu (1/11/2020)

Karena kisah-kisah tersebut, banyak masyarakat yang menganggap bahwa Jembatan Sewo dikenal mistis. Bahkan, kemistisan jembatan ini semakin kental tatkala terjadinya kecelakaan tragis yang menimpa sebuah bus yang membawa rombongan transmigran asal Boyolali, pada 11 Maret 1974 lalu.

Rombongan transmigran tersebut hendak menuju Sumatera Selatan. Namun, salah satu bus yang membawa rombongan tersebut tergelincir, kemudian masuk ke sungai dan terbakar di kali Sewo Desa Sukra Kabupaten Indramayu.

Musibah tersebut terjadi pada pukul 04.30 dini hari. Sebanyak 67 orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak, tewas akibat kejadian tersebut.

Di antara rombongan yang mengalami musibah, hanya tiga orang anak-anak saja yang selamat. Semua korban yang tewas dimakamkan di dekat pemakaman umum yang terletak di dekat lokasi kejadian.

Semenjak kejadian itu, banyak para pengendara yang melempar koin ketika melewati jembatan tersebut. Tujuannya agar diberi keselamatan selama perjalanan melintasi Jalur Pantura dari gangguan makhluk halus.

Hal ini dikarenakan ritual lempar koin juga dikait-kaitkan dengan sosok kuntilanak yang menunggui jembatan ini. Konon, semua mahluk halus tidak akan mengganggu jika para pengendara yang melintas melempar uang.

Tidak jelas kapan ritual lempar koin ini mulai ada. Namun, sebagian besar masyarakat meyakini jika tradisi ini sudah ada sejak zaman Belanda.

Masyarakat juga sangat meyakini bahwa yang meminta atau menyapu koin di sekitar jembatan ini salah satunya adalah jelmaan mahluk halus penghuni Jembatan Sewo.

"Makanya yang lewat sini pada melempar koin. Misal dari Jakarta mau ke Surabaya, mereka pasti lempar koin, untuk memohon diselamatkan dalam perjalanannya, agar tidak ngantuk, dan lain-lain," ungkap Carta.

Hingga kini, tradisi melempar koin oleh para pengendara sudah menjadi tradisi. Bahkan, yang dilempar bukan hanya uang koin saja.

Terkadang mereka melempar lebih dari 1 koin, bahkan uang kertas dengan pecahan yang besar. Menyapu koin pun kini sudah dijadikan sebagai mata pencaharian utama bagi masyarakat di sana.

Bahkan ada yang sudah puluhan tahun terjun sebagai 'penyapu koin' di Jembatan Sewo. Hal ini dikarenakan penghasilannya yang menggiurkan, walaupun di bawah terik matahari.

Carta sendiri bisa mendapatkan uang sekitar Rp 50 ribu di hari-hari biasa. Berbeda jika sudah memasuki momen lebaran, dia dan para 'penyapu koin' lainnya di Jembatan Sewo Indramayu bisa meraup penghasilan hingga ratusan ribu hingga jutaan rupiah hanya dalam satu hari saja. "Kalau lebaran itu paling kecilnya dapet Rp 150 ribu," ungkapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES