Warga Bondowoso Diminta Ikut Melestarikan Bangunan Peninggalan Belanda

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Banyak bangunan peninggalan Belanda di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Beberapa masih difungsikan. Namun demikin keberadaannya harus terus dibarengi kesadaran masyarakat untuk melestarikannya.
Berdasarkan literatur Sejarah, pada Abad ke-18 Pemeritahan Kolonial Belanda membangun komplek kantor pemerintahan di Bondowoso.
Advertisement
Selanjutnya pada Abad ke-19 Belanda mengembangkan usaha di sektor perkebunan. Oleh karenanya banyak dijumpai kantor perkebunan peninggalan Belanda di wilayah Kecamatan Ijen dan Sumberwringin.
Kepala Seksi (Kasi) sejarah dan kepurbakalaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Bondowoso, Hery Kusdaryanto mengatakan, ada bangunan kuno milik pemerintah. Diantaranya rumah dinas Bupati dan kantor Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Bondowoso.
Menurutnya, beberapa bangunan dikelola oleh perusahaan. Yakni PT Perkebunan Nusantara XII di Desa Jampit Kecamatan Ijen, yang dikenal dengan Guest House.
Bangunan di Desa Jampit tersebut memang sangat indah. Halaman depan bangunan terdapat taman yang ditumbuhi beragam tanaman hias.
"Rumah peninggalan Kolonial Belanda yang dibangun pada Tahun 1927 itu jadi jujukan para wisatawan," katanya, Sabtu (20/2/2021).
Adapula yang jadi tempat hunian masyarakat. Seperti di wilayah Kecamatan Tenggarang. Oleh karena itu, dia menyarankan bagi masyarakat untuk mengelola secara mandiri bangunan peninggalan Belanda.
"Bisa dibuat cafe dengan nuansa kuno. Atau museum karena beberapa bangunan masih tersimpan perlengkapan rumah klasik," terangnya.
Namun terpenting kata dia, lebih dulu menciptakan embrio di masyarakat. Sebab bila pengelolaan bangunan kuno jadi tempat wisata oleh masyarakat menjamur, bantuan dari pemerintah pusat akan berdatangan.
"Kalau bergantung pada anggaran Pemkab Bondowoso tentu sulit," terang Hery.
Sementara terkait penyelamatan, Dikbud Bondowoso mengutamakan bangunan Belanda yang merupakan vaset pemerintah dan bangunan Belanda milik perusahaan.
"Hal itu disebabkan biaya revitalisasi bangunan kuno membutuhkan anggaran cukup besar. Ada teknik khusus saat proses revitalisasi. Tak boleh serampangan agar bentuk bangunan tetap terjaga keasliannya," jelasnya.
Adapun untuk bangunan Belanda yang dihuni masyarakat lebih sulit direvitalisasi. Sebab kata dia, harus ada ganti rugi. Oleh karena itu, pihkanya meminta masyarakat juga turut menjaganya.
Menurutnya, Pemkab menginginkan bangunan itu dijadikan wisata heritage. Namun anggaran pemerintah terbatas, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga kecil.
"Sedangkan untuk mengembangkan bangunan peninggalan Belanda menjadi wisata heritage biayanya tak sedikit. Yang sudah ditetapkan jadi wisata heritage sementara ini baru Stasiun Bondowoso," terangnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |