Peristiwa Daerah

Pemkab Sleman Keluhkan Adanya Monyet Ekor Panjang di Taman Wisata Kaliurang

Jumat, 12 Maret 2021 - 16:55 | 112.37k
Seekor monyek dengan ekor panjang ketika berada di antara wisatawan di di Kawasan Taman Wisata Kaliurang, Sleman. (FOTO: Fajar/TIMES Indonesia)Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Pemkab Sleman, Aris Herbandang. (FOTO:
Seekor monyek dengan ekor panjang ketika berada di antara wisatawan di di Kawasan Taman Wisata Kaliurang, Sleman. (FOTO: Fajar/TIMES Indonesia)Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Pemkab Sleman, Aris Herbandang. (FOTO:
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SLEMANPemkab Sleman, dalam hal ini Dinas Pariwisata, mengeluhkan banyaknya monyet ekor panjang yang turun dari Gunung Merapi ke kawasan Taman Wisata Kaliurang.

Alasannya, keberadaan monyet tersebut merasahkan pengunjung yang sedang asyik berlibur di Kawasan Taman Wisata Kaliurang seperti Telogo Muncar, Telogo Nirmolo, dan lain sebagainya.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Pemkab Sleman, Aris Herbandang S.IP kepada TIMES Indonesia, Jumat (12/3/2021).

"Keberadaan monyet jenis ekor panjang di lereng Gunung Merapi memang tidak termasuk binantang dilindungi. Tapi, karena habitatnya ada di dalam Taman Nasiona Gunung Merapi (TNGM), maka menjadi termasuk dilindungi karena lokasinya berada dalam Kawasan TNGM tersebut," katanya.

Ia menambahkan, keberadaan kawanan atau kelompok monyet ekor panjang turun ke kawasan  Taman Wisata Kaliurang bukan karena stok makan mereka di hutan habis atau kurang. Menurutnya, ketersediaan makan mereka di habitatnya masih lebih dari cukup.

Namun, penyebabnya adalah faktor perubahan perilaku pada monyet ekor panjang. Itu seperti, adanya wisatawan yang membuang sisa makanan sembarangan, keberadaan sampah yang tidak ditutup atau sengaja memberi makan pada kawanan monyet tersebut.

Seekor-monyek-dengan-ekor-panjang-ketika-berada-2.jpg

Akibatnya , monyet liar yang dulunya belum pernah merasakan makanan manusia dengan berbagai rasa ini akhirnya jadi ketagihan.

"Saat ini mereka cenderung memilih makanan yang berasa enak. Akibatnya justru membahayakan, karena menjadikan monyet lebih agresif dan berharap," terang pria yang akrab disapa Bandang ini.

Karena itu, pihaknya menghimbau bagi para wisatawan untuk memulihkan perilaku si monyet. Yakni, tidak memberi makan agar para monyet ini kembali ke habitatnya yaitu di dalam hutan.

Menurutnya, perubahan perilaku ini terlihat secara kasat mata. Dahulu, sebelum banyak wisatawan kawanan monyet hanya turun saat mereka kehabisan stok makanan yang biasanya terjadi saat kemarau panjang.

Namun, saat ini di kala musim penghujan pun mereka juga turun dan mendatangi pusat aktifitas para wisatawan. Hal ini sekaligus menepis anggapan masyarakat yang salah, terkait menipisnya stok makan mereka di dalam hutan.

"Hasil konfirmasi kami dengan BKSDA Yogyakarta. Mereka mengungkapkan sudah ada penelitian soal itu, dan menegaskan terjadinya perubahan perilaku ekor panjang ini," jelasnya.

Karena itu, pihaknya, mengimbau kepada para pengelola Obyek Wisata untuk memberikan infornasi pada para pengunjung atau wisatawan. Yakni, tidak memberi makan pada satwa liar terutama monyet ekor panjang. Pihaknya masih mencari solusi untuk penanggulangan kelompok monyet ini.

"Ada beberapa alternatif yabg tengah kami komunikasikan sama pihak BKDA Yogyakarta. Untuk mengurangi populasinya. Apa dengan melakukan penangkapan oleh pihak yang mempunyai ijin untuk menangkap dan merelokasi. Atau strerilisisasi pejantan dominan," tambahnya.

Saat ini, lanjut Bandang, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak terkait adalah langkah yang tepat. Agar ekosistem mereka tidak terganggu. Disisi lain, aduan yang masuk tidak hanya dari para wisatawan.

Namun para pemilik warung di dan masyarakat sekitar juga mulai resah akan hal ini. "Padahal secara prinsip, hanya satu. Yakni destinasi wisata harus memberi rasa aman dan nyaman," tegasnya.

Ia menyampaikan bahwa pihaknya, dalam hal ini Dinas Pariwisata Pemkab Sleman sudah koordinasi dengan pihak terkait baik BKSDA maupunTNGM. Namun persoalan ini tidak seperti kasus gangguan kera ekor panjang di daerah atau wilayah lain di mana penangangannya lebih mudah.

Bandang mengingatkan kepada para pemerhati satwa yang pernah mengadakan kegiatan aksi peduli dengan memberi makan satwa liar khususnya monyet di Telogo Putri.

Menurutnya, kegiatan seperti ini sebetulnya kurang pas. Sebab, kegiatan semacam itu tidak seharusnya dilakukan di objek wisata. Namun sebaiknya dilakukan di dalam hutan.

"Sebaiknya juga berkoordinasi dengan pihak yang berwenang. Sehingga, persepsi soal ini bisa terjawab dan aksinya bisa tepat sasaran. Meski telah terjadi perubahan perilaku," terangnya.

Monyet ekor panjang di wilayah Taman Wisata Kaliurang belum begitu parah. Seperti yang terjadi di beberapa obyek wisata di luar daerah. Dimana mereka acapkali mengambil baranga pengunjung untuk di tukar (barter) dengan makanan.

Ia menyebut perlu kehati-hatian penanganan, selain habitatnya berada di dalam kawasan TNGM. Termasuk Kalikuning yang ditengarai saat ini sudah ada tiga kelompok kawanan monyet ekor panjang.

"Jadi mohon para wisatawan yang berkunjug ke Kawasan Taman Wisata Kaliurang jangan asal kasih makan ke monyet ekor panjang," jelas Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Pemkab Sleman, Aris Herbandang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES