Sejarah Rumah Adat Panjalin, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Majalengka

TIMESINDONESIA, MAJALENGKA – Rumah Adat Panjalin merupakan salah satu bangunan bersejarah di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Bangunan yang konon dibangun pada abad ke-14 itu, menjadi saksi bisu proses penyebaran agama Islam di kota berjuluk angin.
Advertisement
Rumah Adat Panjalin berada di Blok Rabu atau Dukuh Tengah RT 01/05, Desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka itu, masih kokoh berdiri. Terlihat, struktur bangunan secara keseluruhan menggunakan kayu jati.
Secara fisik, bangunan yang menjadi saksi bisu penyebaran agama Islam oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah itu mirip rumah panggung. Rumah ini memiliki 16 tiang penyangga, dua pintu, dan tiga jendela udara kayu.
Bagian dalam rumah adat Panjalin ini terbagi menjadi dua ruang yakni ruang tamu dan ruang utama. Di atas pintu masuk, terdapat ukiran-ukiran hias yang mengkombinasikan gaya ukiran Mataram, Cirebon dan Padjajaran.
"Kalau melihat hasil penelitian ini dibangun pada zaman wali yaitu Syekh Syarif Hidayatullah. Rumah Panjalin ini menjadi saksi bisu dari penyebaran Islam di wilayah ini," kata Juru Pelihara Rumah Adat Panjalin, I Ang Saeful Ikhsan (48), Sabtu (2/4/2021).
Saeful menceritakan, sejarah pembangunan rumah adat ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh penyebar agama islam di Panjalin.
Menurut I Ang, saat itu Sunan Gunung Jati memerintahkan Syekh Syahroni atau disebut warga Panjalin sebagai Pangeran Atas Angin untuk menyebarkan Islam ke barat Pulau Jawa. Salah satunya, yakni mengajak penguasa di Rajagaluh untuk memeluk Islam.
Syekh Syahroni kemudian bertemu dengan utusan Mataram yakni Nyi Larasati. "Keduanya pun menikah dan memilih tinggal di sebuah hutan yang penuh dengan pohon rotan," ucapnya.
Saeful menjelaskan, Syekh Syahroni dikaruniai putri yakni Seruni. Di wilayah itulah Syekh Syahroni mensyiarkan Islam. Setelah dewasa, Seruni bertemu dengan Raden Sanata seorang santri dari Pager Gunung yang juga masih keturunan darah biru dari kerajaan Talaga.
Raden Sanata pun kemudian berusaha meminang Seruni, kendati demikian, Syekh Syahroni memberikan syarat agar Raden Sanata mampu membabat hutan rotan yang sangat luas.
Raden Sanata pun akhirnya dapat membabat hutan rotan itu dan mendirikan sebuah rumah panggung untuk memenuhi syarat Syekh Syahroni. Rumah itulah yang menjadi rumah adat Panjalin.
Setelah menikahi Seruni, Raden Sanata pun banyak belajar pada Sykeh Syahroni. Di tempat itu pula, Raden Sanata mensyiarkan Islam terlebih setelah banyak orang yang membuka pemukiman di wilayah tersebut.
"Panjalin itu sebutan orang Cirebon zaman dulu, yang sekarangnya disebut rotan. Dulu di sebelah utara juga ada pesantren Lontang Jaya, KH Amin Sepuh Ciwaringin dan KH Abdul Halim juga santri dari sana dan di Selatan ada juga Ki Dul Mu'in juga menyebarkan Islam," jelasnya.
Selain saksi bisu penyebaran agama Islam di Panjalin, Saeful juga menyampaikan, Rumah Adat Panjalin juga tempat berlindungnya pasukan Ki Bagus Rangin.
Saat itu sekitar tahun 1812-1816, Ki Bagus Rangin berperang dengan penguasa kolonial, yakni dikenal dengan Perang Kedondong. Menghindari adanya tumpah darah, Ki Bagus Rangin dan pasukan bersembunyi di Rumah Adat Panjalin.
Penguasa kolonial saat itu datang ke wilayah Panjalin. Tapi tidak menemukan para pasukan Ki Bagus Rangin. Akhirnya mereka tertidur dan sedikit dikerjai oleh pasukan Ki Bagus Rangin dengan cara diberi berbagai macam warna pada wajahnya.
"Karena mereka saling menyalahkan dengan adanya coretan-coretan di wajah, mereka menganggap ada kehidupan di Panjalin. Oleh karena itu, mereka berjanji tidak akan mengganggu orang Panjalin lagi," katanya.
Perang Kedongdong merupakan bentuk perlawanan rakyat Cirebon terhadap penguasa kolonial yang terjadi pada paruh pertama abad 19, yang secara umum, karena tindakan eksploitasi dan kesewenangan penguasa kolonial.
Rumah Adat Panjalin yang merupakan salah satu bangunan bersejarah di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, bisa dikunjungi setiap saat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |