Ustadz Yusuf Suharto Ungkap Makna 'Qulhu Ae Lek Kesuwen' KH Anwar Zahid

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Masih ingat ceramah KH Anwar Zahid, dai Nahdliyin asal Bojonegoro yang berisi 'Qulhu ae lek, kesuwen'? Ternyata dalam sejarahnya, hal itu penuh dengan filosofi dan dibenarkan dalam Haditst Nabi Muhammad SAW.
Dalam ceramahnya tersebut KH Anwar Zahid menerangkan bahwa menjadi seorang imam dalam salat tidak perlu menggunakan surah panjang dalam Al-Quran. Namun, cukup dengan surat pendek namun jelas dan benar dalam melafalkannya.
Advertisement
Dalam ceramah berbahasa Jawa tersebut, KH Anwar Zahid menceritakan saat dirinya disuruh mengimami salat tarawih, namun karena ada rasa sungkan ia menolak dan memberikan kepada salah satu tokoh agama di sana.
Merasa janggal karena bacaan surat Al-Quran yang oleh imam tarawih tersebut terasa dibuat-buat. Di tengah bacaan imam tarawih justru bingung untuk melanjutkan bacaannya.
"Lha kok imam desa niru imam Mekkah, yang dibaca juga surat yang saya tidak tahu. Imam membaca 'Wama' sampai 3x, sontak ada yang ada yang gunjing 'apa lanjutan bacaannya'. Saya saja yang hafal Al-quran tidak tahu lanjutannya. Lha kok ada anak kecil dari belakang bilang 'Qulhu ae lek kesuwen' (surat Al-Ikhlas saja pak, kelamaan)," ujar KH Anwar Zahid dikutip dari channel Youtube Anza Cannel, Rabu (14/4/2021).
Menanggapi hal tersebut, Ustadz Yusuf Suharto dari Aswaja Center NU Jawa Timur membenarkan bahwa pembacaan surat Al-Ikhlas yang sering dibaca pada rakaat kedua salat tarawih di Indonesia juga mempunyai rujukan yang jelas.
"Terlihat sepele, Namun, ternyata itu juga ada dalil yang menerangkan hal tersebut," katanya, kepada TIMES Indonesia saat ditemui di kediamannya di Desa Mancar, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Rabu (14/4/2021).
Pihaknya menjelaskan bahwa dalil bacaan surat Al-Ikhlas dalam rakaat kedua diperbolehkan, bahkan dianjurkan, ada di kitab Fathul Bary syarah Shahih Al- Bukhari, halaman 220-224 jilid ketiga dari 15 jilid terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyyah, karya al Hafidz Ibn Hajar al Asqalany (w. 852 H) yang merupakan ulama pakar Hadits bermazhab Syafii dari Asqolan, Palestina.
"Di sana diterangkan bahwa ada suatu sahabat nabi yang tiap salat hanya membaca surat Al-Ikhlas terus. Kemudian ada salah satu sahabat meminta ganti. Namun, Nabi Muhammad SAW berdiam dan membolehkan. Lalu menjawab 'Mungkin karena kecintaannya itu surat Al-Ikhlas yang akan membuatnya masuk surga'," tuturnya.
Berikut Sobat TIMES telah merangkum penjelasan Ustadz Yusuf Suharto lebih detailnya mengenai bacaan surat Al-Ikhlas dalam salat tarawih.
Penjelasan Lengkap Bacaan Surat Al-Ikhlas Dalam Salat Tarawih Oleh Ustadz Yusuf Suharto
Kaum Muslimin di Indonesia biasa membaca beberapa surat pendek dalam al-Quran. Di antaranya adalah surat Al-Ikhlas. Bahkan tidak sedikit yang menjadikan surat tersebut sebagai "andalan’ kala acara tertentu.
Bagaimana sebenarnya memaknai kebiasaan itu, apakah memang ada alasan yang dibenarkan sehingga tradisi menjaganya bisa bertahan hingga sekarang.
Dalam Tafsrir Marah Labid, karya Syekh Nawawi Banten disebutkan riwayat bahwa segala sesuatu itu ada cahaya, dan cahaya al-Quran adalah Qulhuwallahu Ahad atau surat al-Ikhlas.
Seperti dinyatakan Imam Ghazali, kandungan pokok al-Quran itu ada tiga, yaitu mengenal Allah, mengenal akhirat, dan mengenal shirathal mustaqim.
Membaca surat al-Ikhlas seperti membaca sepertiga al-Quran.
Maksudnya karena kandungan surat al-Ikhlas adalah tentang mengenal Allah, dan itu adalah bagian sepertiga dari kandungan al-Quran. Jadi, bukan berarti bahwa membaca surat al-Ikhlas tiga kali setara dengan membaca al-Qur'an keseluruhan.
Tradisi Muslim Nusantara setiap rakaat kedua pada salat tarawih yang selalu membaca surat al-Ikhlas. Yang kemudian tradisi ini disebut oleh salah seorang penceramah kondang dengan "Qulhu ae lek’.
Ternyata memang dulu ada riwayat, yakni sahabat Nabi dari kalangan Anshor yang setiap menjadi imam salat tidak lupa selalu membaca surat al-Ikhlas.
Karena keberatan, para sahabat yang menjadi jamaah melaporkan kebiasaan yang selalu dilakukan imam masjid Quba ini. Kemudian Rasulullah juga menanyakannya ke sahabat tersebut. Dan ternyata yang bersangkutan suka dengan surat al-Ikhlas, sehingga membacanya setiap menjadi imam.
Respons Rasulullah ketika sahabat itu istiqamah membaca Qulhu dalam salatnya tersebut menyebutkan bahwa hubbuka iyyaha, adkhalakal jannata yakni kecintaanmu padanya, yakni al-Ikhlas, memasukkan engkau ke surga.
Sehingga dengan demikian, para imam yang "langganan’ membaca surat al-Ikhlas atau Qulhu bahkan yang pendek pun dan bahkan dua surat dalam satu rakaat adalah tidak perlu dipersoalkan karena memang boleh.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab al-Adzan dalam bab al-jam'u baynal surataini fil rakaah dalam kitab Shahih al-Bukhary, hadits ke 774.
salat tarawih sunnah dilakukan secara berjamaah. Waktunya adalah setelah salat Isya, seperti waktu salat Witir. Dilaksanakan sebanyak 20 rakaat, dengan 10 kali salam (salam setiap dua rakaat).
Sebagaimana salat yang lain, di dalam tarawih juga dianjurkan membaca surat dari Al-Quran setelah membaca Surat al-Fatihah. Dalam fenomena salat tarawih di masyarakat, ada banyak macam surat yang dibaca.
Sebagian membaca satu halaman Al-Quran di setiap rakaatnya, urut mulai dari awal Surat al-Baqarah. Dengan metode ini, setiap malamnya mereka bisa mendapat satu juz, sehingga bisa khatam Al-Quran sampai 30 juz jika dilakukan 30 malam berturut-turut. Baca juga:
Sebagian memakai pola surat pendek, dimulai dari Surat at-Takatsur sampai Surat al-Masad atau al-Lahab (surat ke-102 sampai ke 111), masing-masing dilakukan di setiap rakaat pertama. Sedangkan untuk rakaat kedua membaca Surat al-Ikhlas. Dan masih banyak lagi teknis pembacaan surat selain yang telah disebutkan.
Pertanyaannya adalah, bacaan Al-Quran apa yang sebaiknya dibaca saat salat tarawih?
Pada dasarnya, tidak ada larangan dari syariat untuk membaca surat apa pun di dalam pelaksanaan salat tarawih. Surat apa pun yang dibaca, sudah mendapat pahala pokok kesunnahan membaca surat.
تَكْرِيرُ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ أَوْ غَيْرِهَا فِي رَكْعَةٍ أَوْ كُلِّ رَكْعَةٍ مِنْ التَّرَاوِيحِ لَيْسَ بِسُنَّةٍ، وَلَا يُقَالُ: مَكْرُوهٌ عَلَى قَوَاعِدِنَا. لِأَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيهِ نَهْيٌ مَخْصُوصٌ
"Mengulang-ulang bacaan surat al-Ikhlas atau lainnya di dalam satu rakaat atau setiap rakaat tarawih tidak sunnah, tidak pula dikatakan makruh sesuai kaidah-kaidah kami, sebab di dalamnya tidak ada larangan khusus" (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 1, hal. 184).
Dan membaca satu surah berkali-kali dalam satu rakaat hukumnya diperbolehkan. Kita tidak dilarang membaca satu surah berkali-kali dalam satu rakaat, baik dalam salat wajib maupun dalam salat sunnah. Hal ini berdasarkan Hadits riwayat Imam Bukhari dari Anas, beliau berkisah;
"Ada seorang laki-laki dari kalangan sahabat Anshar yang menjadi imam di Masjid Quba’. Setiap ia membaca surah selalu didahului dengan membaca surah Al-Ikhlas sampai selesai, baru kemudian membaca dengan surah lainnya, dan ia lakukan dalam setiap rakaatnya. Para sahabat yang lain merasa kurang senang dengan hal ini dan mereka protes sambil berkata kepada imam tersebut;
"Kamu membaca surah Al-Ikhlas setiap hendak membaca surah yang lain seakan-akan tidak cukup jika tidak didahului dengan surah Al-Ikhlas ini. Boleh kamu membaca surah Al-Ikhlas atau tinggalkan dan membaca surah yamg lain,"
Kemudian imam tadi menjawab; "Saya tidak akan meninggalkan membaca surah Al-Ikhlas tersebut. Jika kalian suka dengan apa yang saya lakukan, saya akan mengimami kalian. Sebaliknya jika tidak suka, saya tinggalkan kalian,". Para sahabat melihat bahwa imam tersebut adalah orang termulia di antara mereka sehingga mereka tidak suka jika imam diganti dengan orang lain.
Setelah mereka bertemu Nabi Saw, mereka ceritakan kejadian itu. Lalu Nabi Saw bertanya; "Apa yang menyebabkan kamu membaca surah ini terus-menerus di setiap rakaat?" Ia menjawab, "Saya senang dengan surat Al-Ikhlas," Nabi Saw menjawab, "Kesenanganmu pada surah ini memasukkanmu ke dalam surga,"
Hadits ini menjadi dasar kebolehan membaca satu surah berkali-kali, meskipun dalam satu rakaat. Bahkan Ibnu Hajar al-Asqolani (18 Februari 1372 – 2 Februari 1449 M, Kairo) dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari mempertegas kebolehan itu dengan berkata;
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْقُرْآنِ بِمَيْلِ النَّفْسِ إِلَيْهِ وَالِاسْتِكْثَارِ مِنْهُ وَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ هِجْرَانًا لِغَيْرِهِ
"Hadits ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan (membaca) sebagian Al-Quran berdasarkan kemauannya sendiri dan memperbanyak membacanya, dan hal ini tidak dianggap sebagai pembiaran terhadap surat yang lain."
Dengan demikian, bisa disimpulkan ceramah KH Anwar Zahid tersebut tak cuma sekadar guyonan, namun memiliki filosofi mendalam. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |