Umat Muslim Perlu Rekonstruksi Sejarah Peradaban Islam, Begini Penjelasan Rektor UII

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Fathul Wahid mengatakan umat muslim perlu merekonstruksi sejarah peradaban Islam masa lampau yang memberikan tempat terhormat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Menurutnya, proses rekonstruksi berbeda dengan proses reproduksi yang bersifat mekanistik dan menyalin masa lalu apa adanya.
Advertisement
Jika sekadar melakukan reproduksi, justru akan menjadikan umat muslim tidak beranjak dari tempatnya karena selalu hidup di bawah bayang-bayang masa lalu sehingga sulit berkembang.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah melakukan rekonstruksi sejarah lampau. Rekonstruksi adalah proses intelektual, ada elemen lama di sana, tetapi dilengkapi dengan eleman kontekstual sesuai kebutuhan masanya," kata Fathul dalam siaran pers kepada TIMES Indonesia, Minggu (27/6/2021)
Umat muslim tidak sekadar harus mampu menjadi pemilik peradaban yang dikembangkan, namun di sisi lain juga harus bersedia menjadi tamu dari peradaban dan pemikiran dari tempat yang lain.
"Bagaimana nilai-nilai universal Islam kita gaungkan, kita lantangkan, dan membuka diri dari pemikiran tempat atau kalangan lain," ujarnya
Hal tersebut, menurutnya dapat kembali merujuk pada masa Harun Ar-Rasyid, khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yang amat memberikan penghargaan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.
Kata Fathul, pada saat itu siapa pun ilmuwan baik muslim maupun tidak yang membantu mengembangkan ilmu pengetahuan diberi penghargaan emas seberat buku yang ditulis atau diterjemahkan.
"Ini indikasi bahwa Islam menghargai ilmu, dan ilmu pengetahuan," tutur Fathul
Dalam kuliah umum daring bertema ‘Perkembangan Peradaban Islam’ untuk mahasiswa program Profesi, Magister, dan Doktor pada Sabtu (26/6/2021).
Menurut dia, pada abad ketiga sampai kelima setelah Islam hadir, banyak muslim kelas menengah yang mempunyai sumber daya dan minat tinggi dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Untuk diketahui pada saat itu, sebagaimana dicatat oleh sejarah, daulah memberikan tempat yang terhormat untuk ilmu pengetahuan Yunani.
Penyebaran ilmu pengetahuan menjadi luas karena dorongan dan sambutan kelas menengah muslim.
Situasi spiritual pada tiga abad pertama Islam, dikatakan Fathul amat kondusif untuk masuknya ide dan sistem pemikiran Yunani.
"Jika kita sepakat, bahwa saat ini, muslim cenderung tertinggal dalam pengembangan ilmu pengetahuan atau peradaban, mungkin kita bisa melakukan refleksi terhadap cerita tersebut," papar Fathul, Rektor UII yang juga sekaligus Ketua APTISI Wilayah V DIY tentang sejarah peradaban Islam. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |