Candi Songgoriti, Menguak Sejarah dan Fungsi Candi di Masa Lampau

TIMESINDONESIA, BATU – Candi Songgoriti dalam kode registrasi nasional tercatat pada nomor CB 680 dengan SK Penetapan No SK: PM.56/PW.56/PW.007/MKP/2010. Candi ini ditetapkan SK Menteri tertanggal 22 Juni 2010 sebagai Candi Petirtaan.
Balai Pelestarian Cagar Budaya mencatat rekam jejak candi yang berada di kawasan Songgoriti, Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu, Kota Batu ini saat Van Ijsseldijk pada tahun 1799 untuk pertama kali mencatatkan temuan Petirtaan Songgoriti.
Advertisement
Rekam jejak sejarah kembali tercatat saat Jonathan Rigg dan Brumund turut menuliskan kunjungan mereka ke Petirtaan Songgoriti pada tahun 1849 dan 1863.
Kemudian pada 1902, N.J. Krom menyinggung Petirtaan Songgoriti dalam Inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst di halaman 315-316.
Pada tahun 1921 J. Knebel melakukan inventarisasi yang dilanjutkan dengan pemugaran Petirtaan Songgoriti.
Rekonstruksi Petirtaan Songgoriti kembali dilakukan oleh Oudheidkundige Dienst Hindia Belanda pada 1938 dan 1941.
“Tanah yang ada di sekitar Candi Songgoriti sudah bukan tanah asli, sudah tergugah karena sudah pernah ada penataan di jaman Belanda dulu,” ujar Arkeolog BPCB Trowulan, Muhammad Ikhwan.
Dalam Website Cagar Budaya Nasional, beberapa literasi menyebutkan kondisi awal Candi Songgoriti, seperti buku yang ditulis AJ Bernards Kempers pada tahun 1959 halaman 35.
Dimana bangunan Candi Songgoriti berdiri di tengah kolam, dinding kolam pada sisi timur dibuat lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan di sisi tersebut terdapat deretan jaladwara yang mengalirkan air hangat dari tengah kolam.
Perihal kronologi pembangunan Situs Petirtaan Songgoriti, hingga kini masih belum dapat dipastikan.
Candi Songgoriti diperkirakan berasal dari abad ke-9 M, mempunyai bilik candi yang berupa sumur, jadi tidak mempunyai lantai bilik, sumur yang dahulu dikelilingi dinding bilik tersebut adalah sumber air panas.
A.J. Bernard Kempers juga menduga bahwa bangunan tersebut berasal dari Abad ke-9 M, yakni berdasarkan temuan empat peti batu yang beberapa di antaranya berisikan lempeng emas dengan inskripsi yang sezaman dengan yang dituliskan pada prasasti-prasasti abad ke-9 M.
Keunikan dan keitimewaan Petirtaan Songgoriti beberapa kali telah diungkapkan oleh ahli-ahli arkeologi klasik.
Dari segi arsitektur menyatakan bahwa Candi Songgoriti bersama candi-petirtaan Nglinguk I di Mojokerto, dan Candi Sumur (dekat Candi Pari, Porong Sidoarjo) merupakan contoh candi-petirtaan dalam kebudayaan Jawa Kuno, artinya adanya gabungan dari candi tempat memuliakan dewa dan juga petirthaan untuk mengambil air suci.
Candi-petirtaan Songgoriti dapat dikatakan berada dalam kondisi paling baik dan terawat, jika dibandingkan dengan kedua candi-petirtaan lain tersebut.
Posisi bangunan candi yang berada di atas petirtaan mengingatkan pada konsepsi epos samudramanthana, yakni peristiwa pengadukan samudera kosmik oleh para dewa dan para raksasa yang saling menarik badan Naga Ananta, yang membelit Gunung Mandara di atas Kurmāwatara Wisnu.
Pengadukan samudera kosmik ini kemudian berhasil mendapatkan tirtā amarta atau air kehidupan.
Dalam hal ini bangunan candi Songgoriti dapat disamakan dengan Gunung Mandara, sementara petirtaan yang mengelilinginya sebagai samudra.
Dari segi pemanfaatan sumber daya alam sekitar Songgoriti, Hariani Santiko dalam tulisannya “Candi Songgoriti, sebuah patīrthān (1992)” menyatakan bahwa Candi Songgoriti adalah candi atau petirtaan yang unik, karena di bagian garbhgrha terdapat sumber air panas. Sumber air panas yang keluar dari bilik Petirtaan Songgoriti dipercaya suci dan memiliki kekuatan magis. Terkait dengan mitos tersebut, Kempers menyatakan bahwa air yang keluar dari poros inti bangunan petirtaan tersebut merupakan air yang dapat mengobati penyakit. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |