Peristiwa Daerah

Kisah KH As’ad dan KH Zaini Mondok ke Syaikhona Kholil, yang Satu Disuruh Ngaji, Satu Lagi Disuruh Bangun Pondok

Sabtu, 20 Agustus 2022 - 15:33 | 226.74k
Syaikhona Kholil Bangkalan (foto: NU Online)
Syaikhona Kholil Bangkalan (foto: NU Online)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pendiri Pesantren Nurul Jadid, Kabupaten Probolinggo, KH Zaini Mun’im dan Pengasuh kedua Ponpes Salafiyah Syafi’iyah, Kabupaten Situbondo, KH As’ad Syamsul Arifin merupakan santri Syaikhona Kholil Bangkalan.

Dua kiai ini masih memiliki hubungan keluarga. Namun, Syaikhona Kholil mendidik keduanya dengan cara berbeda. Perbedaan itu diceritakan putri Kiai As’ad, yaitu Nyai Makkiyah, dan KH Moqsith Ghazali yang kini Katib PBNU.

Advertisement

Nyai Makkiyah, suatu saat Kiai As’ad menyampaikan keinginannya untuk belajar kepada Syaikhona Kholil bangkalan kepada Kiai Syamsul Arifin, ayahnya.

“Saya mau mondok ke Syaikhona Kholil Bangkalan. Mau ikut kakak saya, Kiai Zaini Munim,” kata Kiai As’ad.

KH-Zaini-Mun-im.jpgKH Zaini Mun'im (tanwirulafkar.id)

“Kamu mondok ke Syaikhona Kholil, ngabdi!,” jawab Kiai Syamsul. Tidak ada kata-kata perintah untuk mengaji kepada Kiai As’ad, tapi disuruh mengabdi.

Itulah sebabnya, saat berangkat mondok, Kiai As’ad dibekali tiga buah besek oleh Kiai Syamsul. Yaitu tempat yang terbuat dari anyaman bambu bertutup bentuknya segi empat.

Isi tiap besek berbeda-beda. Besek pertama berisi parang. Besek kedua berisi biji asam. Sedangkan besek ketiga berisi nasi aking.

Sementara Kiai Zaini Mun’im, lanjut Nyai Makkiyah, diberi bekal kitab oleh Kiai Mun’im, ayahnya, yang menandakan perintah untuk mengaji.

Ketika keduanya sampai di pesantren Pademangan, Bangkalan, Madura, yang diasuh Syaikhona Kholil, Kiai Zaini Mun’im dan Kiai As’ad Syamsul Arifin mendapat petunjuk yang berbeda.

“Zaini, kalau mau ngaji, (asramanya, Red) dekat musala. Kalau As’ad, (asramanya, Red) dekat rumah saya. Kalau saya mau nyuruh-nyuruh biar gampang,” kata Syaikhona Kholil memberi petunjuk.

Cerita Kiai Zaini dan Kiai As’ad mondok ke Kiai Kholil Bangkalan itu, disampaikan Nyai Makkiyah As’ad, putri dari Kiai As’ad Syamsul Arifin, di Masjid Ainul Yaqin Unisma, pada acara Rutinan Ratibul Haddad IKSASS dan IKMASS Malang Raya, sekaligus peringatan harlah ke-92 NU.

KH-As-ad-Syamsul-Arifin.jpgKH As'ad Syamsul Arifin (republika.id)

Cerita yang sama disampaikan KH. Abdul Moqsith Ghazali.

“Kalau Kiai Zaini mondok, itu disuruh ngaji. Ngaji Bukhori, ngaji Muslim, ngaji Alfiyah Ibu Malik,” kata alumni Ponpes Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo ini.

“Tapi kalau Kiai As’ad tidak disuruh ngaji, tapi disuruh membangun pondok,” tambah Moqsith, mengutip cerita dari Kiai As’ad.

Berdasarkan cerita yang diperoleh dari Kiai As’ad, santri Syaikhona Kholil tidak banyak. Hanya 23 orang. Antara lain KH Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Zaini Mun’im, Kiai Ahmad Qusyairi.

Nggak banyak memang (santrinya), tapi jadi semua,” sebut Moqsith.

KH Hasyim Asy’ari adalah pendiri Ponpes Tebuireng, Jombang; dan pendiri Nahdlatul Ulama atau NU.

KH Wahab Chasbullah, pesantren Tambakberas, Jombang, juga pendiri NU. KH Bisri Syansuri merupakan pendiri Ponpes Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang; dan Rais Am PBNU tahun 1972-1980.

KH Zaini Mun’im merupakan pendiri Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Kabupaten Probolinggo. KH Ahmad Qusyairi merupakan ulama besar di Pasuruan. Adapun KH As’ad Syamsul Arifin, pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Itulah kiprah beberapa santri Syaikhona Kholil Bangkalan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES