Sri Sulastri Mulai Merasakan Gurihnya Produksi Minyak Kelapa

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Jauh sebelum muncul minyak goreng dari olahan kelapa sawit, masyarakat di pedesaan memanfaatkan minyak kelapa untuk menggoreng. Selain lebih sehat karena kandungan kolesterol yang lebih rendah, melimpahnya bahan baku kelapa menjadi alasan lain dipilihnya minyak kelapa sebagai bahan untuk memasak. Termasuk masyarakat Bantul sebagai produsen kelapa.
Namun penggunaan minyak kelapa terus tergusur oleh penggunaan minyak goreng. Selain harganya yang relatif murah karena diproduksi secara modern. Terus berkurangnya bahan baku kelapa, menjadi alasan mulai hilangnya produksi minyak kelapa. Hanya tersisa sedikit pembuat minyak kelapa saat ini. Tidak terkecuali pedesaan di Bantul.
Advertisement
Dari sedikit yang tersisa ini, adalah Sri Sulastri (66) warga Mangiran Trimurti Srandakan Bantul. Menggeluti usaha minyak kelapa sejak tahun 1980. Sri Sulastri mendapat berkah saat terjadi kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu. Harga minyak goreng yang melonjak, membuat minyak kelapa menjadi alternatif sebagian konsumen.
Saat itu penjualan produknya naik hingga 80 persen. Meski saat ini harga minyak goreng sudah kembali normal, serta tidak terjadi kelangkaan namun tidak semua konsumen kembali beralih ke minyak goreng. Konsumen yang sudah merasakan manfaat minyak kelapauntuk kesehatan tetap bertahan.
Momen ini dimanfaatkan oleh Sri Sulastri sebagai tonggak bangkitnya usaha minyak kelapa. Dibantu 3 orang karyawannya, proses masih dilakukan secara tradisional. Sehingga minyak yang dihasilkan lebih alami dan rendah kolesterol. Sehingga cocok untuk diet dan kecantikan kulit.
Proses diawali dengan memarut kelapa menjadi santan. Selanjutnya santan dimasak sekitar 3 jam hingga menjadi minyak. Minyak yang keruh disuling hingga jernih dan dikemas dalam botol plastik. Untuk proses penyulingan masih dilakukan di tempat lain. Karena belum memiliki mesin penyuling minyak.
Dengan harga sebutir kelapa Rp1.200 maka modal yang digunakan sekitar Rp600 ribu untuk membeli 500 butir kelapa setiap hari. 500 butir kelapa itu menghasilkan 45 liter minyak kelapa yang dijual Rp26 ribu perliter. Sehingga penghasilan perhari mencapai Rp930 ribu. Bila dikurangi modal, maka keuntungan yang diperoleh Rp330 ribu perhari.
Keuntungan tidak hanya diperoleh dari penjualan minyak kelapa. Karena dari proses ini juga dihasilkan produk lain berupa ampas dari proses perebusan, yang biasa disebut kethak. Berbentuk butiran padat berwarna coklat, kethak dapat diolah menjadi camilan yang enak.
Dari proses ini dihasilkan 27 kilogram kethak yang laku dijual Rp40 ribu perkilogram.
Kethak bukan satu - satunya produk lain dari proses pembuatan minyak kelapa. Sebab terdapat ampas dari perasan santan yang dapat dijual sebagai pakan ternak. Sementara tempurung kelapa dijual sebagai bahan baku kerajinan. Baik ampas maupun tempurung kelapa diambil langsung oleh pembeli, dengan harga yang sudah disepakati.
Sehingga hampir tidak terdapat residu dalam proses pembuatan minyak kelapa. Semua bagian dari buah kelapa memiliki potensi diolah menjadi produk. Dengan nilai ekonomis yang dapat mendongkrak pendapatan. Bertolak dari fakta - fakta ini Sri Sulastri akan mengembangkan usaha yang memiliki prospek cerah ini.
"Seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan, minyak kelapa akan banyak dicari konsumen," tegas Sri Sulastri saat ditemui di tempat usahanya, Sabtu (24/9/2022).
Wuri, salah satu konsumen asal Kulon Progo mengaku tidak sengaja mengenal manfaat minyak kelapa. Berawal saat muncul kelangkaan minyak goreng. Sebagai seorang ibu rumah tangga, Wuri harus mencari alternatif pengganti. Agar uang belanja cukup untuk satu bulan, sampai akhirnya berkenalan dengan minyak kelapa.
Setelah lebih dari satu bulan dirinya mengkonsumsi minyak kelapa, muncul dampak positif terhadap kesehatannya. Khususnya untuk angka kolesterol yang cenderung turun berdasarkan hasil check up medis di rumah sakit. Bertolak dari fakta ini dirinya akan melanjutkan mengkonsumsi minyak kelapa. Meski harganya sedikit lebih mahal, namun manfaat yang diperoleh lebih besar. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |