Peristiwa Daerah

Pemanfaatan Tanah Sultan Ground Harus Dapat Izin Panitikismo Keraton Ngayogyakarta

Kamis, 06 Oktober 2022 - 13:28 | 132.94k
Satpol PP Pemda DIY menyegel aktivitas pembangunan perumahan di Caturtunggal, Depok, Sleman karena menggunakan tanah kas desa tanpa seizin Gubernur DIY dan Keraton Ngayogyakarta. (FOTO: Suara.com)
Satpol PP Pemda DIY menyegel aktivitas pembangunan perumahan di Caturtunggal, Depok, Sleman karena menggunakan tanah kas desa tanpa seizin Gubernur DIY dan Keraton Ngayogyakarta. (FOTO: Suara.com)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Penyerobotan tanah kas desa di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta oleh oknum mendapatkan atensi serius dari Pemda DIY.

Sebagai wujud keseriusan, Pemda DIY masih terus melakukan sertifikasi terhadap tanah desa yang bersumber dari kasultanan dan kadipaten (Sultan Ground dan Pakualam Ground) melalui hak anggaduh.

Advertisement

Selanjutnya, penggunaan tanah desa ini melalui hak pakai yang diberikan oleh kasultanan dan kadipaten.

Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji menyatakan selain mengajukan ijin ke Gubernur DIY, pemanfaatan tanah desa dengan hak anggaduh juga harus melalui izin ke Panitikismo Kraton Ngayogyakarta.

Karena itu, pihaknya meminta kepada para lurah di wilayah DIY agar ikut membantu melakukan pengawasan terhadap pemanfatannya harus sesuai izin.

"Pemanfaatannya harus sesuai izin. Kalau ada perubahan pemanfaatan harus izin lagi. Kami minta para lurah ini benar-benar membantu mengawasi karena dekat dengan lokasi, sesuai tidak izinnya," kata Baskara Aji, Kamis (6/10/2022).

Hak anggaduh merupakan hak adat yang diberikan oleh Kasultanan atau Kadipaten untuk mengelola dan memungut/mengambil hasil dari Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten terhadap tanah Bukan Keprabon atau Dede Keprabon kepada kalurahan dalam menyelenggarakan pemerintahan kalurahan untuk jangka waktu selama dipergunakan

Menurut Aji, keberadaan tanah desa telah diatur dalam Perda Istimewa DIY Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten. Pada Pasal 8 dijelaskan bahwa tanah desa yang dimaksud adalah tanah bukan keprabon yang asal usulnya dari kasultanan dan kadipaten dengan hak anggaduh.

Kemudian, pada Pasal 23 dinyatakan bahwa tanah desa yang berasal dari hak Anggaduh Kasultanan atau Kadipaten yang dilepaskan untuk anggaduh merupakan hak adat yang diberikan oleh Kasultanan atau Kadipaten untuk mengelola dan memungut/mengambil hasil dari Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten terhadap tanah Bukan Keprabon atau Dede Keprabon kepada kalurahan dalam menyelenggarakan pemerintahan kalurahan untuk jangka waktu selama dipergunakan.

Tanah desa ini, lanjut Aji, bisa berasal dari Kasultanan maupun Kadipaten, yang sangat tergantung dengan asal usul. Nah, Pemerintah Desa bisa mengenali melalui bukti kepemilikan jika tanah tersebut adalah milik desa. Antara lain, jika merupakan hibah dari Pemda DIY, Pemkab atau hibah dari masyarakat dan Pemerintah Desa membeli sendiri.

Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Krido Suprayitno mengungkapkan jumlah tanah desa dengan hak anggaduh sedikitnya ada 50.000 bidang di seluruh DIY. Tanah ini sedang dalam proses sertifikasi oleh Pemda DIY melalui program konversi hak milik tanah adat.

"Tanah desa hal anggaduh ada 50.000 bidang, ini kemungkinan bisa bertambah. Nah yang sudah terbit sertifikat sebelum 2013 sebanyak 13.800 bidang," jelasnya.

Krido menambahkan, dengan telah disertifikasi tanah desa nantinya statusnya menjadi hak pakai tanah Kasultanan dan Kadipaten.

"Sertifikatnya Hak Pakai Tanah Kasultanan, itu bagi kita semuanya diatur oleh UU Agraria dan itu tidak masalah tetap hak anggaduh yang dikelola oleh Pemerintah Kalurahan (Pemkal) terdiri dari tanah pelungguh, pengarem-arem tanah kas desa, tanah untuk kepentingan umum dan itu bagian dari tanah desa yang bukan keprabon," tutur Krido.

Krido meminta kepada Pemerintah Kalurahan dan masyarakat ikut serta mengatasi keberadaan tanah desa tersebut. Jangan sampai keberadaan tanah desa yang ada di kalurahan digunakan oleh oknum tertentu tanpa seizin oleh Gubernur DIY dan Keraton Ngayogyakarta.

Jika pemanfaatan tanah desa tersebut tidak melalui proses izin yang tepat maka akan ada saksi bagi mereka yang melanggarnya.

"Jika ingin menggunakan tanah desa yang berasal dari Sultan Ground atau Kasultanan dan Kadipaten. Maka, harus mengajukan izin terlebih dahulu ke Panitikismo Keraton Ngayogyakarta," tandas Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DI Yogyakarta, Krido Suprayitno. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES