Hari Museum Nasional, Inilah Dua Museum Bersejarah di Probolinggo

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tanggal 12 Oktober diperingati sebagai Hari Museum Nasional. Di negeri ini banyak berdiri museum. Termasuk dua museum bersejarah di Probolinggo, Jawa Timur, yakni Museum Probolinggo dan Museum Dokter Saleh.
Kita akan mengupas bagaimana sejarah berdirinya Museum Probolinggo dan Museum Dokter Saleh, yang tentu memiliki banyak perbedaan. Kesamaannya hanya arah bangunan, yakni sama-sama menghadap ke arah barat.
Advertisement
Museum Probolinggo
Museum Probolinggo dibangun di zaman kolonial Belanda. Seperti bangunan Belanda pada umumnya, bangunan Museum Probolinggo ditopang pilar-pilar besar nan kokoh. Temboknya pun tebal-tebal.
Museum ini terletak di Jalan Suroyo, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo. Dari badan jalan, jaraknya sekitar 50 meter ke arah timur. Bangunannya menghadap ke timur dan terlihat jelas dari Jalan Suroyo.
Sebelum dijadikan museum, bangunan tersebut dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk tempat kegiatan pertemuan atau ballroom. Tentu, mereka yang bisa memanfaatkan ballroom bukan warga pribumi. Hanya bangsawan Belanda saja yang boleh menggunakan aula tersebut.
Tapi setelah Bangsa Indonesia merdeka, gedung tersebut dijadikan Panti Budaya oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Kegiatan kesenian dan kebudayaan banyak digelar di Panti Budaya. Baik di dalam, di teras, maupun di halaman gedung.
Pemanfaatan gedung Panti Budaya berlangsung berpuluh-puluh tahun. Kemudian pada 15 Mei 2011, tepatnya di era Wali Kota HM Buchori, gedung tersebut dialihfungsikan menjadi Museum Probolinggo.
Untuk melengkapi koleksi Museum Probolinggo, pemerintah setempat "memburu" benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan sejarah Probolinggo. Bahkan perburuan itu hingga ke Negeri Belanda sebagai negara yang dahulu menjajah, berkuasa di negeri ini, dan membawa benda-benda penting tentang sejarah Probolinggo. Benda-benda bersejarah itu disimpan di Museum Troppen, Amsterdam.
Ada beberapa benda penting yang didapat pemerintah selama berada di negeri berjuluk Kincir Angin itu. Seperti, batik khas Probolinggo dengan motif mangga dan anggur (Manggur), uang kertas Probolinggo, artefak.
Museum Dokter Saleh menjadi saksi perjuangan dokter Mohamad Saleh di era kolonial. (FOTO: Sri Hartini/TIMES Indonesia)
Ada pula becak kuno, dan sampan di zaman para saudagar dari Timur Tengah. Namun untuk sampan yang dipajang di teras museum, hanyalah replika yang dibuat sesuai dengan bentuk aslinya.
Benda-benda yang menceritakan sejarah Probolinggo tersebut bertahan hingga saat ini. Akan tetapi keberadaan Museum Probolinggo sempat menjadi tidak jelas setelah pada 23 Oktober 2020, bangunan tersebut dialihfungsi menjadi Museum Rasulullah. Alhasil, benda-benda koleksi di dalam gedung tersebut "dihabisi". Jika sebelumnya berisi benda sejarah Probolinggo, berubah diisi benda-benda peninggalan Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Benda-benda peninggalan Rasulullah itu merupakan koleksi milik seorang profesor asal Malaysia, yang sengaja dibawa ke Probolinggo untuk dipamerkan.
Kemudian pada 4 September 2022, museum tersebut kembali pada jatidirinya sebagai Museum Probolinggo, hingga saat ini. Bangunan yang dahulu jadi aula khusus bangsawan Belanda itu, kembali terisi benda bersejarah cerita Probolinggo.
Tak lama setelah kembali menjadi Museum Probolinggo, wisatawan mancanegara pun berdatangan. Terakhir, Rabu (21/9/2022) pagi, sekitar 60-an pelancong asal Belanda dan Prancis berkunjung ke Museum Probolinggo. Mereka merupakan rombongan kapal pesiar berbendera Prancis, Le Laperouse.
“Ini kunjungan wisatawan mancanegara yang pertama, usai pandemi Covid-19,” kata Fadjar Purnomo, kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata setempat.
Dalam kesempatan itu Fajar menyebut, di bulan November dan Desember, akan datang lagi kapal pesiar dari Eropa. Hanya saja belum diketahui pasti jadwalnya.
Museum Dokter Saleh
Probolinggo menjadi bagian perjalanan sejarah pra-kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satu bagian pentingnya adalah keberadaan sosok dokter Mohamad Saleh. Ia merupakan tokoh pergerakan yang aktif di organisasi besar saat itu, Boedi Oetomo.
Mohammad Saleh sebenarnya bukan asli Probolinggo. Ia lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 15 Maret 1888. Tapi setelah lulus sekolah STOVIA, ia kemudian ditugaskan oleh pemerintah Belanda yang sedang berkuasa untuk menjadi dokter di Probolinggo. Ia pun menempati bangunan bekas pegawai dinas Hindia Belanda, yang kemudian dijadikan rumah sakit sekaligus rumah pribadinya.
Rumah tersebut berlokasi di Jalan Laoet nomor 1, yang kini menjadi Museum Dokter Saleh. Nama jalan pun diubah menjadi Jalan Dokter Saleh.
Dahulu, keberadaan rumah tersebut tidak hanya difungsikan sebagai rumah sakit. Dokter Saleh bersama kawan-kawan pergerakannya dari berbagai daerah juga menjadikan bangunan yang menghadap ke arah barat itu sebagai tempat berdiskusi. Kala itu, bangunan tersebut disebut "Rumah Nusantara". Keluarganya pun juga tinggal di rumah tersebut.
Karena besarnya jasa dokter Mohamad Saleh, pemerintah pun kemudian menjadikan rumah tersebut menjadi Museum Dokter Saleh. Museum itu dikelola oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Pegawai dari instansi terkait ditarik untuk menjadi petugas di museum tersebut. Tak hanya merawat. Petugas juga menjadi pemandu saat Museum Dokter Saleh dikunjungi.
Kini, Museum Dokter Saleh menjadi salah satu tempat edukasi yang wajib dikunjungi. Di dalamnya masih tersimpan dengan baik semua perabot rumah tangga milik mendiang dokter Saleh. Bahkan, semua peralatan kedokteran milik dokter Saleh masih ada. Anehnya, aroma obat seperti rumah sakit aktif masih tercium di sebagian sudut ruangan.
Bagaimana, penasaran dengan dua museum di Probolinggo? Yuk, kunjungi aja Museum Probolinggo dan Museum Dokter Saleh yang bisa dijadikan kegiatan untuk memperingati Hari Museum Nasional tahun ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |