Peristiwa Daerah

Ridwan Kamil Apresiasi Dialektika Bahasa Sunda di Film 'Before, Now and Then (Nana)'

Rabu, 19 Oktober 2022 - 11:52 | 31.29k
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menghadiri Pemutaran Film Nana (Before, Now, and Then) di Ciwalk XXI, Bandung. (Foto: Biro Adpim Jabar/ Yogiprayoga)
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menghadiri Pemutaran Film Nana (Before, Now, and Then) di Ciwalk XXI, Bandung. (Foto: Biro Adpim Jabar/ Yogiprayoga)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANDUNGGubernur Jabar (Jawa Barat) Ridwan Kamil mengapresiasi penayangan film Before, Now and Then (Nana) dengan menggunakan dialektika bahasa Sunda.

Film ini berkompetisi dengan film lainnya di Festival Film Internasional Berlin ke-72 pada Februari 2022. Selain itu juga berhasil menyabet berbagai penghargaan dan diapresiasi oleh 17 negara dengan 50 tempat yang berbeda.

Advertisement

"Hari ini kita menyaksikan dan merayakan sebuah peristiwa bersejarah. Disebut bersejarah karena film di era hari ini berbahasa daerah, khususnya berbahasa Sunda yang hasilnya luar biasa," kata Ridwan Kamil usai menonton film Before, Now and Then (Nana) di XXI Cihampelas Walk, Selasa (18/10/2022).

Penggunaan bahasa daerah (Sunda), menurut Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil menjadi suatu gebrakan nyata dalam melestarikan kembali kebudayaan daerah.

Gubernur-Jawa-Barat-Ridwan-Kamil-a.jpgGubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menghadiri Pemutaran Film Nana (Before, Now, and Then) di Ciwalk XXI, Bandung. (Foto: Biro Adpim Pemprov Jabar/ Yogiprayoga)

"Di tengah gempuran makin melemahnya penggunaan bahasa ibu, kita punya medium berupa film yang membangkitkan lagi semangat kebudayaan, bahwa kita ini memang kaya dengan nilai-nilai identitas," ujarnya.

Kang Emil pun mengaku terharu ketika menonton film yang berlatarkan Indonesia di era 60-an, pasca kemerdekaan. Dimulai dari alunan musiknya, serta gestur dari para pemerannya membuat emosi penonton ikut terbawa ke dalam suasana film.

"Secara sinematografi sebagai moviegowers, saya juga sangat terharu. Sinematografinya, musiknya keren banget, saya apresiasi. Sehingga tanpa bicara pun saya perhatikan emosinya mengalir karena faktor kualitas dari musikalnya juga luar biasa," papar Kang Emil.

Pemda Provinsi Jabar pun mendukung penuh pembuatan produksi film tersebut dari awal. Hal itu sebagai komitmen nyata pemerintah dalam memajukan industri film Indonesia di kancah internasional.

"Film ini didukung dari awal oleh Pemda Provinsi Jabar. Kita support berbagai fasilitas karena memang saya sangat ingin tanah Jawa Barat dijadikan lokasi-lokasi syuting. Mau konteks zaman dulu, bangunan heritage juga banyak di Bandung. Alamnya indah, semua ada, termasuk kampung yang masih karuhun di Ciptagelar," ungkap Kang Emil.

Sutradara film Before, Now and Then (Nana) Kamila Andini mengatakan, penggunaan bahasa daerah sebagai bentuk eksplorasi budaya lokal di Indonesia.

"Saya selalu berusaha untuk memakai bahasa lokal, juga mengeksplorasi budaya lokal di Indonesia. Di film ini kesempatan yang spesial dan sangat membahagiakan karena bicara tentang tanah dan akar budaya sendiri, keluarga saya semua dari Jawa Barat," sebutnya.

Tak hanya itu, Kamila mengungkapkan, penuturan kata yang terucap dalam film tersebut merupakan memorinya sejak kecil. "Ini yang saya dengar sejak kecil, bahasa ibu saya jadi lantunan Cianjuran. Bahasa yang ada di situ sesuatu yang sangat dekat dan personal," ujarnya.

"Jadi kesempatan yang sangat luar biasa bagi saya sebagai kreator menampilkan kembali memori-memori dari diri saya, yang kiranya bisa menjadi relasi untuk semua berlatar belakang Sunda. Semoga saya bisa mengolah budaya yang sangat kaya ini, dan bisa diteruskan," tambah Kamila.

Gubernur-Jawa-Barat-Ridwan-Kamil-b.jpgGubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menghadiri Pemutaran Film Nana (Before, Now, and Then) di Ciwalk XXI, Bandung. (Foto: Biro Adpim Pemprov Jabar/ Yogiprayoga)

Penulis novel ‘Jais Darga Namaku’, Ahda Imran, berharap film ini menjadi awal dari film-film berbahasa daerah terutama Sunda. Sebab menurut dia banyak banyak novel berbahasa Sunda yang bisa diangkat menjadi film.

"Banyak sekali sebenarnya novel-novel berbahasa sunda yang bisa diangkat menjadi film. Karena film-film berbahasa daerah punya kekuatan dan punya pasarnya," jelas Ahda Imran di XXI Ciwalk (Cihampelas Walk), Bandung, Selasa (18/10/2022).

Ia juga menyebut dalam proses penulisan pada novel ini dilakukan selama tiga tahun hingga dirinya bertolak ke Paris untuk melakukan riset tentang buku otobiografi ini.

"Ini sebenarnya buku otobiografi kehidupan nyata Raden Nana Sunani di Jawa Barat. Proses penulisan selama tiga tahun, termasuk harus ke Paris dan Garut, dan sebagainya," kata penyair dan esais Indonesia ini.

Selain itu juga ia juga menjelaskan bahwa bahasa Sunda tidak hanya berhubungan dengan bahasa kampungan, preman, atau sering dianggap bahasa banyolan. Akan tetapi, pada film ini membuktikan bahasa Sunda juga bisa berkisah tentang manusia.

"Jadi bahasa Sunda itu bisa serius, bisa menceritakan kisah manusia. Itu yang diperlukan dalam bahasa daerah," jelasnya.

Sinopsis Film ‘Before, Now and Then (Nana)’

Berlatar belakang di tahun 1960-an saat terjadi turbulensi pergantian kekuasaan di Indonesia, film ini bercerita tentang tokoh utama yaitu Nana atau Raden Nana Suhani. Nana kehilangan seorang ayah dan anak karena perang di Jawa Barat.

Lalu Ia menikah lagi untuk memulai hidup baru dengan pria kaya raya, yang justru selalu merendahkannya. Sang suami juga merupakan orang yang tidak setia. Nana pun menderita dalam diam.

Suatu ketika, ia bersahabat dengan salah satu simpanan suaminya, yang membuat semuanya berubah. Mereka bersama-sama mencari harapan untuk meraih kemerdekaan.

Dan karena penggunaan dialektika bahasa Sunda, film Before, Now and Then (Nana) ini pun mendapat apresiasi dari Gubernur Jabar, Ridwan Kamil. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES