Motif Pohon Sukun di Batik Sukun Kota Malang Terselip Doa dan Makna Filosofis

TIMESINDONESIA, MALANG – Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur memiliki kekayaan warisan budaya berupa batik. Batik Sukun, begitu orang menamakannya, dipromosikan sebagai salah satu ikon yang diproduksi sejumlah kelompok masyarakat.
Batik merupakan salah satu kekayaan warisan budaya Indonesia. Oleh UNESCO, batik telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Advertisement
Sejak saat itu, 2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional. Batik adalah kain Indonesia bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan.
Pada batik sukun ini, ciri khasnya berada pada motif pohon sukun yang diselipkan di setiap motif batik. Motifnya pun tak melulu pohon sukun, bisa juga ranting pohon sukun, akar, daun, buah, batang, dan lainnya yang berkaitan dengan pohon sukun.
Lurah Sukun, Andin Yunistiyanto, menjelaskan bahwa tiga tahun belakangan ini batik sukun mulai gencar dipromosikan. Pihak kelurahan sangat mendukung upaya promosi yang berimplikasi kepada pemberdayaan masyarakat.
Nena, pegiat Batik Sukun Kota Malang. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
"Kami fasilitasi di anggaran kelurahan melalui PKK. Tahun 2022 mulai pintu awal kegiatan batik menyeluruh. Kami lakukan pelatihan membatik untuk ibu-ibu PKK. Tahun 2023 kita tindaklanjuti hasil pelatihan," katanya, Jumat (21/10/2022).
Andin berharap komunitas batik yang diisi oleh pegiat batik bisa bersatu mendirikan koperasi batik. Upaya ini sebagai bentuk peningkatan sektor UMKM di wilayah sukun.
"Itu target kami mudah-mudahan bisa goal. Harapannya koperasi batik menampung anggota dari masyarakat pegiat batik. Dari koperasi minimal bisa menyediakan bahan untuk produksi. Penjualan melalui satu pintu di koperasi itu," ucapnya kepada TIMES Indonesia.
Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang ini memiliki sembilan RW. RW yang aktif kata Lurah di antaranya adalah RW 3, RW 6, RW 5, dan di RW 4 yang mulai tumbuh.
Ia menilai antusiasme masyarakat Sukun sangat tinggi. Pemasaran produksi ke luar masih belum bisa masif karena produksi batik sebatas industri rumahan.
"Alhamdulillah banyak yang studi banding. Sebelum pandemi sering ke Sukun. Waktu pandemi tentu menurun dan sekarang mulai berangsur baik," ungkapnya.
Pada tanggal 23 Oktober 2022 ini, warga Sukun akan menggelar Ajang Kreasi Batik Sukun di Taman Walet. Peserta dari wilayah Kelurahan Sukun yang menampilkan fashion show batik on the street, mewarna batik secara kolosal, sinau batik bersama anak-anak, dan bazar UMKM.
Salah satu pegiat batik yang juga penggerak pemberdayaan masyarakat di RW 3 Kelurahan Sukun yakni Nur Zanah, mengatakan bahwa Batik Sandhya Nusantara atau Batik Sukun memberdayakan masyarakat sekitar termasuk pemuda karang taruna.
"Pemberdayaan ada di Omah Batik. Batik Sukun yang menamakan bukan dari kita. Kita ikut lomba Dekranasda itu dinamakan di sana," kata ibu 50 tahun ini.
Menurut Nena, sapaan akrabnya, keunggulan batik sukun berada pada corak atau motifnya yang sarat akan makna. Setiap pembatik menyelipkan doa dan memberi makna filosofis tentang pohon sukun.
"Karena wilayah kami Kelurahan Sukun dan Kecamatan Sukun. Di daerah sini banyak pohon sukun. Ternyata pohon sukun adalah pohon kehidupan yang harus kita lestarikan. Dalam beberapa penelitian menyebut buah sukun akan menjadi makanan pokok di dunia. Nah ini cara kami melestarikannya dari batik ini," kata ibu dua anak ini.
Nena, pegiat dan pemberdaya batik Sukun sudah mengantongi sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Nena pun menerangkan bahwa Bapak Proklamator Bung Karno dikatakan terinspirasi dalam merangkai Pancasila yang terdiri dari lima sila.
"Bung Karno terinspirasi dari pohon sukun ketika diasingkan di Pulau Ende. Beliau merenung menghadap ke atas dan melihat pohon sukun bercabang lima," ujarnya.
Dari sejarah itu lah, Nena berharap generasi muda selain melestarikan budaya bangsa, harus paham bahwa Pancasila itu harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari.
"Kita harus mengenalkan kepada generasi penerus bangsa tentang warisan budaya yang harus kita jaga. Cita khas batik sukun ada kombinasi pohon sukun. Misal daun ada 7 ruas. Semua ada filosofinya. Kita pertahankan orang melihat batik ini, bisa langsung menyebut oh ini batik sukun," bebernya.
Ada kisah dalam setiap pembuatan Batik Sukun. Konsumen semakin tertarik dan antusias karena ikut bangga dengan produk batik yang penuh filosofi.
"Jadi setiap produk itu ada filosofinya. Kami mendesign harus ada filosofi dan ceritanya," kata Nena.
Masyarakat Sukun awalnya memproduksi batik tulis. Seiring berjalannya waktu dan permintaan pasar, warga Sukun mulai mengembangkan batik cap dan batik kombinasi tulis dan cap.
Sandhya Nusantara nama UMKM masyarakat Sukun yang memproduksi dan mempromosikan batik sukun. UMKM Sandhya Nusantara menjadi nominator di bidang memberdayakan tahun 2020 pada Dekranasda Award.
Sukun ingin menjadi sentra pegiat warisan budaya bangsa. Hal ini menjadi terobosan khususnya mengajak kaum milenial untuk terlibat aktif.
Kaum milenial diajak mencintai batik caranya mengenalkan mereka bahwa batik bukan lah hal kolot. Batik juga bisa mengikuti perkembangan tren fashion.
"Kita buat motif modern yang disisipi motif klasik supaya tidak menghilangkan filosofi yang ada. Kalau kita ingin generasi muda cinta batik, caranya biar mereka bikin design sendiri," paparnya.
Pengkaderan bagi generasi muda termasuk anak-anak dimulai dengan mengajarkan siswa SD, SMP hingga SMA tentang membatik. Membatik kata Nena bukan proses instan. Membatik butuh kesabaran ekstra untuk mendapatkan hasil yang sesuai keinginan.
"Biar mereka paham mencapai sesuatu tidak instan harus proses melatih kesabaran. Ini terapi anak-anak untuk menstabilkan emosinya. Pernah kita coba anak autis dia suka pewarnaan dan berhasil. Kita ajak ngomong dan kumpulkan. Yang dia sukai kita berikan. Kita kasih yang sudah kita canting. Kita siapkan warna," jelasnya.
"Proses membatik terapi kesehatan soalnya kan hangat terus ketika pegang alat canting. Kita olah rasa, olah raga, dan emosi," imbuhnya.
Menurut Nena, tantangan warisan budaya batik ke depan adalah pengembangan dan kaderisasi sumber daya manusia. Saat ini banyak produk pakaian yang dijual di toko-toko hanya bermotif batik, namun bukan murni batik.
"Yang dijual di toko-toko banyak bukan murni batik tapi motif batik. Yang bisa dikatakan batik yaitu melalui proses malam yang dipanaskan. Ada juga proses dengan pencantingan, cap atau kombinasi," tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji mengapresiasi batik Sukun yang menjadi salah satu kebanggaan Kota Malang. Batik Sukun memiliki eksklusivitas karena motifnya penuh dengan makna dan filosofi yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Sutiaji menjelaskan perlu kekompakan bersama baik pemerintah maupun elemen masyarakat untuk menyatukan kekuatan mengenalkan batik dari Kota Malang kepada dunia.
"Yang perlu dioptimalkan adalah bagaimana menghubungkan masing-masing kelompok menjadi sesuatu kekuatan untuk mengenalkan batik,” tutur Sutiaji.
Wali Kota Malang menyarankan agar motif batik Sukun dapat dikombinasikan dengan ikon Kota Malang, salah satunya Tugu Malang.
"Batik merupakan budaya khas Indonesia yang mendunia. Negara-negara lain di luar sana sangat kagum. Banyak orang saat ini tidak canggung lagi memakai busana batik,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |