Pemkab Ngawi Ungkap Sapi Warga Mati Bukan Karena Vaksin PMK, Tapi Sakit BEF

TIMESINDONESIA, NGAWI – Pemkab Ngawi melalui Dinas Perikanan dan Peternakan )DPP) Kabupaten Ngawi sapi milik warga Desa Brangol Kecamatan Karangjati yang mati bukan karena efek vaksin PMK.
Kepala DPP Ngawi, Bonadi menyatakan sapi tersebut mati karena teridentifikasi akibat penyakit Bovine ephemeral fever (BEF). Kematian sapi milik warga tersebut, juga karena disembelih jagal.
Advertisement
Bonadi mengatakan, berdasarkan investigasi DPP, sapi yang mati tersebut bukan karena efek vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK). Melainkan sapi telah terinveksi penyakit BEF, atau flu sapi.
"Dinas sudah turun. Bukan karena vaksin PMK. Tapi penyakit BEF. Sebenarnya penyakit ini bisa sembuh sendiri, tetapi harus Sabar," kata Bonadi kepada Times Indonesia, pada Selasa (15/11/2022).
Bonadi mengatakan, kasus sapi yang terkena BEF di wilayah setempat sebenarnya ada 3 ekor. Dua ekor berhasil sembuh, sedangkan seekor lainya mati. Matinya sapi milik warga tersebut juga bukan karena infeksi parah penyakit BEF. Melainkan karena disembelih oleh jagal.
"Jadi sapi milik warga itu dijual kepada jagal. Sudah disembelih kemudian dikembalikan lagi ke pemilik. Anehnya itu kenapa dikembalikan. Terus dikubur. Mungkin pemilikannya kemarin ketakutan, sapinya sakit terus dijual," jelas Bonadi.
Saat ditanya soal permintaan ganti rugi oleh warga pemilik sapi yang mati tersebut, Bonadi mengatakan bahwa, kompensasi yang diharapkan warga tidak dapat diberikan. Sebab, sapi yang mati bukan karena PMK. Melainkan teridentifikasi terkena BEF.
"Kalau penggantian sapi yang mati hanya untuk yang tekena PMK. Sesuai progran dari pusat. Kalau BEF tidak dapat diusulkan," ujar Bonadi.
Bonadi melanjutkan, soal permintaan ganti rugi warga Desa Brangol yang sapinya mati tersebut, masih perlu dikaji lebih lanjut. Seperti misalnya dengan memberikan bantuan sosial kepada yang bersangkutan.
"Khusus untuk itu (BEF) memang belum ada aturannya. Kecuali yang bersangkutan memiliki asuransi ternak," ucap Bonadi.
Menurut Bonadi, kejadian di Desa Brangol merupakan kasus pertama kali di Kabupaten Ngawi. Di sisi lain, pelaksanaan vaksinasi PMK yang di laksanakan DPP sudah puluhan ribu kali, dan hanya satu kejadian yang menyebapkan sapi milik warga mati.
"Yang jelas sudah di atas 30 ribu sapi yang sudah divaksin PMK," ungkap Bonadi.
Lebih lanjut, Bonadi menyampaikan hingga kemarin (14/11), kasus PMK di kabupaten Ngawi sudah melandai. Data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Ngawi, jumlah sapi yang sakit masih ada 40 an ekor.
"Ternak kita yang terkena 2.300 an. Sudah sembuh sekitar 2.200 an. Kemudian yang mati 44 ekor. Ada juga yang dipotong paksa 4 ekor. Jadi tinggal 40 an ekor yang masih dalam masa penyembuhan," ungkap Bonadi.
Bonadi memaparkan Penyakit BEF memiliki gejala hampir mirip dengan PMK. Penyakit pada sapi tersebut juga bisa menyebabkan kematian namun rasionya termasuk kecil sekali.
"BEF memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan PMK tetapi beda. Jadi memang bisa menyebabkan kematian, tetapi sangat kecil kemungkinannya," papar kepala Dinas Perikanan dan Peternakan kabupaten Ngawi, Bonadi.
Sebagai informasi bagi para peternak, sebagaimana dikutip dari bbpkhcinagara.com, penyakit BEF pada sapi memiliki gejala klinis pada hewan yang terinfeksi seperti demam tinggi (40-42 derajat celcius), penurunan nafsu makan dan penurunan nafsu minum keluarnya Ieleran dari hidung dan mata (lakrimasi) yang bersifat serius.
Penyakit BEF itulah yang diklaim Pemkab Ngawi sebagai penyebab matinya ternak warga Desa Brangol Kecamatan Karangjati. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |