Peristiwa Daerah

Kampung Naga Petrokimia Banyuwangi Cetak Petani Buah Naga Sejahtera

Senin, 28 November 2022 - 19:22 | 207.35k
Edy Purwoko alias Edy Lusi, Ketua Petani Buah Naga Banyuwangi (Panaba), sekaligus pentolan Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto: Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)
Edy Purwoko alias Edy Lusi, Ketua Petani Buah Naga Banyuwangi (Panaba), sekaligus pentolan Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto: Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGIKampung Naga Petrokimia, begitulah kampung ini diberi nama. Sebuah kampung para petani buah naga yang terletak di ujung timur pulau Jawa. Tepatnya di Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur.

Kampung ini memang terletak dipelosok desa. Jauh dari pusat keramaian. Namun jangan salah, petani di sini hidup makmur sejahtera dari hasil budidaya tanaman hortikultura bernama latin Hylocereus polyrhizus tersebut. Serta berkat pendampingan dari PT Petrokimia Gresik, perusahaan pupuk dibawah naungan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

Advertisement

Dari pemdampingan itu pulalah, nama Kampung Naga Petrokimia, terlahir. Sebagai prasasti peningkatan taraf ekonomi kaum tani buah naga merah di Dusun Tambakrejo. Dari yang sebelumnya kerap hidup pas-pasan, kini menjadi lebih berkecukupan. Dari yang tadinya banyak petani jual sawah, satu persatu mulai membeli mobil mewah.

Ya, setidaknya begitu penjabaran Edy Purwoko, Ketua Petani Buah Naga Banyuwangi (Panaba), sekaligus pentolan Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo.

“Sebelum berdiri Kampung Naga Petrokimia, masyarakat disini (Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo) kurang melirik sektor pertanian,” katanya, Senin (28/11/2022).

Kampung-Naga-2.jpgGapura Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

Terlebih kalangan generasi muda. Mereka malah memandang bahwa bekerja menjadi petani akan jauh dari kata sejahtera. Maklum, kala itu komoditi pertanian yang dikembangkan sebatas tanaman pangan. Dan sudah bukan rahasia, keuntungan yang dihasilkan kurang menjanjikan.

Barulah di tahun 2010, dengan dipelopori Edy Lusi, sapaan akrab Edy Purwoko, sejarah budidaya buah naga merah di Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, dimulai. Bermodalkan uang pinjaman dari Bank Jatim, mereka mendatangkan bibit dari Medan, Sumatera Utara.

“Kami mendatangkan bibit buah naga merah dengan panjang 30 sentimeter seharga Rp8 ribu per batang,” ungkap pria kelahiran Banyuwangi, 1 Agustus 1979 tersebut.

Sebenarnya, di Banyuwangi waktu itu sudah ada buah naga putih. Namun jenis tersebut kurang diminati. Karena tidak se produktif buah naga merah.

Edy Lusi menjelaskan, dengan membudidaya buah naga merah, petani mampu panen sebanyak 6 kali dalam setahun. Bahkan jika budidaya dilakukan dengan menerapkan inovasi Puting Si Naga (Penggunaan Lampu Tingkatkan Produksi Buah Naga), buah naga merah mampu panen sebulan sekali, sepanjang tahun.

“Seperti petani buah naga di Kampung Naga Petrokimia ini, mereka semua tiap bulan panen buah naga merah,” beber Edy Lusi.

Naga yang Membikin Sejahtera

Kampung-Naga-3.jpgTanaman buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

Untuk diketahui, inovasi Puting Si Naga adalah teknologi tepat guna penggunaan lampu di kebun buah naga pada malam hari, untuk merangsang pembungaan. Berkat inovasi ini, buah naga para petani dapat menghasilkan banyak buah, sehingga petani dapat melakukan panen buah naga di luar musim atau off season.

Ini salah satu faktor yang menjadikan petani buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia, di Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, hidup makmur sejahtera. Bayangkan saja, tiap bulan per satu hektar lahan, minimal mereka mampu menghasilkan 5 ton buah naga. Dengan harga normal, Rp14 ribu per kilogram saja, petani sudah membawa pulang Rp70 juta.

Padahal, biaya operasional per bulan, petani hanya membutuhkan sekitar Rp20 juta saja. Dengan rincian, Rp3 juta untuk biaya listrik, Rp10 juta untuk pupuk dan ongkos pekerja dan lain-lain sekitar Rp7 juta. Artinya, per satu hektar lahan buah naga di Kampung Naga Petrokimia mampu memberikan penghasilan bersih Rp50juta per bulan.

Sungguh angka yang cukup fantastis. Pantas jika petani buah naga di Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo bisa hidup makmur sejahtera.

Edy Lusi menambahkan, selain inovasi Puting Si Naga, yang menjadi kunci keberhasilan para petani buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia adalah pupuk NPK Phonska Plus. Pupuk produksi PT Petrokimia Gresik tersebut dinilai paling cocok atau memiliki unsur kandungan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman buah naga.

“Kami telah melakukan uji coba, dan yang paling cocok untuk tanaman buah naga hanya Phonska Plus. Tanaman buah naga itu maunya kenyang terus, dan yang bisa memberikan itu hanya Phonska Plus,” cetusnya.

Suami dari Lusiyani Bina Rahayu ini juga memberikan tips sukses bertani buah naga merah. Pertama, pemupukan menggunakan NPK Phonska Plus, minimal 20 hari sekali dengan dipadu dengan pupuk kandang atau pupuk organik. Kedua, pemberantasan hama atau penyakit dengan tepat sasaran. Dicontohkan, saat musim penghujan tanaman buah naga rawan terserang cacar. Terutama ketika tumbuh tunas baru, saat buah masih muda dan ketika buah menjelang merah.

“Saat seperti itu, yang kita semprot fungisida hanya pada bagian yang diserang cacar itu saja. Maka akan lebih efektif,” tuturnya.

Yang ketiga, dilakukan peremajaan batang dan akar tanaman. Caranya cukup mudah. Hanya dengan memotong batang yang sudah tidak produktif, sehingga muncul tunas baru. Serta memangkas akar, guna menumbuhkan akar muda. Dengan perawatan yang baik dan tepat, tanaman buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia, bisa terus produktif hingga sepuluh tahun lebih.

Di Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, terdapat 50 hektaran tanaman buah naga merah. Keuntungan yang cukup menggiurkan membuat para petani di Bumi Blambangan, berangsur-angsur ikut menjadi pembudidaya dan bergabung menjadi anggota Panaba.

Bapak tiga anak ini menyampaikan, ketertarikan para petani di Banyuwangi, menggeluti pertanian buah naga merah karena harga yang relatif stabil. Pasar buah naga merah juga sangat bagus. Mulai dari Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Semarang, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan lainnya. Tercatat, perhari lebih dari 100 ton buah naga merah dari Banyuwangi dikirim keluar daerah.

“Bisa dilihat sendiri, dulu petani di sini sering jual sawah. Kini malah bisa beli sawah. Juga banyak yang beli mobil baru. Semua berkat budidaya buah naga merah,” beber Edy Lusi.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham Juanda, SP, M.Tr.I.P, menyampaikan, keberhasilan petani buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia, cukup memotivasi petani lain di Banyuwangi. Mereka ikut bergabung menjadi anggota Panaba dan bersama menjadi pembudidaya buah naga merah.

Hingga total lahan pertanian buah naga merah di Banyuwangi, kini mencapai 3.786 hektar. Tersebar di Kecamatan Purwoharjo, Siliragung, Pesanggaran, Cluring, Tegaldlimo, Bangorejo, Sempu dan Srono. Dengan produksi mencapai 82.544 ton per tahun. Sekaligus mengantarkan Banyuwangi sebagai Kabupaten penghasil buah naga terbesar di Indonesia.

“Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, melalui Dinas Pertanian, terus melakukan upaya guna mendorong peningkatan produktivitas serta kesejahteraan petani buah naga,” katanya.

Misal dalam inovasi Puting Si Naga, Dinas Pertanian memfasilitasi adanya kerja sama antara pemerintah daerah, PT PLN Persero dan kelompok tani. Termasuk dalam terbentuknya Kampung Naga Petrokimia.

“Juga dilakukan fasilitasi pemasaran, pelatihan pembuatan makanan olahan hingga peningkatan kopetensi petani,” ungkap Ilham.

Dan keberhasilan petani buah naga merah di Kampung Naga Petrokimia, Dusun Tambakrejo, Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, telah diakui para petani se antero Nusantara. Bahkan menjadi jujugan studi tiru instansi pemerintah, akademisi dan kelompok tani dari luar daerah. Seperti Dinas Pertanian Provinsi NTT, Blitar, Sidoarjo, Karangasem Bali, Universitas 11 Maret Surkarta dan Kelompok Tani Cipanas Jawa Barat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES