Peristiwa Daerah

Demo Tolak RKUHP, Asuro Malang Sebut Kriminalisasi Rakyat

Selasa, 06 Desember 2022 - 18:33 | 67.74k
Suasana sejumlah massa aksi yanh tergabung dalam Asuro Malang saat berdemo tolak RKUHP di depan gedung Balai Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Suasana sejumlah massa aksi yanh tergabung dalam Asuro Malang saat berdemo tolak RKUHP di depan gedung Balai Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Suara Rakdjat (Asuro) Malang menyuarakan penolakan RKUHP yang baru saja di sahkan oleh DPR RI, Selasa (6/12/2022).

Berada di depan gedung Balai Kota Malang, massa aksi dari Asuro menyuarakan bagaimana sejumlah pasal di RKUHP yang baru disahkan ini dianggap mengkriminalisasi rakyatnya.

Advertisement

"Ini bentuk mengkriminalisasi dengan dalih menghina. Kita mengkritik perlu solusi," ujar narahubung aksi, Fajri kepada awak media, Selasa (6/12/2022).

Mereka mencatat ada empat poin pasal yang dinilai mencederai kebebasan demokrasi di Indonesia melalui RKUHP.

Pertama, pasal 240 yang menyatakan bahwa setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara bisa dipidana penjara paling lama satu tahun enam bulan.

Kedua, pasal 232 dan pasal 233 KUHP yang memuat tindak pidana terhadap upaya penghalangan rapat badan pemerintah dan lembaga legislatif.

Gerakan-gerakan seperti tolak Omnibus-Law hingga Reformasi Dikorupsi bisa menjadi sasaran kriminalisasi oleh pasal tersebut.

Bahkan, pasal itu diperkuat dengan hadirnya pasal 260 ayat (1) dan (2) yang memidanakan perbuatan menerobos gedung pemerintahan.

"Ketika kita dengar rapat, itu kan penting apalagi ada masalah di dalamnya. Kita aksi dan memaksa masuk kita bisa dipidana. Ini double track sistem," ujarnya.

Demo-Tolak-RKUHP-di-Malang.jpgSuasana sejumlah massa aksi yanh tergabung dalam Asuro Malang saat berdemo tolak RKUHP di depan gedung Balai Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

Ketiga, pasal 256 yang terdapat peraturan supaya masyarakat menyampaikan pemberitahuan kepada pihak berwenang sebelum menggelar unjuk rasa ataupun demonstrasi.

Fajri beranggapan, banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau undang-undang yang disahkan oleh lembaga legislatif secara mendadak.

Keterbukaan publik, menurut Fajri, sering sangat minim dalam prosesnya, sehingga timbul refleksi dari rakyat yang membentuk gerakan spontan. Dan jika melakukan pengurusan izin jauh hari belum tentu diterima.

"Padahal kita tidak perlu, karena ini bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Ini menghalangi kebebasan," ujarnya.

Keempat, pasal 246 dan 247 KUHP yang memidanakan seseorang yang menghasut massa dengan tujuan melawan penguasa hukum.

Pasal tersebut, kata Fajri, dianggap dapat sewaktu-waktu mengkriminalisasi para pengkritik penguasa yang argumennya dipercayai oleh masyarakat luas.

"Akan semakin muda bagi penguasa untuk membungkam kritik masyarakat. Kesewenangan penguasa akan menjadi legal dan dilindungi hukum kalau seperti ini caranya," tuturnya.

Oleh sebab itu massa aksi dari Asuro Malang menyatakan sikap, mereka mendesak pemerintah untuk merevisi KUHP yang baru saja di sah kan hari ini dan menghapus ketentuan krusial yang berpotensi memberangus HAM dan Demokrasi.

Kemudian, mereka juga mendesak pemerintah dan DPR RI untuk membumikan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Ini aksi awal dari teman-teman. Dalam waktu dekat kita akan mengusung aksi lebih besar lagi dengan melibatkan organisasi mahasiswa lain hingga warga," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES