
TIMESINDONESIA, JOMBANG – Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jombang masih sangat memprihatinkan. Setidaknya, pada tahun 2022 ini Women’s Crisis Center (WCC) Jombang telah menemukan 79 perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan bagi keamanan dan kenyamanan perempuan di kabupaten yang terkenal sebagai kota santri ini. "Dalam perjalanan kami melakukan pendampingan perempuan korban kekerasan, angka kekerasan mengalami peningkatan setiap tahunnya," kata Ana Abdillah Direktur WCC Jombang, Jum'at (23/12/2022).
Advertisement
Dari jumlah 79 perempuan dan anak yang menjadi korban Kekerasan seksual yang didampingi WCC Jombang itu dari kurun waktu bulan Januari hingga November 2022 lalu.
Ana Abdillah Direktur WCC Jombang. (FOTO : Rohmadi/TIMES Indonesia)
Kekerasan ini terbagi menjadi tujuh segmen, yakni Kekerasan Terhadap Istri (KTI), Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Perkosaan (PKS), Pelecehan Seksual (PS), Kekerasan DalamPacaran (KDP), Trafficking (Perdagangan Manusia) dan Pidum (Pidana Umum).
"Dalam kurun waktu tersebut, Kami menemukan kasus yang paling banyakadalah KTI, yaitu sebanyak 33 Kasus," papar aktifis perempuan ini.
Menurutnya, hal itu berbanding terbaik dengan Pemerintah Kabupaten Jombang pada tahun 2022 yang mendapatkan penghargaan Kabupaten Layak Anak(KLA) kategori Nindya.
"Adanya penghargaan KLA, menjadi tolak ukur keberhasilan KabupatenJombang dalam melindungi anak-anak. Pada sisi lain, fakta yang kami temui dilapangan bahwa dalam kurun Januari sampai November 2022 tercatat sebanyak 31 anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual," jelasnya.
Angka ini mengalami peningkatan jika dibanding dengan tahun sebelumnya yaitu 29 kasus. Dalam hal ini yang dimaksud anak adalah sebagaimana dalam undang–undang nomor 35 tahun 2014 Pasal 1 bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
"Dari kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak menimbulkan dampak yang beragam. Diantara dampak yang ada adalah trauma sampai pada adanya percobaan bunuh diri, menjadi anak yang permisif bahkan agresif, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), terputusnya akses pendidikan, penyakit menular seks, sampai pada perkawinan anak," paparnya.
Sebagaimana data di Pengadilan Agama Jombang mencatat bahwa terdapat 358 anak di Kabupaten Jombang yang mendapat dispensasi nikah.
Mengingat begitu banyak dampak yang dialami oleh korban maka perlu adanya regulasi yang mampu mengakomodir kebutuhan korban kekerasan. Keberadaan Perda Jombang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan perlu mendapat telaah kritis untuk dapat dikontektualisasikan dengan kondisi saat ini.
Terlebih pasca disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Amanah dalam UU ini adalah bagaimana korban kekerasan seksual harus mendapat pelindungan yang komprehensif.
"Maka keberadaan perda nomor 14 tahun 2008 perlu disesuaikan dengan UU TPKS. Hal ini akan menjadi cerminan bahwa Kabupaten Jombang layak mendapatkan penghargaan atas kerja-kerja layanannya pada korban, salah satunya adalah Kabupaten Layak Anak," harap Ana Abdillah mengenai Kekerasan seksual di Jombang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |