Tiga Fakta Kali Banger di Probolinggo yang Legendaris

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kali Banger di Kota Probolinggo, Jawa Timur, merupakan kali legendaris. Jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, Banger telah menjadi penanda wilayah Probolinggo pada masa kerajaan.
Kali dengan panjang 6,4 kilometer tersebut, menjadi salah satu komponen dalam lambang Kabupaten Probolinggo. Bersama unsur lain seperti Gunung Bromo, buah mangga dan anggur yang menjadi ikon daerah.
Advertisement
Mengutip situs resmi Kabupaten Probolinggo, Kali Banger adalah sebuah sungai yang semula memberi nama daerah kabupaten seluas 1.696 kilometer persegi ini, pada zaman Bupati pertama, Kiai Tumenggung Djojolelono tahun 1746-1768.
Secara administratif, Kali Banger berada di wilayah Kota Probolinggo. Ia mengalir di dua wilayah kecamatan Kanigaran dan Mayangan. Dua kecamatan paling padat di daerah seluas 56,667 kilometer persegi tersebut.
Melihat kondisi Kali Banger kini, rasanya sulit membayangkan bahwa sungai tersebut dahulu kala, memiliki peran penting serta strategis dalam bidang perdagangan. Ia dulu dilewati kapal.
Berikut tiga fakta Kali Banger di Probolinggo, berikut perbandingan kondisinya dulu dan kini yang bisa membuat kita geleng-geleng kepala.
Dulu Lebarnya 8 Meter, Kini Tinggal 4 Meter
Dulu, kali tersebut memiliki lebar antara 7 sampai 8 meter dengan tinggi genangan dua meter. Dengan kedalaman serta lebar seperti itu, Kali Banger dapat dilewati kapal dari dan menuju pelabuhan.
Sejarah mencatat, Kali Banger memang berfungsi sebagai angkutan niaga dari kawasan Pasar Baru sekarang, sampai ke pelabuhan.
Tapi sekarang, kondisinya telah jauh berbeda. Pada 2015, tercatat sedikitnya ada 58 bangunan yang berdiri di atasnya. Bangunan tersebut dihuni oleh 72 kepala keluarga (KK). Dari yang semi permanen, hingga yang permanen.
Sementara pada kanan dan kiri sungai tersebut, terdapat 649 bangunan yang berdiri. Ke depan, tak menutup kemungkinan jumlah itu bertambah banyak.
Dulu Berfungsi Perdagangan, Kini Kotor
Dulu, Kali Banger dilewati perahu serta kapal nelayan pengangkut ikan. Yakni dari pelabuhan ke kawasan Pasar Baru, kota setempat, atau sebaliknya. Tapi kini, banyak bangunan yang berdiri di atasnya.
Tapi, lolakarya bertajuk “Probolinggo sebagai Kota Pelabuhan Bersejarah; Tantangan dan Potensi Warisan Budaya” pada Mei 2015 menyebut, tak sedikit warga di pinggiran kali, buang air besar (BAB) di badan sungai.
Bahkan, banyak pula warga membuang sampah ke sungai legendaris tersebut.
Melihat kondisinya saat ini, rasanya sulit membayangkan ketenaran Kali Banger dahulu kala. Sebagai lalu lintas perdagangan yang ramai. Dilewati kapal-kapal nelayan serta pedagang.
Jadi Penanda Probolinggo
Kali Banger sangat erat dengan sejarah kerajaan-kerajaan seperti Singasari, Majapahit, Blambangan, Supit Urang, Surapati, khususnya Kerajaan Mataram.
Empu Prapanca dalam pupuh 314/4 kitab kakawan Nagarakertagama menceritakan, pada 1365 Raja Majapahit Prabu Sri Nata Hayam Wuruk melakukan perjalanan menyusuri wilayah kekuasaannya, tepatnya ke daerah ujung timur dan daerah Lumajang.
Berikut juga ketika melintasi wilayah Probolinggo. Dalam lawatannya tersebut, beliu singgah di beberapa desa. Seperti Hambulu Traya, Lumbang, Binor, Pajarakan, Sagara, Gending, Borang, Banger dan juga daerah Buluh, Gedhe, Keboncandi, Sajabung dan Pabayeman.
Kini jika kita datang ke Probolinggo, tak cukup mudah menemukan Kali Banger. Kondisinya menyempit, di atas dan kanan-kirinya dipenuhi bangunan. Serta satu hal lagi, ia jauh lebih dangkal. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Rizal Dani |