40 Tahun Phipetala Tasikmalaya, Lahirkan Generasi Insan Tangguh

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Kalangan pegiat olahraga Alam bebas khususnya kelompok pecinta alam dikalangan pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) tentunya tak asing lagi dengan nama Phipetala SMAN 1 Tasikmalaya.
Perkumpulan siswa-siswi yang memiliki kegemaran menjelajah alam bebas ini, bersekretariat di Jalan Rumah Sakit Umum No. 28, Empang sari, Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Perkumpulan ini merupakan salah satu perkumpulan pelajar penjelajah alam bebas tertua di Tasikmalaya.
Advertisement
Terkenalnya nama Phipetala Mountain and Jungle Explorer Club Tasikmalaya tak lepas dari nama besar SMAN 1 Tasikmalaya yang menjadi sekolah favorit di wilayah Tasikmalaya, bahkan tak sedikitnya siswa-siswinya dari luar Tasikmalaya seperti dari Kabupaten Ciamis serta Kota Banjar yang berlomba melakukan persiapan belajar ekstra dengan kesungguhan agar dapat diterima di SMA Negeri tertua di Tasikmalaya.
Selain itu nama Phipetala terus terangkat karena beberapa kegiatan eksplorasi dan edukasi konservasi lingkungan yang dikemas seperti penyelenggaraan acara hiking lintas bukit yang diselenggarakan secara kontinyu serta diikuti tidak hanya oleh kelompok pelajar, tetapi dibuka secara terbuka bagi kalangan generasi muda di Tasikmalaya.
Eksistensi kegiatan perkumpulan penjelajah alam terbuka ini berdampak positif pula terhadap pengembangan organisasi kelompok pecinta alam tingkat pelajar (sispala) di Tasikmalaya, hal ini dibuktikan tak selang beberapa tahun banyak bermunculan sispala di Tasikmalaya seperti kelompok Napak Rimba SMAN 2 Tasikmalaya, Gempala SMAN 3 Tasikmalaya dan sampai saat ini tercatat ada sekitar puluhan sispala yang tercatat di Forum Komunikasi Pecinta Alam Tasikmalaya.
Saat ditemui TIMES Indonesia di acara Silaturahmi Akbar 40 Tahun Phipetala Tasikmalaya, Pembina sekaligus Wakil Kepala Urusan Kesiswaan Drs. Akuh, SPd, MP merasa bangga memiliki salah satu unit kegiatan siswa yang maju dan bermanfaat serta mendukung terhadap karir siswa. Tentunya keberhasilan ini tak lepas dari kunci penempaan kedisiplinan dari para siswa dan pembina dalam menjalankan juklak dan juknis yang menjadi pedoman aturan dari sekolah.
"Tentunya kami bangga kurikulum kegiatan ekra kulikuler ini berjalan sesuai dengan juklak dan juknis sehingga membuahkan hasil, tak sedikit siswa siswi kami menjadi sukses menjadi pejabat penting di unsur Pemerintahan, TNI ataupun Polri, bahkan menjadi salah satu atlet arung jeram yang mewakili tim Indonesia berlwga di Kejuaraan World Rafting Championship 2013, dan alhamdulilah dapat memboyong medali," ungkapnya, Sabtu (29/4/2023)
Keberhasilan dan prestasi yang diraih menurut Akuh tentunya tidak didapat secara mudah dan cuma-cuma, anggota Phipetala dituntut untuk lebih pandai dalam manajerial waktu, karena keberadaan Phipetala menurutnya harus mendorong terhadap suksesnya pendidikan, bukan menghambat terhadap proses konsentrasi belajar. Dalam rekruitmen anggota Phipetala, para siswa hanya memiliki dua kesempatan, yang pertama di kelas 10 dan kelas 11, di atas itu tidak diperkenankan, karena harus fokus kepada persiapan pendidikan lanjutan menuju perguruan tinggi.
"Keberhasilan ini pun tak lepas dari peran para alumni dan seluruh stake holder yang selalu mendukung, alumni tak hanya finansial yang diberikan tetapi pemantapan materi dan bimbingan sewaktu pelaksanaan pendidikan menjadi satu kunci sukses Phipetala, saya ucapkan terima kasih kepada para alumni, juga kepada Federasi Arung Jeram dan Republik Aer yang selalu mensupport kegiatan Phipetala sampai dengan saat ini," terangnya.
Pendidikan Sispala: Penempaan Fisik dan Mental Bukan Perpeloncoan
Salah satu anggota angkatan perdana di Phipetala yang kini masih tetap eksis dan memberikan perhatian dan bimbingan dalam pendidikan dasar Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa, M.Pd., kepada TIMES Indonesia menyebut konsep kekeluargaan menjadi salah resep membentuk mental menjadi satu kebersamaan dan kesolidan dalam sebuah organisasi siswa pecinta alam.
Iwa yang telah purna tugas dan berhasil meniti karir menjadi Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Koarmada II Kolonel Laut, kebersamaan dan kesolidan tim menurutnya menjadi hal yang penting dalam berkegiatan di alam terbuka, karena kegiatan ini idealnya dilakukan secara berkelompok.
"Kami merasa saling memiliki seperti antara kakak dan adik, sebab berkegiatan di alam bebas idealnya dilakukan tidak perorangan, jadi segaja kekeluargaan ini selalu kita jaga sampai sekarang. Bukan saja masalah Phipetalanya saja yang kita banggakan tapi dari dasar senasib sepenanggungan lah yang membuat kekeluargaan kita menjadi lebih kuat," ungkap Iwa bersama tekan seangkatannya Oka Djatnika Sundayana
Dalam proses pembentukkan karakter personel organisasi pecinta alam supaya lebih tangguh dan mudah tidak bisa instan menurutnya siswa harus mengikuti materi pendidikan yang diberikan oleh seniornya secara kontinyu, ilmunya tidak cukup di bangku kelas saja tetapi di lapangan alam bebas mereka akan saling mengenal satu sama lain perihal karakter yang dimilikinya, sehingga mereka dapat lebih tertempa untuk bisa menjadi lebih bijaksana serta untuk lebih mengetahui bukan saja karakter baiknya tapi lebih jauhnya lagi mengetahui dari kekurangannya masing-masing.
"Bukan perpeloncoan menurut saya, tapi mendidik kelompok pecinta alam harus mencetak generasi atau yang tangguh dan terbaik, jadi harus mendidik mereka dengan keras tetapi harus terukur," tandasnya
Dalam proses pendidikan dasar menurut Iwa para pembimbing ataupun senior harus lebih mengetahui tentang psikologis dan kekuatan fisik sehingga para pembimbing akan dapat memahami saat siswa harus istirahat berbaring, saat bangun malam, dan saat siswa harus lari dan terlentang di jalanan di tengah derasnya hujan, jadi yang harus mengukur terhadap bagaimana kondisi para juniornya adalah pembimbingnya.
"Jangan dipukulin tanpa alasan yang tidak jelas, di Phipetala itu tidak ada, kalau tengah malam dalam Diklat Taisho buka baju bersama, kita juga sama buka baju, karena itu merupakan kebutuhan kita, naluri alam kita harus beradaptasi sewaktu di cuaca dingin kita mengadakan pemanasan, agar suhu badan menjadi hangat dan kita bisa tidur tenang, jadi di Phipetala itu tidak ada perpeloncoan, yang ada adalah penempaan bagaimana kita bisa lebih kuat," tandasnya
Perihal skill dan keilmuan yang harus yang harus dimiliki oleh seorang anggota pegiat alam terbuka Iwa menyebut Ilmu Survivel yang harus menjadi dasar, pasalnya dalam ilmu Survivel tersebut secara umum bisa terangkum atas dasar tehnik yang harus dipelajari yang nantinya harus dipelajari secara detail.
Lahir dari beberapa Siswa yang memiliki Hobi Camping
Phipetala Mountain and Jungle Explorer Club yang kini memiliki anggota aktif berjumlah 40 orang dan anggota pasif (alumuni) ratusan yang domisilinya tersebar diberbagai kota di Indonesia saat ini telah berusia 40 tahun.
Salah satu senior Phipetala Tomtom (57) kepada TIMES Indonesia mengisahkan lahirnya Phipetala berawal dari aktivitas sekelompok kecil siswa jurusan IPA sebelum tahun 1982 yang kerap melaksanakan kegiatan outdoor atau camping dalam mengisi waktu liburan. Namun seiring dengan waktu, hobi berpetualang ini banyak diminati para siswa sehingga tercetus untuk membuat sebuah organisasi yang bernama Phipetala.
Kata Phipetala menurut Tomtom terinspirasi dari kata filosofi, yang memiliki makna filsafat,
filosofi adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo artinya cinta, dan sophia yang berarti kebijakan atau hakikat hikmah kebenaran, sehingga filsafat ini merupakan pandangan yang visioner tentang kebijakan dan kecintaan terhadap kelestarian alam dan lingkungan.
Hal senada disampaikan pula oleh alumni yang lulus tahun 1981 Acep Sunardi, ia mengatakan aktivitas di alam bebas di sekolahnya sudah ada sebelum terbentuknya Phipetala, aktivitasnya hanya sebatas camping dan bermain gitar itu pun dari beberapa siswa yang terhimpun dalam satu kelas.
"Bahkan pada saat itu tidak ada wadah ekstrakulikuler seperti kelompok sispala sekarang, motivasinya hanya untuk liburan di alam bebas. Yang sudah ada pada saat itu hanya Pramuka, PMR, saya ingat waktu itu senior Pramuka itu kang Anton Charlian (Mantan Kapolda Jawa barat) yang aktif dan hobi berkegiatan di alam terbuka," kenangnya.
Ia mengisahkan bersama rekan sekelasnya dulu yang tergabung dalam Terpadu 78-81 (Terninal IPA Dua ), dukungan pihak sekolah tidaklah seperti sekarang, dimana memberikan dukungan berupa pembina bahkan lebih kepada dukungan materi berupa alat dan perlengkapan.
"Perhatian sekolah sekarang jauh lebih bagus dan lebih fokus, kalau dulu zaman saya tidak ada pembina, memang antusias berkegiatan di alam bebas sejak dulu sangat tinggi sewaktu mau kemping ke Gunung Slamet saja hampir dua puluh orang dari satu kelas, tapi pada waktu itu prosedur ijin masuk kawasan Gunung sangat ketat, jadi sebelum berangkat dan sesudah berangkat kita laporan dulu ke kepolisian untuk meminta surat jalan," kenangnya.
Acep menambahkan dalam setiap berkegiatan dirinya bersama rekan-rekannya selalu mendekatkan diri bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar hutan dengan melakukan bakti sosial berbagi kepedulian dengan menyisihkan bekal yang dibawanya, dan tak jarang niatannya pun mendapat sambutan yang baik dari masyarakat dengan mendapat suguhan hasil pertanian seperti singkong, jagung dan sayuran lainnya.
"Tapi saat ini saya prihatin, perkembangan aktivitas berkegiatan pendakian ke Gunung sangat mudah dan semakin ramai, namun berdampak kurang bagus terhadap kelestarian dan keindahan alam karena ada sebagian para pendaki yang naik ke Gunung saat ini banyak meninggalkan sampah plastik," ucapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |