Hari Menggambar Nasional: Pameran 28 Karya Sketsa Perupa Tasikmalaya

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Sejumlah perupa yang tergabung dalam Himpunan Perupa Tasikmalaya menggelar pameran Tasik Menggambar di Ruang Exibisi Gedung Creative Centre (GCC) 2-7 Mei 2023, Jalan Lingkar Dadaha, Na Garawangi, Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Acara ini digelar dalam rangka memperingati Hari Menggambar Nasional.
Koordinator Pameran Yusa Widiana saat ditemui TIMES Indonesia mengatakan Pameran Tasik Menggambar mengusung judul "Kembali ke Dasar (Back to Basic)" menampilkan karya-karya sketsa dan gambar hasil karya para seniman Tasikmalaya dengan menghadirkan beberapa kurator diantaranya Aa Nurjaman dan beberapa penulis seperti Edi Purnawadi dan Nunu Nazarudin Azhar.
Advertisement
"Pameran ini menampilkan 28 karya lukisan dari 20 perupa asal Tasikmalaya, kita dalam momen ini mengundang para perupa Tasik untuk kembali ke basic dengan tehnik kering, selain itu pameran ini pun menjadi momen silaturahmi antara perupa junior dengan para perupa senior yang ada di Tasikmalaya," ungkapnya saat berbincang di sudut ruang pameran, Minggu (7/5/2023).
Dalam pameran, Yusa menyebut perupa Tasikmalaya sangat antusias mengikuti acara pameran ini pasalnya pihak penyelenggara menghadirkan para perupa senior seperti Hj. Rukmini Affandi putri dari maestro perupa Indonesia Affandi, Acep Zamzam Nur, Aten Warus dan Prabu Perdana perupa Tasikmalaya yang menjadi the Winner di Go Painting 2021.
Pameran Tasik Menggambar ini direncanakan akan menjadi pameran tahunan Seni Gambar Tasikmalaya yang akan menampilkan karya-karya sketsa dan gambar atau secara umum disebut 'drawing'.
Pameran ini menurutnya akan menjadi suatu hal yang penting bagi eksistensi para seniman/perupa Tasikmalaya, mengingat akhir-akhir ini teknik pembuatan sketsa dan gambar dalam sistem pembelajaran akademik mulai ditinggalkan, padahal penguasaan teknik pembuatan sketsa dan gambar merupakan dasar fondasi kekuatan perupa.
Bertahannya eksistensi kekaryaan seorang perupa tiada lain karena kekuatan dalam penguasaan proses sketsa dan gambar.Karya sketsa menurutnya memiliki kekuatan tersendiri karena merupakan ekspresi ide-ide pertama.
Suatu karya seni yang menampilkan gagasan murni adalah karya sketsa, sedangkan karya selanjutnya seperti lukisan, gambar, grafis murni, patung dan lain sebagainya adalah karya-karya yang sudah mendapat pertimbangan estetik dari senimannya.
Asal Mula dan Perkembangan Karya Sketsa
Asal-mula arti pentingnya sketsa ditemukan oleh Leonardo da Vinci yang hidup di masa Renaisance. Sedangkan beberapa ahli yang meneliti karya-karya sketsa dan gambar Leonardo da Vinci, salah satunya adalah Sigmund Freud.
Karya-karya sketsa itu terdapat dalam riwayat proses penelitian Freud terhadap karya-karya sketsa dan gambar Leonardo setebal lima ribu halaman, yang memperlihatkan proses pembedahan tubuh manusia untuk mendapatkan pengetahuan mengenai anatomi tubuh manusia.
Sketsa dan gambar lainnya menggambarkan proses penelitian pembuatan kapal selam, perangkat pakaian penyelam, rancangan pembuatan kapal terbang dan penggambaran perspektif tata kota.
Dari penelitian terhadap rancangan karya-karya Leonardo inilah, para ahli menyimpulkan bahwa Leonardo adalah orang pertama yang menemukan teknik pembuatan sketsa dan gambar, dan orang pertama pula yang menemukan gambar perspektif.
Kesimpulan penting dari penelitian Sigmund Freud adalah bahwa Leonardo da Vinci mengidap schizophrenia, yaitu kerap mengalami halusinasi. Namun melalui halusinasi inilah Leonardo dengan tekun mengadakan penelitian terutama yang berkenaan dengan sistem pada tubuh manusia, yang kemudian melahirkan pengetahuan anatomi yang sangat berguna dalam ilmu kedokteran. Freud mendapatkan kesimpulan dari penelitian Leonardo melalui karya-karya sketsa dan gambarnya yang dibuat pada masa Renaisance.
Pada masa Renaisance itulah tumbuh dan berkembang teknik pembuatan sketsa dan gambar. Karya-karya seni rupa, baik lukisan, patung, ornamen ukiran sampai arsitektur, semuanya diawali dengan sketsa. Pada waktu kemudian, sketsa dan gambar digunakan pula dalam ilustrasi ilmu pengetahuan seperti ilmu anatomi, biologi, kedokteran, fisika, dokumentasi budaya purbakala hingga perancangan kota dan penataan daerah jajahan negara-negara imperialis.
Karya-karya sketsa dan gambar mencapai bentuknya di masa imperialis Eropa sekitar abad ke-18. Karya- karya sketsa dan gambar waktu itu disebut 'gambaran representatif, yang memindahkan bentuk-bentuk alam, benda, binatang dan manusia.
Dalam upaya menguasai berbagai ilmu pengetahuan itu terlihat prinsip yang mendasar dalam sketsa dan gambar representatif, yaitu kemampuan menggambarkan manusia yang tidak hanya melibatkan kepekaan melihat tetapi juga melibatkan pengetahuan pemahaman (kognitif).
Pendekatan yang melibatkan kepekaan melihat dan pemahaman pengetahuan ini berlaku dalam membuat sketsa dan menggambar semua objek. Apabila dalam membuat sketsa dan gambar manusia diperlukan pemahaman tentang manusia, maka dalam membuat sketsa dan gambar situasi perkotaan diperlukan pemahaman ilmu prespektif. Dasar-dasar pendidikan representatif inilah yang menjadi dasar pendidikan seni rupa di seluruh dunia.
Sketsa dan gambar masuk ke Indonesia diperkenalkan oleh para pelukis Belanda yang diundang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membuat dokumentasi seni budaya, rancangan pembuatan jalan transportasi darat seperti jalan raya dan rail kereta api. Karena para pembuat sketsa itu terdiri dari para pelukis, maka berkembanglah pembuatan karya-karya sketsa dan gambar itu menjadi rancangan pembuatan karya seni seperti karya-karya lukisan, patung, seni kriya maupun seni arsitektur.
Salah satu pelukis yang memperkenalkan teknik pembuatan sketsa dan gambar kepada calon pelukis pribumi antara lain Antoine Payen ketika mengajarkan teknik melukis kepada Raden Saleh Syarif Bustaman. Secara umum para pelukis Barat yang tinggal dan berkarya di (Hindia Belanda) Indonesia ketika itu, selalu mengawali karya-karyanya dengan pembuatan sketsa. Pembuatan sketsa menjadi media pembelajaran para pelukis Barat yang mengajar calon pelukis pribumi dari kaum priyayi.
Para pelukis kaum priyayi seperti Abdullah Surio Subroto, Raden Mas Pirngadi dan lain-lain mendapatkan pendidikan sketsa dan gambar dari para pelukis Barat. Pada masa pergerakan nasional, sketsa dan gambar menjadi karya-karya propaganda berupa poster yang disertai grafiti-grafiti.
Sketsa dan gambar kemudian diyakini bukan sebagai gambar rancangan karya seni untuk dijadikan lukisan, patung maupun arsitektur, tetapi kemudian dianggap sebagai karya seni. Di antara karya- karya pelukis termashur seperti Raden saleh, terdapat karya-karya sketsa maupun gambarnya yang dianggap sebagai karya seni yang sudah selesai.
Secara umum pelukis-pelukis maestro seperti Affandi, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Sudjojono dan lain-lain banyak menyimpan karya-karya sketsa dan gambar yang mereka anggap sebagai karya seni.
Di Yogyakarta, pendidikan sketsa dan gambar dilestarikan menjadi sistem pendidikan dasar seni rupa akademik oleh ASRI yang kemudian menjadi ISI Yogyakarta. Di perguruan-perguruan tinggi seni lainnya, di Indonesia, pada awalnya sketsa dan gambar mendapat perhatian.
Tetapi kemudian sistem pembelajaran akademik akhir-akhir ini cenderung menghilangkan Pendidikan sketsa dan gambar yang merupakan dua metode dasar penciptaan karya seni. Dewasa ini yang diperhatikan justru sistem pendidikan industri seni rupa digital yang mengarah ke pasar karya seni melalui sistem industriglobal.
Pada masa seni rupa transisi dewasa ini, kesadaran terhadap pendidikan sketsa dan gambar menjadi hal terpenting untuk dipelajari oleh para calon seniman dan para seniman muda. Sebabnya tiada lain karena sketsa dan gambar menjadi titik tolak idealisme seniman.
Salah satu perupa senior Kota Tasikmalaya yang masih intens membuat karya Aten Warus (71) menyebut pameran ini menjadi satu media apresiasi hasil karya perupa Tasikmalaya, selain itu masyarakat diharapkan dapat mengenal lebih dekat pada para perupa Tasikmalaya lebih jauhnya lagi dapat mengetahui perkembangan seni rupa di Tasikmalaya.
"Perkembangan seni rupa di Tasikmalaya alhamdulilah terus berkembang, walaupun tidak sepesat aktivitas para perupa di kota besar seperti Bandung dan Jogyakarta, apalagi di Kota Tasikmalaya saat ini memiliki gedung ruang publik GCC (Gedung Creative Center) yang menjadi ruang pamer yang dapat dijadikan tempat bertemunya perupa dengan para apresiator, "tuturnya.
Aten menyebut sejatinya dalam sebuah karya seni rupa tidak ada istilah senior, istilah tersebut hanyalah pembeda dari segi usia saja, namun eksistensi seorang seniman/perupa dapat dilihat seberapa besar dan kontinyunya dalam membuat karya, apalagi kalau dilihat dari kualitas hasil karya yang dibuat kembali kepada para apresiator. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |