Peristiwa Daerah

Kisah Kesaktian Ki Ageng Buwono Keling yang Makamnya di Pesisir Pacitan

Minggu, 07 Mei 2023 - 20:32 | 255.46k
Juru kunci makam Ki Ageng Buwono Keling, Santoso, saat bercerita kesaktian penguasa wengker selatan Pacitan masa silam. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Juru kunci makam Ki Ageng Buwono Keling, Santoso, saat bercerita kesaktian penguasa wengker selatan Pacitan masa silam. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PACITAN – Dahulu kala, terdapat kisah sosok penguasa daerah Wengker Kidul pesisir selatan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur bernama Ki Ageng Buwono Keling yang terkenal sakti mandraguna. 

Saking saktinya, Ki Ageng Buwono Keling tak mudah dikalahkan oleh musuh hingga akhirnya tubuhnya harus dicincang menjadi beberapa bagian dan dikuburkan di tempat berbeda. Hal ini rupanya agar jasadnya tidak kembali menyatu bumi lalu hidup. 

Kesaktian semacam itu dikenal dengan Ajian Rawa Rontek, ilmu kuno yang cukup langka dan bukan sembarang orang memilikinya. 

Menurut tokoh masyarakat setempat, Zainuddin (51), Ki Ageng Buwono Keling konon seorang ksatria asal Pajajaran yang menikah dengan salah satu putri Brawijaya Lima, yakni Putri Togati pada tahun 1550 silam. 

"Wengker Kidul itu maksudnya (wewengkon sing angker ning pesisir kidul)," kata Zainuddin, saat ditemui di kediamannya Desa Banjarejo, Minggu (7/5/2023). 

Setelah menjadi menantu Prabu Brawijaya V, Ki Ageng Buwono Keling diberi hadiah berupa tanah di Wengker Kidul dan dipaksa untuk tunduk pada Kerajaan Majapahit.

"Hadiah itu mungkin saja cara untuk membunuh Ki Ageng Buwono Keling secara perlahan, atau memang itu murni sebagai hadiah," ujar Zainuddin. 

Ki Ageng Buwono Keling Menolak Masuk Islam

Ki Ageng Buwono Keling sejatinya telah membangun peradaban dengan cara kepemimpinannya yang berpusat di wilayah Jati, Kecamatan Kebonagung, kurang lebih berjarak 7 kilometer dari Alun-alun Pacitan. 

Sebagai penguasa, Ki Buwono Keling pun masih mempertahankan kepercayaannya, yakni Budha Siwa warisan dari Pajajaran. 

Tohgati, putri Brawijaya V yang ia nikahi tidak lain merupakan saudara tua Raden Patah maupun Raden Katong. 

Suatu ketika, ajakan Betara Katong untuk mempersatukan seluruh wilayah wengker melalui utusannya tidak ditanggapi oleh Buwana Keling yang tak lain adalah iparnya sendiri dengan alasan strata penguasa Wengker Kidul lebih tua dari Batara Katong.

Hingga pada akhirnya terjadilah kerusuhan besar hingga terbunuhnya Buwono Keling. Penyebab kematiannya bukan soal kekuasaan, melainkan demi mempertahankan keyakinan pasca kedatangan pendakwah Islam dari Kerajaan Demak Bintoro yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syekh Maulana Maghribi. 

Ki Ageng Buwono keling dan seluruh pengikutnya diminta untuk masuk Islam. 

"Ketiga tokoh tersebut membawa misi menyebarkan Islam. Tetapi Ki Buwono Keling menolak diajak masuk islam, akhirnya terjadilah perang tanding," terang Zainuddin.

Permusuhan berujung peperangan kedua kelompok Budha dan Islam tersebut berlangsung lama, ini disebabkan karena kesaktian Ki Buwono Keling yang kebal senjata apapun sehingga tidak bisa dibunuh bahkan mampu membuat para juru dakwah Islam itu kewalahan.

"Setiap dibunuh, dirinya hidup lagi, kemudian dibunuh lagi. Saat ditebas menyatu kembali," lanjutnya.

Nyaris putus asa, akhirnya Syekh Maulana Maghribi melakukan tapa atau semedi guna mencari petunjuk kepada Allah SWT. 

Petunjuk yang didapat dari pertapaan Syekh Maulana Maghribi membuka kelemahan Ki Ageng Buwono Keling, yakni mengambil secara diam-diam sebuah pusaka andalan berupa tongkat berbahan kayu sono keling. Jika ditancapkan ke tanah, seluruh kesaktian penguasa Wengker Selatan itu seketika rontok. 

"Tongkatnya itu sekarang tumbuh menjadi pohon besar di samping makamnya yang berada di Purwoasri," kata juru kunci makam Ki Ageng Buwono Keling, Santoso (75) saat ditemui secara terpisah. 

Selanjutnya, setelah Ki Ageng Buwono Keling dapat dikalahkan, tubuhnya dipotong-potong menjadi tiga bagian, yakni kepala, tubuh dan kaki. Cara menguburnya pun tidak lazim, seperti mengangkat bagian tubuhnya dari tanah dan dipendam terpisah dengan sungai.

"Makamnya ada di tiga tempat dan terpisah oleh sungai, di Purwoasri makam bagian tubuh, kepalanya ada di Nglaos Banjarjo, kakinya ada di Sampang Kayen. Jika tidak terpisah sungai dan menyentuh tanah, tubuhnya akan menyatu kembali," paparnya. 

Tak hanya itu, kesaktian Ki Ageng Buwono Keling bukan hanya kebal terhadap senjata, namun masih ada kehebatan lainnya yakni memiliki khodam harimau putih dan Kuku Ponco Seno. 

"Buwono Keling itu punya kuku ponco seno seperti Raden Werkudara, juga punya khodam macan putih, dan tidak setiap orang diperlihatkan," jelas Santoso menirukan cerita para pendahulu. 

Tidak heran,  jika makam Ki Ageng Buwono Keling pada saat-saat tertentu kerap dimanfaatkan sebagian besar peziarah dari luar kota, seperti Jombang, Kediri, Surakarta dan sekitarnya untuk mencari sesuatu, misalnya nazar atau mencari benda bertuah. 

"Ya tujuannya banyak. Ada keluarga yang punya nazar, kalo putranya sukses mau ziarah ke makam Ki Ageng Buwono Keling," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES