Hari Raya Karo Suku Tengger, Bertemunya Sepasang Pengantin dari Dua Desa

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Upacara Hari Raya Karo merupakan ritual yang dilaksanakan oleh warga Suku Tengger di kawasan Gunung Bromo. Ritual ini merupakan penyucian diri terhadap Suku Tengger dan penghormatan kepada Hyang Widi Wasa yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
Hari Raya Karo itu juga diwarnai dengan tari tradisi mereka yakni Tari Sodoran atau sering disebut Tari Karo bagi warga Suku Tengger.
Advertisement
Ketua PHDI Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto menyampaikan, tujuan dilaksanakan upacara Karo ini adalah untuk menuju kembali kepada kesucian, sehingga diharapkan warga masyarakat Tengger menjadi suci kembali atau bersih dari segala dosa.
Tari Sodoran adalah tari tradisi perayaan Hari Raya Karo. (FOTO: Rizky Putra Dinasti/TIMES Indonesia)
Pada pelaksanaan Karo ini juga dikaitkan dengan menghomarti Hyang Widi Wasa yang telah menciptakan dua jenis manusia, laki-laki dan perempuan sebagai leluhur mereka, yaitu Roro Anteng dan Joko Seger. Oleh karenanya di dalam perayaan Karo juga terdapat Tari Sodoran yang disimbolkan dengan sepasang pengantin.
Tahun ini, Hari Raya Karo dilaksanakan pada Kamis 3 Agustus 2023 di Balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Adapun yang menjadi pengantin pria dari Desa Ngadisari sedangkan yang menjadi pengantin wanita dari Desa Wonotoro.
“Jadi dalam Tari Sodoran terdapat dua pasangan pengantin yakni wanita dan laki-laki. Meskipun secara simbolis diperankan oleh laki-laki semuanya. Tahun ini yang ketempatan serta yang menjadi pengantin laki-laki Desa Ngadisari, sementara untuk pengantin perempuan dari Desa Wonotoro,” terang Bambang.
Tentunya budaya leluhur itu harus terus dijaga dan dilestarikan. Sehingga seluruh warga suku tengger datang memeriahkan acara tersebut, berikut mengajak sanak saudaranya. Mulai dari usia balita hingga dewasa.
Perayaan Karo sangat hangat dengan ratusan warga yang memenuhi Balai Desa Ngadisari, Warga suku tengger laki-laki, berada di dalam ruang aula tengah untuk bergantian ikut tari sodoran. Sementara ratusan suku tengger wanita berbondong membawa bekal untuk mengirim pasangan dan keluarganya.
Baju kebaya hitam dengan bercirikan jarik digunakan oleh para wanita. Dan tentunya udeng khas warga suku tengger terpasang dengan rapi di setiap laki laki warga suku tengger.
Nike Siayi Mulya A, seorang remaja setempat menerangkan, budaya Karo yang sudah dilakukan secara turun temurun ini harus terus dilestarikan. Sehingga penting bagi generasi muda untuk mempelajari budaya yang menjadi turun temurun itu.
“Tidak hanya ikut dalam setiap kegiatan, namun juga harus memahami makna dan fiolosofinya,” terang Nike.
Bahkan, perayaan Karo termasuk perayaan budaya lainnya di suku tengger selalu memikat para wisatawan. Baik wisatawan asing maupun lokal. Sehingga tak heran jika ditemukan sejumlah wisatawan yang sengaja datang untuk melihat perayaan tersebut.
Seperti yang diterangkan oleh Alfiano Prasetyo. Pria asal Bandung itu sengaja datang ke Bromo untuk melihat lebih dekat budaya suku tengger. Termasuk pada Hari Raya Karo. Menurutnya, suku tengger sangat kental dengan budayanya. Sehingga, memantik banyak wisatawan untuk melihat lebih dekat.
“Saya datang untuk melihat budaya suku tengger. Termasuk sekalian berwisata di Gunung Bromo. Budaya di sini sangat kental dan elok. Sehingga membuat saya jatuh hati dan ingin melihat secara langsung," ungkapnya.
"Sehingga sebelum saya datang ke Gunung Bromo, saya mencari informasi kegiatan budaya warga Suku Tengger agar waktunya bisa disesuaikan, seperti ritual Hari Raya Karo saat ini,” ucap pria berkacamata itu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |