Seminar IKA UB: UU Strategis Lindungi Kontribusi Devisa Kelapa Sawit

TIMESINDONESIA, MALANG – Seminar berjudul "Peluang dan Tantangan Sawit Sebagai Industri Strategis Penjaga Ketahanan Pangan dan Energi," yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) di Malang pada Kamis (10/8/2023), telah menjadi wadah bagi para ahli dan praktisi untuk mendiskusikan peran penting komoditas sawit dalam ketahanan pangan dan energi nasional.
Dalam seminar ini, Anggota DPR RI Firman Soebagyo menyoroti urgensi pengesahan Undang-Undang Komoditas Strategis yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi industri kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan dan penghasil devisa utama Indonesia.
Advertisement
Firman mengungkapkan bahwa sumbangan devisa dari industri kelapa sawit mencapai angka fantastis, yakni sekitar Rp600 triliun.
Jumlah ini mendorong perlunya perhatian khusus dan perlindungan hukum yang lebih besar, terutama melalui pengesahan Undang-Undang khusus untuk komoditas strategis. Menurutnya, langkah ini akan memastikan bahwa kontribusi komoditas sawit terhadap perekonomian dan ketahanan negara dapat berlanjut dengan baik.
Dia juga menunjukkan bahwa banyak negara telah mengesahkan regulasi serupa untuk melindungi komoditas-komoditas strategis mereka. Misalnya, Turki memiliki Undang-Undang perlindungan tembakau, sementara Jepang melindungi komoditas beras dan Amerika Serikat memiliki regulasi untuk melindungi kedelai, kapas, jagung, dan gandum. Di Malaysia, bahkan telah ada lembaga khusus yang mengelola industri kelapa sawit dengan pendekatan yang komprehensif.
Abdul Ghofar, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, yang juga mewakili IKA UB, turut memberikan pandangannya tentang industri kelapa sawit. Ia menekankan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak yang paling produktif, dengan tingkat produksi yang jauh melampaui tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Gofar menyebutkan bahwa produksi minyak kelapa sawit mencapai 39 persen dari total produksi minyak nabati dunia, meskipun hanya menggunakan 10 persen dari area perkebunan.
Ghofar juga menanggapi stigma terhadap perkebunan kelapa sawit terkait deforestasi. Ia mengklarifikasi bahwa data menunjukkan kelapa sawit tidaklah menjadi penyebab utama deforestasi, dan bahkan dapat membantu mengurangi emisi karbon karena kemampuannya menyerap karbon lebih efisien.
Selain pesan-pesan dari para narasumber, seminar ini juga menghadirkan perwakilan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) untuk memberikan perspektif industri dan praktik terkini.
Dalam keseluruhan, seminar ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya kelapa sawit sebagai komoditas strategis dalam mendukung ketahanan pangan dan energi, serta perlunya perlindungan hukum yang memadai melalui Undang-Undang Komoditas Strategis.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |