Situs Gunung Bitung di Majalengka, Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Talaga

TIMESINDONESIA, MAJALENGKA – Situs Gunung Bitung di Desa Wangkelang, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, adalah sebuah peninggalan budaya megalitikum berbentuk punden berundak.
Dikutip dari laman blogspot museumtalagamanggung, bahwa punden berundak Gunung Bitung ini diduga sebagai tempat suci dengan struktur bangunan berundak atau terasering yang memiliki kaitan erat dengan berdirinya Kerajaan Talaga.
Advertisement
Asal usul nama Gunung Bitung berasal dari dua kata, yaitu "Gunung" yang berarti tempat berbukit, dan "Bitung" yang merujuk pada salah satu jenis bambu yang subur di daerah tersebut. Jadi, Gunung Bitung adalah tempat berbukit yang ditumbuhi pohon bambu bitung.
Menurut tradisi, Situs Gunung Bitung adalah tempat pengajaran agama Buddha yang didirikan sekitar abad ke-14 oleh seorang Resi atau seorang guru bernama Rakeyan Cuddhayoccha (Sudhayasa). Rakeyan Cuddhayoccha kemudian menjadi pendiri Kerajaan Talaga.
Informasi ini didasarkan pada naskah Kitab Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara yang ditulis oleh Pangeran Wangsakerta Cirebon pada tahun 1677 M.
Rakeyan Cuddhayoccha adalah putra dari Surya Dewata, penguasa Kerajaan Sunda Galuh. Ia meninggalkan keraton untuk mengamalkan ajaran Buddha Sunda Sarwastiwadha di Gunung Bitung, yang kaya akan pohon bambu bitung. Di sanalah kemudian mendirikan Padepokan bernama "Mandala Gunung Bitung" sebagai tempat pengajaran.
Karena keahliannya dalam ajaran Buddha Sarwastiwadha, pengikutnya memberikan gelar "Dang Upacaka Agong Budhayana Sawastiwada" (Sang pengajar besar ajaran Buddha Sarwastiwada) padanya.
Perjalanan ke puncak Gunung Bitung melibatkan jalan kecil yang berundak-undak. Namun, jumlah undakan ini belum diidentifikasi dengan pasti.
Setelah beberapa undakan dari kaki bukit, terdapat 7 undakan utama sebelum mencapai puncak bukit. Sebelum mencapai seri pertama undakan, ada sebuah batu trapesium yang menjadi gerbang menuju Padepokan "Mandala Gunung Bitung." Batas-batas undakan ini sebagian besar terbuat dari susunan batu kali.
Setelah melewati undakan ke-7 di seri pertama, terdapat area yang luas yang memisahkan seri pertama dengan seri kedua undakan. Di seri kedua, terdapat struktur bangunan berundak lima, dengan batas undakan terbuat dari susunan batu kali.
Undakan ke-5 memiliki kuburan (makam) Raden Kiyai Puterjagat, pengawal Raden Panglurah, putra tertua dari Prabhu Talagamaggung, penguasa Kerajaan Talaga. Seri undakan ini dilanjutkan hingga undakan ke-7, yang merupakan puncak bangunan utama di Situs Gunung Bitung.
Pada undakan terakhir, yaitu undakan ke-7, terdapat bangunan sederhana yang berisi makam dua tokoh, yaitu Raden Batara Babar Buana dan Raden Jamparing Jagat, keduanya adalah murid utama dan pengikut setia ajaran Raden Panglurah.
Puncak Gunung Bitung adalah dataran luas yang dulunya memiliki struktur batu datar berdiri membentuk lingkaran dan arca tipe Polynesia. Sayangnya, arca tersebut kini telah hilang.
Laporan pertama mengenai situs Gunung Bitung ini dimuat dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914 oleh sejarahwan Belanda, N. J. Krom. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |