Peristiwa Daerah

Nasib Pedagang Baju di Pasar Besar Ngawi yang Omsetnya Kian Jeblok

Selasa, 26 September 2023 - 13:48 | 107.39k
Karyawan kios baju Fasion Gimin di Pasar Besar Ngawi, menghabiskan waktu dengan bermain ponsel. (Foto: M.Miftakul/TIMES INDONESIA)
Karyawan kios baju Fasion Gimin di Pasar Besar Ngawi, menghabiskan waktu dengan bermain ponsel. (Foto: M.Miftakul/TIMES INDONESIA)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, NGAWI – Los pakaian di Pasar Besar Ngawi begitu sepi. Deretan kios-kios yang berada di lantai atas pasar besar Kabupaten Ngawi itu begitu lengang, tidak banyak aktivitas jual beli yang berarti.

Sejumlah pedagang baju pasar Besar Ngawi mengaku kalah bersaing dengan penjual online di aplikasi social e-commerce.

Advertisement

Seperti pengakuan Bu Gimin, salah satu pedagang baju di Pasar Besar Ngawi. Pemilik kios Gimin Fashion itu, mengaku mengalami penurunan omset yang signifikan. Penjualannya turun drastis, kalah bersaing dengan pedagang online.

Semenjak tren berbelanja online meningkat, masyarakat yang belanja baju di pasar berkurang drastis. Tidak seramai dulu, ketika pasar tradisional masih menjadi jujugan utama untuk beli kebutuhan sandang.

“Tinggal berapa persen saja yang masih mau belanja baju di pasar,” kata Bu Gimin kepada TIMES Indonesia, pada Selasa (26/9/2023).

Bu Gimin mengaku sudah berjualan baju sejak 1993. Pertama berjualan juga di Pasar Besar Ngawi. Tetapi, kondisi sekarang dan bertahun lalu begitu berbeda.

Kondisi pasar mulai sepi semenjak pandemi Covid-19 sekitar tahun 2020 lalu. Tetapi kata dia, penjualan baju masih agak lumayan. Masih bisa balik modal dari berjualan. Namun semenjak jual beli online kian marak, ditambah invasi social e-commerce, omsetnya turun tidak ketulungan.

“Semenjak berjualan baju, baru kali ini saya ngalamin kondisi pasar sepi seperti ini. Astagrifullah hal adzim,” keluh Bu Gimin.

omset Bu Gimin jelas turun drastis. Bahkan saat momen jelang Lebaran, yang biasanya jadi masa panen para pedagang baju di pasar Besar Ngawi, justru malah paceklik bagi mereka. Hasil jualan saat Lebaran, tidak bisa menutup biaya kulakan.

“Kalau dulu, katakanlah cari untung sehari Rp100 ribu itu sangat mudah. Sekarang, cari Rp20 ribu saja sulit sekali,” ucapnya.

Kalah Perang Harga dengan Social E-Commerce

Bu Gimin pedagang baju di Pasar Besar Ngawi. Model baju yang dia tawarkan beragam. Ada untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa. Satu potong baju dia jual diharga Rp35 ribu. Keuntungan yang dia ambil sangat kecil, cuma ribuan rupiah saja.

Harga baju yang dia tawarkan rupanya masih kalah murah dengan pedagang online, atau social e-commerce. Bisa dikatakan, Bu Gimin dan pedagang baju di Pasar Besar Ngawi kalah perang harga.

“Lha gimana, kami jualnya Rp35 ribu, di TikTok ada yang jual Rp20 ribu, bahkan jauh lebih murah. Bagaimana dagangan kita bisa laku?,” kata Bu Gimin.

Sebelum adanya invasi social e-commerce, Bu Gimin punya 11 karyawan. Namun saat ini, 7 orang karyawannya terpaksa dia rumahkan. Hanya tinggal 4 karyawan yang bertugas menjaga kios pakaian miliknya. Itu pun dia tidak tahu, jika kondisi masih seperti ini, bukan tidak mungkin kedepan seluruh karyawan akan dia rumahkan.

Bu Gimin masih lebih beruntung ketimbang sejawatnya, sesama pedagang baju di Pasar Besar Ngawi. Beberapa rekannya banyak yang akhirnya gulung tikar. Tutup toko, dan beralih ke pekerjaan bidang lain.

“Banyak teman-teman saya berhenti jualan baju, ada yang beralih jualan makanan, ada yang tetep bertahan tapi dagangannya sedikit,” ucapnya.

Tidak Punya Pilihan Selain Bertahan

Kios baju milik Bu Gimin sebenarnya cukup strategis. Berada di barisan terdepan los pakaian Pasar Besar Ngawi. Meskipun demikian, penjualannya tetap sepi.

Bu Gimin dan beberapa karyawannya tetap bertahan menanti pelanggan datang. Untuk mengusir sepi, para pedagang menghabiskan waktu dengan memandangi layar ponsel. Memutar video YouTube atau bermain media sosial.

Pemandangan serupa terlihat hampir di seluruh sudut-sudut los pakaian Pasar Besar Ngawi. 

Para pedagang baju di Pasar Besar Ngawi bukannya tidak mau beradaptasi dengan teknologi. Bu Gimin, pun pedagang lainnya sebenarnya juga berminat. Akan tetapi, mereka mengaku kalah dari segi permodalan, pun popularitas di ruang maya.

“Kita tidak punya pekerjaan lain kalau tidak berdagang. Mau nangis mas rasanya. Kalaupun berjualan online, kita tidak punya modal sebesar mereka,” ucapnya.

Bu Gimin dan pedagang baju di Pasar Besar Ngawi berharap pemerintah bisa hadir membantu permasalahan mereka. Syukur-syukur bisa membatasi invasi social e-commerce agar para pedagang baju bisa kembali meraup rezeki. “Mohan maaf, mudah-mudahan TikTok segera dihapus,” pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES