Peristiwa Daerah

Desida, Anak Berkebutuhan Khusus yang Bercita-cita Jadi Penulis untuk Bantu Orang Tuanya

Jumat, 29 September 2023 - 15:51 | 52.11k
Sida Rohmatul Fadillah, menunjukkan karyanya berjudul Si Anak Cacat, di Kampung Gunung Kondang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. (FOTO: Harniwan Obech)
Sida Rohmatul Fadillah, menunjukkan karyanya berjudul Si Anak Cacat, di Kampung Gunung Kondang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. (FOTO: Harniwan Obech)

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Jari jemari kaki gadis cantik bernama Sida Rohmatul Fadillah atau yang akrab disapa Desida, dengan duduk di kursi tamu, asyik menulis pada sebuah ponsel. Sesekali dirinya termenung mencari inspirasi kata untuk dituangkan. Di sampingnya seorang ibu berusia lebih setengah abad memegang Alquran mendampinginya sambil mengaji.

Desida, adalah seorang anak berkebutuhan khusus, warga Kota Tasikmalaya, menunjukkan inspirasi dan tekad luar biasa dalam menghadapi tantangan hidupnya sebagai penyandang cerebral palsy. Gadis cantik berusia muda ini memiliki impian besar menjadi seorang penulis.

Namun, lebih dari sekadar mewujudkan mimpi pribadinya, Desida memiliki motivasi yang kuat untuk membantu ibunya karena kondisi ekonomi keluarga yang terlilit utang.

Desida, lahir dengan cerebral palsy, di mana hidupnya menghadapi kesulitan tumbuh kembang sejak masa kanak-kanak. Kondisi ini pun memengaruhi otot dan sarafnya, yang mengakibatkan kesulitan dalam menggerakan tubuh. Namun, di tengah keterbatasan ini, Desida memiliki satu kelebihan yang luar biasa. Semangatnya yang luar biasa dalam menulis, sehingga bermimpi dapat menjadi seorang penulis andal.

Putri dari pasangan Suryana dan Nia Kurnia kepada TIMES Indonesia mengisahkan, sejak masuk usia sekolah, dia masuk SD di wilayah Mangkubumi. Namun tak lama, hanya sekitar seminggu duduk di bangku SD pasalnya mental dirinya belum kuat karena merasa  minder dan tersisih dari teman sebaya di kelasnya.

"Dulu saya sekolah ke SD dulu, cuma seminggu tapi Dede tak kuat mental, karena Dede beda jadi minder dan tersisih sama teman-teman," ungkap Desida kepada TIMES Indonesia saat dijumpai di rumahnya Kampung Gunung Kondang, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.

Namun, semangat untuk belajar seperti teman-temannya tak bisa ditahan. Desida bersama orang tuanya mulai mencari sekolah yang sesuai. Mereka menempuh perjalanan dengan menumpang angkutan perkotaan (angkot) akhirnya menemukan Sekolah Luar Biasa (SLB) Bahagia di Jalan Karoeng, Empangsari, Tawang, Kota Tasikmalaya.

SLB Bahagia yang berjarak kurang lebih empat kilometer dari rumah mereka menjadi pilihannya, selain nyaman akses untuk samapi ke sekolah ini dapat menggunakan angkutan kota sekali naik.

Di SLB Bahagia inilah Desida menemukan seorang guru pendamping bernama Pipih Suparmi, S.Pd yang menjadi penuntun dan inspirasinya. Pipih adalah guru dengan hati yang besar, selalu memberikan motivasi dan inspirasi kepada Desida tentang bagaimana cara menulis.

Meskipun harus berurusan dengan cerebral palsy, Desida belajar bahwa tidak ada batasan bagi kreativitasnya. Pipih memberikan metode khusus, membantu Desida mengatasi hambatan fisiknya, dan memberi tahu bahwa kata-kata adalah alat yang kuat untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaannya.

Dengan bimbingan gurunya, Pipih, semangat dan tekad Desida semakin membara. Dia  mulai mengejar impian menjadi seorang penulis dengan penuh semangat. Meskipun karyanya mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk diselesaikan daripada seorang penulis biasa, Desida tak pernah menyerah.

Akhirnya cita-citanya menulis tentang kehidupan, mimpi, dan perjuangan, dalam setiap kata yang dituliskannya mendekati sebuah kenyataan.

Buku Berisi Cerita Pendek

Sida-saat-menulis-pada-sebuah-ponsel-menggunakan-kakinya.jpgSida saat menulis pada sebuah ponsel menggunakan kakinya. (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

Kini karya cerita pendek berjudul Si Gadis Cacat yang digarapnya selama sebulah lebih telah terbit dalam sebuah buku berjudul Lukacita dari kami yang ingin pulih telah terbit pada Juni 2023 oleh salah satu penerbit di Kota Bogor.

"Ahamdulilah ada yang mau menerbitkan cerpen Si gadis Cacat. Tulisan ini menceritakan Dede (Desida) yang ingin menikmati dunia tanpa ada keterbatasan, kalau Dede jalan jalan pasti dilihatin sama orang-orang, pasti dipandang sebelah mata. Jadi Dede merasa terganggu, ngga bebas seperti yang lain. Dede pun sebetulnya pengin bisa menari tapi tangannya kaku. Tapi dengan menulis Dede itu bisa memperlihatkan bahwa Dede itu bisa dan mampu," papar Desida sambil tersenyum

Walaupun tak banyak, Desida membeli beberapa buku kepada penerbit tersebut dengan harga Rp45.000, dan dengan bangga Desida bersama ibunya  menjual karyanya kepada beberapa teman dan kenalan orang tuanya dengan harga Rp50.000-Rp100.000.

Dari hasil penjualan buku itulah sedikit demi sedikit Desida dapat membantu ekonomi orang tuanya, namun itu tidak berlanjut karena buku tersebut sudah tidak terbeli dan tidak dicetak lagi.

Saat ini, Desida baru lulus dari SLB Bahagia beberapa bulan yang lalu terus bersemangat menuntaskan dua garapan karya tulis dalam bentuk cerpen, dirinya berharap kedua karyanya dapat diterbitkan kembali dalam sebuah buku dan dapat dibeli di beberapa toko buku sehingga karya inspirasinya dapat dibaca oleh banyak orang.

"Dede ingin bukunya dijual di Gramedia, jadi banyak orang yang beli dan Dede bisa banyak uang untuk bantu mamah lunasi utabg, tinggal dua juta lagi, asalnya lima juta tapi sudah diangsur sedikit-sedikit," ujar Desida.

Keluarga Sangat Sederhana

Ibunda-Sida.jpgNia, ibunda Sida saat menyalakan tungku untuk memasak air. (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

Sosok Desida Rohmatul Fadillah hanya seorang gadis biasa bagi dunia luar. Tetapi dalam hatinya, dia adalah pejuang yang tak kenal lelah dalam mengejar mimpi dan membantu orang yang dicintainya. Saat ini dirinya hidup dan tinggal bertiga disebuah rumah sangat sederhana.

Sang ayah, Suryana (64) yang berpendidikan setara sekolah dasar tidak memiliki usaha yang tetap apalagi sejak tahun 2020 ayahnya memutuskan untuk berhenti bekerja pada perusahaan sepatu di Jakarta karena sakit sesak yang dideritanya.

"Ya abahnya (panggilan Desida kepada ayahnya) keluar dari kerja dj Jakarta karena sakit sesak napas, sempat dirawat di Jakarta dan akhirnya pulang, karena di Jakarta tak ada yang mengurus," tutur Nia.

Nia menambahkan suaminya belum memiliki penghasilan  tetap, menurutnya kadang-kadang suaminya bekerja laden bangunan dan itupun tidak selamanya karena pekerjaan pada bangunan tidak selamanya ada.

Sementara Nia berjualan makanan cemilan berupa kue kering keliling disekitar kampungnya, namun tak bisa lama meninggalkan Desida berlama lama karena harus menyuapi sewaktu butuh makan.

"Icalan kue cemilan nguriling dilembur, namung teu tiasa lami kumargi kedah ngahuapan Dede tuang, upami tuang sangu Dede mah kedah disuapan supatos sanguna teu acak-acakan, benten upami nuang kue atau bala bala (Berjualan kue cemilan keliling kampung, namun tak bisa lama karena harus nyuapin desida sewaktu makan, kalau makan nasi Desida harus disuapi karena kalau nga disuapi nasinya berantakan, berbeda kalau makan kue atau bala-bala)," terang Nia.

Penghasilan kedua orang tua Desida tak mampu menutup kebutuhan ekonomi keluarganya sehari-hari yang akhirnya mau tak tak mau harus memperpanjang pinjamannya.

Bahkan untuk memasak saja keluarga Desida tidak menggunakan kompor gas seperti tetangga lainnya, keluarganya menggunakan sebuah tungku dengan kayu bakar yang diambil dari bekas bahan bangunan di sekitar rumahnya.

"Upami masak ge nganggo suluh we pak, mulungan ti tatanggi anu ngabangun, kadang kadang aya aya ngintun. Kompor gas mah aya pembagian ti pamaerentah tapi tabung gasna digadekeun kanggo nutupan kaperyogian geuning. (Kalau memasak menggunakan kayu bakar, memungut dari tetangga yang sedang membangun, kadang-kadang ada juga yang ngirim. Kompos gas ada pembagian dari Pemerintah tetapi tabungnya digadaikan untuk menutupi kebutuhan)," tutur Nia.

Sementara itu Elis Wartini (49) salah seorang tetangga yang terhalang tiga rumah dari tempat tinggalnya kepada TIMES Indonesia mengungkapkan Desida berkebutuhan khusus sejak lahir. Dia dari keluarga sederhana yang tak pernah mengeluh apalagi meminta belas kasihan kepada tetangga sekitar.

"Kondisi Desida muhun ti alit, kondisi ekonomina kirang sederhana pisan peryogi dibantos, namung keluarga eta mah sae jarang ngeluh sareung henteu hoyong dibelas kasihani. (Kondisinya Desida sejak dari kecil, kondisi ekonominya kurang dan sangat sederhana dan perlu dibantu, namun keluarga itu bagus jarang mengeluh dan tidak mau dibelaskahihani)," teranganya. Desida, anak berkebutuhan khusus asal Kota Tasikmalaya ini berharap dapat menggunakan bakat menulisnya untuk membantu keluarganya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Bambang H Irwanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES